Mohon tunggu...
Ade Surya Prasetyo
Ade Surya Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Udayana

I am an Economics student with a passion for driving growth and innovation in the business sector. Known for my analytical mindset and interpersonal skills, I thrive in dynamic environments where I can collaborate with diverse teams to create impactful solutions. From my experience in financial management and business development, I’ve honed my abilities in strategic planning, stakeholder management, and effective communication. My hands-on involvement in smart city initiatives and market analysis has deepened my understanding of how innovative solutions can shape communities and drive meaningful change.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bagaimana Pemanasan Global Memicu Efek Domino di Berbagai Sektor

13 Januari 2025   09:58 Diperbarui: 13 Januari 2025   09:58 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polusi di salah satu daerah di India, dengan sampah yang mencemari aliran sungai (Sumber: Business Insider)

3. Penurunan Produktivitas Tenaga Kerja

Gelombang panas yang berkepanjangan dan suhu tinggi dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja, khususnya di sektor-sektor yang mengandalkan pekerjaan fisik. Menurut studi International Labour Organization (ILO), pada tahun 2030 diperkirakan akan terjadi kehilangan produktivitas setara dengan 80 juta pekerjaan penuh waktu akibat stres panas. Di Asia Tenggara, penurunan produktivitas akibat gelombang panas diproyeksikan mencapai 13-25% pada tahun 2050.

Sektor konstruksi mengalami dampak paling signifikan, dengan pengurangan jam kerja efektif hingga 40% selama periode suhu ekstrem. Di Indonesia, studi menunjukkan bahwa pekerja konstruksi kehilangan rata-rata 2-3 jam kerja produktif per hari saat suhu mencapai di atas 33C. Sektor manufaktur juga mengalami penurunan efisiensi produksi sebesar 3-7% untuk setiap kenaikan suhu 1C di atas ambang optimal.

Risiko kesehatan yang meningkat meliputi dehidrasi, heatstroke, dan penyakit terkait panas lainnya. Data WHO menunjukkan bahwa antara tahun 1998-2017, lebih dari 166.000 orang meninggal akibat gelombang panas secara global. Di Eropa, gelombang panas tahun 2003 menyebabkan lebih dari 70.000 kematian tambahan. Biaya medis terkait penanganan penyakit akibat panas diperkirakan mencapai USD 100 miliar per tahun secara global pada tahun 2030.

Dampak ekonomi jangka panjang terlihat dari meningkatnya beban sistem kesehatan. McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa pada tahun 2050, biaya tahunan untuk menangani dampak kesehatan terkait panas bisa mencapai USD 200-400 miliar di Asia Tenggara saja. Biaya ini mencakup perawatan langsung, kehilangan produktivitas, dan peningkatan premi asuransi kesehatan.

Sektor pertanian juga mengalami dampak ganda: penurunan produktivitas pekerja dan kerusakan tanaman akibat suhu ekstrem. FAO melaporkan bahwa kombinasi kedua faktor ini dapat mengurangi hasil panen hingga 25% di daerah tropis. Di India, kerugian ekonomi akibat gelombang panas di sektor pertanian diperkirakan mencapai USD 65 miliar pada tahun 2030.

4. Tekanan pada Sektor Keuangan

Kerugian ekonomi akibat pemanasan global telah memberikan tekanan besar pada sektor keuangan, terutama industri asuransi. Swiss Re Institute melaporkan bahwa kerugian akibat bencana alam yang diasuransikan mencapai USD 130 miliar pada tahun 2022, meningkat 140% dibandingkan rata-rata dekade sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 75% terkait dengan peristiwa cuaca ekstrem yang dipicu perubahan iklim.

Perusahaan asuransi menghadapi dilema dalam menetapkan premi. Data dari Munich Re menunjukkan bahwa premi asuransi properti di daerah rawan bencana telah meningkat 50-150% dalam lima tahun terakhir. Di beberapa wilayah pesisir AS, beberapa perusahaan asuransi bahkan telah berhenti menerbitkan polis baru karena tingginya risiko. California, misalnya, mengalami eksodus perusahaan asuransi besar seperti State Farm dan Allstate yang menghentikan polis baru akibat meningkatnya risiko kebakaran hutan.

Sektor perbankan juga menghadapi risiko signifikan. Moody's Analytics memperkirakan bahwa bank-bank global memiliki eksposur sebesar USD 22 triliun terhadap aset yang berisiko tinggi terkait perubahan iklim. Bank-bank di Asia Pasifik khususnya memiliki portofolio kredit senilai USD 7.1 triliun yang terekspos pada risiko fisik tinggi dari perubahan iklim.

Aliran investasi global mengalami pergeseran seiring meningkatnya kesadaran akan risiko iklim. McKinsey memproyeksikan bahwa hingga USD 3.5 triliun investasi tahunan diperlukan hingga 2050 untuk transisi menuju ekonomi rendah karbon. Namun, negara berkembang menghadapi kesulitan dalam menarik investasi ini. World Bank mencatat bahwa premi risiko untuk proyek infrastruktur di negara berkembang telah meningkat 20-40% akibat pertimbangan risiko iklim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun