Penyebar Islam dan Ulama plus Umaro di Cianjur, Rd. Aria Wiratanudatar, menurunkan generasinya baik sebagai ulama maupun sebagai umaro. Di antara generasi yang terkenal di Nusantara bahkan sampai ke mancanegara adalah ayah dan anak, KRH. Nuh bin Idris dan KRH. Abdullah bin Nuh.
Warga Kaum Kidul dan Pasarean, sekitar 20 orang, lelaki dan perempuan, hampir setiap sore mengaji di rumah KRH. Bin Nuh, Kampung kaum kidul, Kota Cianjur warga setempat menyebut pengajian itu “Pengajian Mama Enoh”. Pengajian itu hingga sekarang masih ada, namun sekarang ini hanya ibu-ibu saja yang mengaji di sana karena kaum prianya menyibukkan diri di Perguruan Islam Al Ianah Cianjur yang berkembang dari TK, MI, SMP, SMA, SMK samapai Sekolah Tinggi Agama Islam.
Perguruan itu asalnya hanyalah sebuah sekolah, tempat pendidikan anak-anak di samping pengajian orang tua. Peresmiannya dilakukan Almarhum R.H. Tolhah dengan mengundang para alim ulama, dermawan serta tokoh masyarakat setempat, yaitu R.H. Tolhah adalah seorang hartawan dan guru Thoriqat Naqsyabandiyah, kerabat dekat nenek KRH. Muhammad Nuh, Ny. R. Kalipah Raspati.
KRH. M. Nuh terjun pula dalam dunia Politik. Pada pemilu tahun 1995, dia terpilih sebagai salah seorang Anggota Konstituante dari Partai Masyumi. Beliau juga aktif dalam sebagai pengurus dan penasihat Syariat Islam (SI) Cabang Cianjur.
Perguruan Islam Al-Ianah sejak pendiriannya tahun 1912, telah berbadan hukum dengan nama “I’anatutholibin wal Miskin” yang kemudian diperbaharui oleh KRH. Nabdullah bin Nuh dan R.N. Abu Bakar menjadi Yayasan Perguruan Islam Al-Ianah.
Perguruan Islam tersebut kini telah berkembang pesat, kompleks sekolahnya dijadikan TK, SD, SMP Islam, SMA Islam dan SMK Broadcast, SMK yang mempunnyai program stdi perfilman, penyiaran Radio dan Televisi. Sekoalh Tinggi Islam Al-Ianah telah dipisahkan menjadi STAI Al-Azhari yang berkembang sampai sekarang. Majelis Ta’lim pun berkembang menjadi studio Radio Al Ianah serta studio Televisi Cianjur. Itulah hasil karya awal dari KRH. Muhammad Nuh bin Idris yang wafat pada tahun 1996 di Cianjur.
Diceritakan kemudian bahwa KHR. Muhammad Nuh mempunyai seorang putra laki-laki yang lahir di kampung Bojongmeron, Cianjur, dari istrinya Raden Aisyah puteri seorang wedana Tasikmalaya, Rd. Muhammad Sumintapura. Puteranya diberi nama Abdullah. Karena Abdullah seorang bangsawan berdarah biru, masih keturunan Dalem Cianjur, dia berhak menyandang gelar Raden Abdullah bin Nuh.
Setelah menjadi haji dan kyai namanya pun bertambah panjang, Kyai Raden Haji Abdullah Bin Nuh. Beliau memang seorang yang cerdas, selain ulama diapun seorang sastrawan, penulis, pendidik juga seorang pejuang.
Keahlian utama KH Abdullah bin Nuh adalah menguasai bahasa Arab, baik yang berbentuk prosa, puisi maupun dalam berbicara, mengajar, menulis dan berceramah. Beliau juga dikenal sebagai penyair bahsa Arab. Syair-syairnya telah dihimpun dalam buku Diwan Ibnu Nuh, berupa 118 qasidah yang terdiri atas 2.731 bait. Semuanya digubah dalam bahasa Arab Fusha (fasih) yang bernilai tinggi.
Karya tulisnya yang terkenal adalah kamus Indonesia-Arab-Inggris yang disusun bersama Oemar Bakry. Karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab antara lain Al-Alam Al-Islami (Dunia Islam), Fi Zilal Al-Ka’bah Al-Bait Al-Haram (Di Bawah Lindungan Ka’bah), La Taifiyata Fi Al-Islam (Tidak Ada Kesukuan dalam Islam), Ana Muslim Suniyyun Syafi’iyyun (Saya Seorang Islam Sunni Pengikut Syafi’i), Mu’allimu Al-Arabi (Guru Bahasa Arab), dan Al-Lu’lu Al-Mansur (Permata yang Bertebaran). Adapun karyanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia adalah Cinta dan Bahagia, Zakat Modern, Keutamaan Keuarga Rasulullah Saw., Sejarah Islam di Jawa Barat Hingga Zaman Keemasan Banten serta sebuah buku berbahasa Sunda Lenyepaneun (Bahan Telaah Mendalam).
Karya terjemahan dari kitab Imam Al-Ghazali adalah Minhaj Al-Abidin (Jalan Bagi Ahli Ibadah), Al Munziq Min al-Dalal (Pembebas dari Kesesatan), Al-Mustashfa li Manlahu Ilm Al-Ushul (penjernihan bagi orang yang Memiliki Pengetahuan Ushul).