Mohon tunggu...
Ade Supartini
Ade Supartini Mohon Tunggu... Guru -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cianjur Gembongnya Ulama Jumhur

18 Maret 2017   08:50 Diperbarui: 19 Maret 2017   04:00 13029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mama Gentur
Pondok Pesantren Darul Falah di Desa Jambudipa Kecamatan Warungkondang, kabupaten Cianjur yang tidak ada secuil dokumen pun yang tertulis. Semua sejarahnya hanya mengalir dari cerita almarhumah Bah Iming yang telah meninggal tahun 1984 pada usianya lebih 100 tahun. (begitu cerita yang dipaparkan oleh Ruddy As dalam cerita Abah Anom Sang Santri Gentur).


Pondok Pesantren Darul Falah diawali dengan pembelajaran mengaji Al-Quran. Baing Sambong memang seorang hafidz, dia hafal Al-Quran setelah mempelajarinya di Makkah Al Mukarromah selama 9 tahun. Masyarakat berdatangan untuk belajar mengaji.


Baing Sambong membangun pondok sederhana dari bilik bambu. Semakin hari, santri yang menempati pondok itu makin berdesakan dan Baing Sambong merenovasinya sampai bisa menampung 100 orang santri. Asrama santri itu kemudian diberi nama Pondok Santosa.


Pada tahun 1917, KH. Mohammad Cholil atau Baing Sambong meninggal dunia. Pimpinan Pondok pesantren dilanjutkan oleh menantunya, KH. AA, Fachruddin bin H. Zakaria, seorang santri yang menjadi suami putrinya yang berasal dari Songgom, Warungkondang.


Pada tahun 1965 KH. AA. Fachrudin wafat, pimpinan pondok pesantren dilanjutkan oleh putra tertuanya, KH. Aang Muhyiddin yang terkenal dengan sebuatan Aang Endang Jambudipa. Ia dibantu oleh para putra dan menantu almarhum, K.H. Daud Jalaluddin, K.H.Tb.Ahmad Zaha, K.H.Masykur,K.H Ghufron, K.H. Fala Huddin, K.H. Badrul Mukarrom, K.H. Deden Saefuddin dan K.H. Sarhindi dengan kepemimpinan kolektif dan tidak terfokus pada figur sentral.


Pada tahun 1978 terjadi musibah kebakaran yang menghanguskan bangunan asrama pusaka yang kini dijadikan makam almarhum K.H. Aang Muhyidin dan keluarga di samping untuk tempat belajar para santri.


Pada tahun 1983, Pondok Pesantren Darul falah memperoleh bantuan berupa sebuah bangunan gedung workshop (ruang keterampilan) berikut 10 mesin jahit, 1 buah mesin obras dan 1 buah mesin rajut dari Menteri Agama RI.


Mama KH. Ahmad Syubani bin Husnen, orang Kadupandak Cianjur Selatan merupakan Mama Gelar Pertama yang mendirikan pondok pesantren Gelar pada tahun 1932 M. Selain di pendidikan formal, Mama Syubani menimba ilmu di beberapa pesantren antara lain pesantren Gentur, Pesantren Cibitung.

Mama Syubani kemudian menikah dengan Hj. Aisyah, putri pertama Mama KH. Ibrahim, pengasuh pondok pesantren Peuteuy Cndong, Cibeber, Cianjur. Dari pernikahannya, Mama dikaruniai 6 orang anak, 3 laki-laki dan 3 perempuan. Mama Gelar juga sebagai pendiri majelis-majelis Ta’lim yang tersebar di Jabar. Jumlah majelis Ta’lim yang masih ada sampai sekarang antara 137 sampai 147 majelis Ta’lim, baik yang ada di Jawa Barat maupun di luar Jawa seperti Sumatera, Lampung, Kalimantan, Irian Jaya. Mama Gelar dipanggil ke Rahmatullah pada hari Ahad tanggal 8 Ramadhan 1395 H atau 14 September 1975 M.


Takkan habis cerita jika kita terus mengupas perjalanan para ulama jumhur dari Cianjur. Adalah Mama Ahmad Syatibhi, yang dari rangkaian nasabnya, dia masih keturunan Syekh Abdul Muhyi, Pamijahan, Tasikmalaya. Beliau asli kelahiran Kampung Gentur Warungkondang, Cianjur. Kemudian dikenal dengan nama Mama Ahmad Syatibhi atau Mama Gentur.


Mama Syatibi merupakan ulama yang terkenal akan kepintaran dan keluasan ilmunya. Selama hidupnya ia mengarang sekitar 80 kitab, berbahasa Arab dan Sunda. Di antaranya adalah:
Sirojul Munir (dalam ilmu fiqih), Tahdidul “Ainain (dalam ilmu fiqih)
Nadzom Sulamut Taufiq (dalam ilmu fiqih)
Nadzom Muqadimah Samarqandiyah (dalam ilmu bayan)
Fathiyah (dalam ilmu bayan)
Nadzom Dahlaniyah (dalam ilmu bayan)
Nadzom ‘Addudiyah (dalam ilmu munadzoroh)
Nadzom Ajurumiyah (dalam ilmu nahwu)
Muntijatu lathif (dalam ilmu shorof)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun