Memainkan Peran
Tidak banyak yang bisa dilakukan seorang anggota parlemen selain sumbangan pemikiran, ide dan gagasannya. Ide yang rasional, ril, dan berdasar, bukan tidak mungkin akan diakomodir bahkan berpeluang besar menjadi pasal atau ayat dalam sebuah produk parlemen.
Berperan aktif di tiga fungsi parlemen adalah yang bisa dilakukan perempuan parlemen untuk menggolkan isu-isu perempuan. Rapat Gabungan Komisi, Rapat Panitia Khusus dan Rapat Panitia Anggaran adalah momen yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya perempuan parlemen agar apa yang menjadi cita-citanya dapat disampaikan secara lugas dan komprehensif.
Dalam hal fungsi anggaran, perempuan parlemen Sultra sedianya bisa memerankannya agar bagaimana porsi anggaran bisa diperuntukan untuk sebuah kebijakan pro perempuan. Misalnya, pada Dinas kesehatan, pemeriksaan dan persalinan gratis bagi ibu hami. Ataupun untuk Dinas Pendidikan, dianggarkannya pelaksanaan diklat untuk meningkatkan keterampilan khusus untuk perempuan agar bisa membuka usaha industri kreatif, misalnya. Bantuan modal usaha bagi kelompok-kelompok pekerja perempuan. Dan banyak lagi yang bisa digagas.
Di fungsi legislasi, perempuan parlemen dapat menggunakan hak prakarsanya untuk mengajukan raperda tentang PKDRT, misalnya. Mengkritisi setiap pengajuan raperda eksekutif apabila dipandang bias jender atau merugikan kaum perempuan. Atau apa saja sepanjang masih menjadi urusan pemerintahan provinsi sebagaimana diatur dalam PP No. 38/2007.
Sedangkan terhadap fungsi pengawasan, perempuan parlemen Sultra tentu saja dapat berperan aktif maupun pasif dalam hal pelaksanaan APBD dan segala hal yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan Gubernur apabila dipandang merugikan kepentingan perempuan atau bias jender. Tindak lanjut dari pengawasan salah satunya dengan melakukan dengar pendapat dengan instansi yang berkompeten.
Sebagai kesimpulan, kita bisa menyatakan kebijakan afirmatif bagi partisipasi politik perempuan telah membawa perubahan dan titik terang, walaupun masih samar di ujung lorong. Jika kita memberi kesempatan kepada perempuan dan terus mempertahankan kebijakan ini sampai jangka waktu tertentu, ada optimisme perubahan lebih besar dan transformasi politik lebih substantif bisa diperjuangkan untuk masa yang tidak terlalu lama. Semoga.(***)
Tulisan lama, dimuat kendari pos 5 Oktober 2009.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H