Mohon tunggu...
ADE SETIAWAN
ADE SETIAWAN Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Kepala Puskeswan Pandeglang

All is Well

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Media Sosial, Penting untuk Kita Lakukan atau Tidak?

30 Maret 2024   23:58 Diperbarui: 31 Maret 2024   10:35 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial itu ibarat mata pedang yang tajam dikedua sisinya. Ia akan sebaik penggunanya. Jika digunakan untuk hal yang positif maka baik pula media sosial tersebut.

Begitupun sebaliknya, jika media sosial dimanfaatkan untuk hal yang tidak sehat, maka hasilnya pun akan buruk. Bukan saja seburuk bagi penggunanya, melainkan berdampak negatif bagi orang lain yang berinteraksi dengannya.

Oleh karena itu ada peringatan populer yang kerap digaungkan oleh pegiat media sosial agar bijak bermedia sosial.

Peringatan tersebut bukan tanpa alasan. Betapa banyak pengguna media sosial yang terlibat kasus pelanggaran hukum lantaran mengunggah kata-kata, foto, dan video lantaran dianggap haters.

Perilaku haters sendiri dimaknai sebagai cerminan sikap negatif dan tidak sehat di dunia maya, cenderung menghasilkan konplik, dan merugikan hubungan sosial baik secara individu maupun kelompok.

Nah, belakangan setelah media sosial digunakan secara luas di semua kalangan, dengan segala akses kemudahan yang didapatkan di dunia maya, ternyata menimbulkan aspek kecanduan yang konon kabarnya dapat mengganggu mental penggunanya, betulkah?

Hal tersebut yang diperingatkan para pakar kesehatan jiwa dan psikolog kepada para pengguna media sosial untuk tak cukup sebatas menghindari perilaku haters, lebih dari itu ada konsekuensi kesehatan mental yang ditimbulkan jika seorang pengguna media sosial tidak bisa memeneg dengan baik.

Lantas, kenapa media sosial bisa menimbulkan kecanduan?

Diawal kemunculannya, media sosial ditujukan untuk bersosialisasi antara satu orang dengan individu lainnya melalui jejaring sosial di dunia maya.

Lalu, cara kerja media sosial semakin meningkat dengan saling membangun komunitas, membuat kolaborasi, hingga berbagi informasi.

Selanjutnya, kini media sosial sudah memasuki seluruh aspek kehidupan sehari-hari, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, ideologi, maupun agama.

Dampak dari meluasnya penggunaan media sosial tersebut telah membuat penggunanya ketergantungan untuk saling terhubung di dunia maya.

Akibat dari aktivitas media sosial yang berlebihan itu, tanpa disadari telah menyebabkan perubahan perilaku, diantaranya mengisi waktu kosong dengan tenggelam dalam media sosial yang dalam jangka panjang menimbulkan kecanduan.

Adapun perubahan perilaku tidak sehat yang kerap dijumpai di kalangan pengguna media sosial, salah satu contohnya adalah jika seseorang menikmati kala membuat konten yang sesuai dengan yang diinginkan dilihat orang lain.

Nah, itulah mengapa menahan diri atau puasa media sosial itu menjadi penting untuk menjaga keseimbangan kesehatan mental atau setidaknya melakukan introsfeksi diri, apakah kita sudah bijak dalam bermedia sosial.

Lalu, kapan kita harus segera puasa media sosial?

Apa itu puasa? Jika kita artikan “puasa” sebagai “menahan diri”, maka puasa media sosial dimaknai sebagai tindakan untuk menahan diri atau menghentikan penggunaannya dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan pengalaman pribadi, saya menahan diri untuk tidak keseringan menggunakan situs jejaring pertemanan ini jika dianggap tidak manfaat untuk diri sendiri.

Saya memiliki akun facebook sejak 2008, diawal semangat lantaran bisa berbagi informasi dan terhubung dengan teman-teman semasa sekolah, namun tidak berlanjut setelah saya nilai terlalu banyak menghabiskan waktu yang tidak penting.

Tahun 2010 saya membuat akun twitter. Namun, sama seperti facebook penggunaannya tidak bertahan lama.

Kendati begitu karena pada dasarnya saya menyukai baca dan tulis menulis saya tetap mengaktifkan keduanya, dan saya menyalurkan hobi saya untuk hal yang lebih bermanfaat dengan mengelola akun media sosial di kantor tempat saya bekerja.

Belakangan tahun 2016 saya membuat akun Instagram. Dan yang terjadi sama saja tidak bertahan lama.

Terakhir 2023 saya membuat akun Kompasiana yang mudah-mudahan bisa bertahan lebih lama. Lagi-lagi, hal itu tergantung seberapa manfaat yang diperoleh selama bermedia sosial.

Nah, kalau merunut sepengalaman saya tadi, kapan kita harus puasa media sosial itu akan dilakukan jika kita tahu manfaat media sosial bagi diri sendiri.

Jadi, pada saat seseorang menyadari bahwa media sosial sudah tidak bermanfaat bagi dirinya, saat itulah orang kemungkinan akan menahan diri untuk tidak terlalu fokus di media sosial.

Sebaliknya, bila dirasakan bermanfaat dan dampak positifnya lebih terasa, pada umumnya orang akan melanjutkan penggunaan media sosial tersebut.

Selanjutnya, apakah saya juga akan puasa membuat konten di Kompasiana?

Ya, sebagaimana pengalaman di media sosial lainnya bisa jadi saya menerapkan hal serupa jika tujuan bermedia sosial sudah tidak didapatkan di sini.

Dilansir akun media sosial Instagram Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) beberapa tanda dan gejala kita butuh puasa media sosial diantaranya yakni:

1. Ketika tidak menikmati perasaan bahagia

Saat menggunakan hingga menyukai media sosial pertama kali, otak akan mengeluarkan dopamine (suasana hati) yang dapat menyebabkan rasa bahagia luar biasa.

Akan tetapi, sesuatu yang dilakukan berulang dapat menimbulkan kebosanan, sehingga akhirnya muncul perasaan tidak lagi merasa bahagia atau tidak menikmati ketika menggunakannya.

Nah, puasa media sosial menjadi penting untuk mengembalikan rasa bahagia tersebut. Sebab, jeda yang cukup akan menimbulkan rasa rindu untuk kembali menggunakan media sosial.

2. Ketika mengganggu aktivitas pekerjaan

Media sosial sudah mengurangi waktu kerja yang optimal. Alih-alih semakin produktif, dengan alasan bermedia sosial jangan sampai menunda-nunda pekerjaan yang menjadi kewajiban kita.

Jadi, kita harus paksakan dan memastikan untuk puasa media sosial jika tidak bisa berhenti membuka media sosial sehingga hal-hal yang penting dilakukan di dunia nyata menjadi terbengkalai.

3. Ketika mulai merasa kecanduan

Terdapat masalah social pressure, yakni dorongan sosial untuk segera menjawab pesan dengan cepat, selalu update akan informasi yang kurang penting, dan lain sebagainya.

Lalu, mulai timbulnya rasa cemas dan takut tertinggal notifikasi dari media sosial juga merupakan tanda ketergantungan. Intinya, waktu yang tepat melakukan puasa media sosial tergantung pada kapan gejala-gejala ketergantungan itu muncul.

Kemudian, muncul perasaan tidak tenang yang disertai dengan rasa iri karena unggahan teman dan orang-orang yang kamu ikuti di media sosial.

Selanjutnya, media sosial sudah mengambil alih kehidupan. Makan, mandi, dan aktivitas lain yang dilakukan secara cepat karena ingin sesegera mungkin melihat media sosial adalah salah satu gejalanya.

Nah, puasa media sosial menjadi penting untuk memastikan kita tidak menjadi kecanduan dan beberapa hal negatif tersebut. Pasalnya, kecanduan media sosial dinilai dapat mengganggu kesehatan mental penggunanya.

Kemudian, bagaimana cara melakukan puasa media sosial?

Hal yang penting untuk melakukan puasa media sosial adalah mengumpulkan niat yang sungguh-sungguh.

Adapun, cara yang dapat digunakan untuk melakukan puasa media sosial antara lain:

Pertama, Mengurangi durasi menggunakan media sosial secara bertahap. Nah, salah satu indikator kesuksesan puasa media sosial dapat dilihat dari statistik penggunaan media sosial di smartphone.

Kedua, bila tuntutan pekerjaan dan media sosial harus tetap digunakan, kita masih bisa menerapkan puasa dilakukan di hari libur selain hari kerja.

Oh ya! Puasa media sosial tidak mesti langsung menghentikan penggunaannya sepenuhnya, kok.

Seperti yang saya alami, walaupun sudah sejak lama puasa menggunakan Facebook, Twitter, dan Instagram, tapi akun saya masih tetap aktif, dan sewaktu-waktu masih bisa digunakan untuk hal yang bermanfaat.

Semoga bermanfaat!

Salam Literasi

Ade Setiawan, 30.03.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun