Baca juga:Â Semarak Berburu Takjil di Alun-alun Kota PandeglangÂ
Sejarah Meriam Masjid Al-Aaraf Rangkasbitung
Menurut sejarah yang diceritakan turun temurun para pengurus Masjid Al-Aaraf Rangkasbitung, tradisi membunyikan meriam ini sudah dilakukan sejak sebelum kemerdekaan.
Tidak diketahui meriam jenis apa yang digunakan sewaktu zaman penjajahan itu.
Jika merunut tradisi budaya sunda, patut diduga meriam yang dimaksud jaman penjajahan itu adalah "bebeledugan" yakni meriam lokal terbuat dari bambu yang digunakan sebagai ajang ngabuburit anak-anak suku sunda.
Namun, yang pasti, bunyi keras yang ditimbulkan oleh meriam di Masjid Al-Aaraf ini bertujuan sebagai penanda waktu buka dan imsak selama Ramadan, lantaran saat itu belum tersedia alat pengeras suara, speaker, media televisi, dan radio yang memadai.
Nah, baru kemudian setelah kemerdekaan, Masjid Al-Aaraf Rangkasbitung mempergunakan meriam hasil rampasan penjajah Belanda.
Waktu itu warga setempat menyebutnya sebagai "Meriam Si Jagur" lantaran saat dibunyikan berdentum keras atau dalam bahasa sunda disebut ngajelegur
Saat dibunyikan, dentumannya terdengar hingga radius 10 kilometer.
Tapi kini, Meriam Si Jagur sudah tinggal kenangan dan perannya digantikan oleh meriam besi seperti yang ada saat ini.
Walaupun tidak sehebat Meriam Si Jagur, dentuman meriam besi tidak kalah keras bahkan mampu terdengar sampai radius 2--5 kilometer.