Mindful Eating: Makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Membaca tulisan-tulisan tentang mindful eating di Kompasiana yang hari-hari ini menjadi topik pilihan, saya teringat kembali nasihat-nasihat orangtua, tentang larangan-larangan ketika kami sedang makan bersama.
Kala itu kami sekeluarga hampir setiap hari - pagi, siang dan malam - makan bersama keluarga di meja makan yang cukup besar dengan enam kursi karena kebetulan saya empat bersaudara.
Belakangan ketika saya sudah mulai sekolah dan kebetulan kedua orangtua adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), kebersamaan makan hanya dilakukan ketika sarapan dan makan malam saja. Kecuali hari Minggu kami bisa kembali berkumpul untuk makan tiga kali sehari bersama-sama di ruang makan.
Dan hebatnya orangtua dulu, masakan yang dihidangkan di atas meja makan di rumah, hampir semuanya (mungkin 99 persen) adalah hasil masakan sendiri, alias masakan ibu. Tersebab itu pula, walaupun menu makanan sederhana, namun kami sekeluarga sangat menikmatinya.
Nah, saat makan bersama itulah kami selalu diingatkan untuk tidak berbicara saat sedang makan, makan jangan bersuara, dan tidak boleh menyisakan makanan untuk dibuang dalam arti harus menghabiskan makanan yang tersisa di piring makan. Tak lupa pula keduanya selalu mengingatkan untuk berdoa sebelum dan sesudah makan.
Orangtua kami kerap menyebut nasihat-nasihat itu jika tidak dilaksanakan dengan istilah yang lazim dengan perkataan pamali, yang berarti sesuatu yang tabu atau tidak boleh dilanggar dalam adat masyarakat Sunda.
Bagi kita yang lahir tahun 70-an mungkin istilah pamali tidak asing ditelinga atau karena boleh jadi karena ragam budaya dan adat setiap daerah di Indonesia, mungkin ada padanan kata lain yang serupa dengan pamali namun dalam istilah yang berbeda di masing-masing daerah.
Nah, kalau sudah dinasihati orangtua seperti itu, bagi kami dan angkatan generasi X, biasanya tanpa banyak pertanyaan kita menurut saja. Hal itu lantaran takut kualat atau dapat diartikan akan mendapat akibat buruk dari apa yang telah kita lakukan karena melanggar suatu aturan norma tertentu.
Jurus kata pamali dan kualat itulah mengapa anak zaman dulu (generasi X ke bawah) jauh lebih mudah diatur orangtua dibandingkan anak-anak zaman sekarang (generasi Y dan Z) yang kabarnya sulit sekali dikendalikan. hehehe