Festival Santri dan Tradisi 'Ngaliweut' Warga Lebak yang Tetap Eksis
Di kota tempat anak-anak kami dilahirkan, ada tradisi dimana ngaliwet atau 'Ngaliweut' sudah menjadi salah satu kearifan lokal yang dilakukan para Santri sehari-hari di pondok-pondok pesantren.
Ya, daerah tempat tinggal kami memang masih terbilang religius dengan mayoritas warganya adalah para Santri.
Berdasarkan data dari Kantor Kementerian Agama setempat, saat ini di terdapat 1.800 pondok pesantren dan sebagian besar dikelola secara tradisional (salafi) dan lainnya dikelola modern dengan dipadukan pelajaran agama Islam dan bahasa Inggris.
Baca juga ;Â Hari Santri di Kota Sejuta Santri Seribu Ulama
Tak hanya di pondok pesantren, tradisi memasak, makan bersama dan ngaliwet ditempat kami masih dilakukan warga setempat.
'Ngaliweut' adalah Bahasa Sunda. Dalam kamus bahasa daerah, ngaliwet artinya menanak nasi (dalam kastrol at panci).
Metode memasak ini terbilang cara menanak nasi paling sederhana. Cukup dengan cara mencampur air dengan beras dan masukan dalam kastrol atau panci. Lalu merebusnya di atas api sedang sampai airnya habis dan nasi matang.
Namun sekarang, banyak ragam cara ngaliwet yang dilakukan mulai dengan ditambahkan bumbu penyedap rasa, rempah, santan serta dengan tambahan ikan asin ataupun bahan -- lauk pauk - lain yang diletakkan diatas nasi setelah matang. Sehingga nasi yang dimasak menjadi terasa gurih.
Ngaliwet biasanya dimasak menggunakan ketel -- castrol - yang dipanaskan di atas tumpukan kayu bakar, ranting pohon atau dibakar dengan api unggun.