Menyambut Hari Rabies Sedunia yang jatuh pada Kamis 28 September 2023 pekan ini, penulis membaca sebuah dokumen yang berjudul "One Health Roadmap Eliminasi Rabies Nasional 2030" edisi tahun 2019.
Isinya sangat menarik di mana di situ tertuang secara tersurat sebuah peta jalan dan panduan rencana terperinci untuk mencapai eliminisasi rabies di Indonesia.
Dalam dokumen setebal 134 halaman tersebut, dinyatakan bahwa Indonesia perlu mengokohkan pelaksanaan "One Health Roadmap Eliminasi Rabies Nasional untuk mencapai target bebas rabies tahun 2030.
Dalam artikel ini saya hanya mencuplik beberapa tema, bagian yang menurut penulis penting untuk kita ketahui bersama, yakni terkait sejarah perkembangan penyakit rabies. Yuk Simak info selengkapnya!
Baca juga :Â Hari Rabies Sedunia: Pandeglang Sediakan 450 Dosis Vaksin untuk Eliminasi Rabies
Di dunia ini, rabies adalah salah satu penyakit tertua dan paling mengerikan yang pernah dikenal manusia.
Catatan tertulis dan bergambar mengenai rabies diketahui berumur lebih dari 4.000 tahun yang lalu, dan saat ini sudah endemik di lebih dari 150 negara di seluruh dunia.
Meskipun rabies dapat dicegah, penyakit ini diperkirakan membunuh 59.000 orang setiap tahun
Selama beberapa tahun belakangan, banyak negara telah melakukan aksi untuk memperkuat upaya pengendalian rabies dengan cara meningkatkan skala program vaksinasi anjing, membuat bahan biologik manusia untuk profilaksis pascapajanan (post-exposure prophylaxis) dan profilaksis prapajanan (pre-exposure prophylaxis) agar lebih mudah diakses, dan melibatkan masyarakat dalam pengendalian rabies.
Baca juga :Â Waspadai Hewan Penular Rabies di Lingkungan Sekitar Kita
Lalu, bagaimana situasi rabies di Kawasan Regional Asia Tenggara?
Badan Kesehatan Dunia, WHO Asia Tenggara (SEARO) bersama sebelas negara anggotanya telah menyusun dokumen yang berjudul: "Strategic Framework for Elimination of Human Rabies Transmitted by Dogs in the South-East Asia Region".
Strategi regional ini dikembangkan untuk eliminasi rabies pada manusia yang ditularkan oleh anjing di wilayah Asia Tenggara melalui strategi pengendalian rabies yang progresif pada anjing dan profilaksis rabies pada manusia di negara-negara endemik dan untuk mempertahankan status bebas rabies di wilayah di Asia Tenggara tahun 2020.
Strategi dalam dokumen tersebut terdiri dari tiga elemen yaitu:
Pertama, pencegahan, dengan mengintroduksi teknik-teknik intervensi yang hemat biaya untuk meningkatkan aksesibilitas, kemampuan dan ketersediaan PEP.
Begitu juga dengan mengembangkan program-progam vaksinasi massal anjing.
Kedua, promosi, dengan meningkatkan pemahaman tentang rabies melalui advokasi, kesadaran, edukasi dan riset operasional.
Begitu juga promosi kepemilikan anjing yang bertanggung jawab.
Ketiga, kemitraan, dengan menyediakan dukungan koordinasi untuk mendorong kegiatan-kegiatan antirabies dengan melibatkan komunitas, masyarakat sipil, pemerintah dan sektor non-pemerintah serta mitra internasional.
Baca juga :Â Vaksinasi Tingkatkan Kualitas Hidup Hewan Kesayangan
Nah, sekarang bagaimana situasi dan kondisi rabies di Indonesia?
Pemerintah Indonesia mencatat sejarah sukses dalam pengendalian dan pemberantasan rabies dengan melakukan vaksinasi massal rabies di Pulau Jawa.
Pulau Jawa yakni Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur dinyatakan bebas tahun 1997 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 892/Kpts/TN.560/9/1997. Sampai saat ini, ketiga provinsi tersebut tetap menjadi daerah bebas rabies.
Setelah itu, Pemerintah Indonesia menetapkan tiga provinsi di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Provinsi Banten, sebagai daerah bebas rabies tahun 2004 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 556/Kpts/PD.640/10/2004.
Rabies kemudian muncul kembali di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Garut (2005, 2006, 2009), Kabupaten Tasikmalaya (2006), Kota Sukabumi (2007), Kabupaten Sukabumi (2008, 2010, 2012, 2016), dan Kabupaten Cianjur (2008, 2015).
Kemudian, rabies juga dilaporkan di Provinsi Banten, yaitu di Kabupaten Lebak (2008) dan Kabupaten Pandeglang (2010).
Setelah dilaporkannya kembali kasus rabies di kedua provinsi tersebut, Pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3600/Kpts/PD.640/10/2009 yang menyatakan rabies berjangkit kembali di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.
Baca juga :Â Hari Rabies Sedunia: Aksi Vaksinasi untuk Eliminasi Rabies
Bagaimana situasi rabies di luar Pulau Jawa?
Di Provinsi Kalimantan Barat. Rabies pertama kali dilaporkan di Kabupaten Ketapang (2005). Setelah melakukan upaya pengendalian dan pemberantasan rabies, Provinsi Kalimantan Barat dinyatakan sebagai daerah bebas rabies (2014) melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 885/Kpts/PD.620/ 8/2014.
Tidak terlalu lama dari keluarnya Keputusan tersebut, rabies berjangkit kembali di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat (2014).
Penyebaran rabies semakin cepat meluas di Provinsi Kalimantan Barat.
Pada awal tahun 2018, Kota Pontianak merupakan satu-satunya kota dari seluruh 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat yang belum ada laporan rabies.
Di Pulau Flores. Sebelumnya Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah daerah bebas rabies secara historis, sampai dilaporkannya kasus rabies untuk pertama kali di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur tahun 1997.
Pernyataan berjangkitnya wabah rabies di Pulau Flores dinyatakan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 756/Kpts/TN.510/98.
Dalam jangka waktu empat tahun berikutnya, rabies sudah menyebar ke Kabupaten Sikka (1998), Kabupaten Ende (1999), Kabupaten Lembata (1999), Kabupaten Ngada (2000), dan Kabupaten Manggarai (2000).
Kabupaten Manggarai Barat yang terletak di ujung barat Pulau Flores merupakan daerah bebas rabies hingga tahun 2004, dimana dilaporkan adanya kasus rabies di kabupaten ini, menjadikan seluruh kabupaten di pulau flores sebagai daerah endemik
Di Pulau Bali. Sebelumnya, Provinsi Bali adalah daerah bebas Rabies secara historis, sampai dengan dilaporkannya kasus rabies pertama kali yang mengakibatkan kematian manusia di Kabupaten Badung (2008).
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 16371.1/Kpts/PD.610/12/2008 yang menyatakan rabies berjangkit di Kabupaten Badung.
Rabies kemudian juga berjangkit di Kota Denpasar (2008) dan dalam jangka waktu dua tahun terus menyebar ke seluruh kabupaten di Provinsi Bali (2010)
Di Pulau Nias. Setelah sekian lama Pulau Nias dinyatakan sebagai daerah bebas historis rabies, pada awal tahun 2010 muncul wabah rabies untuk pertama kalinya, yang merenggut nyawa di Kota Gunung Sitoli.
Pernyataan berjangkitnya rabies ditetapkan melalui Keputusan Menteri Nomor 1242/Kpts/PD.620/3/2010. Penyakit ini kemudian menyebar secara cepat ke seluruh kabupaten di Pulau Nias, sehingga keseluruhan Pulau Nias saat ini dinyatakan sebagai wilayah endemis rabies
Di Kabupaten Dompu. Sebelumnya, Provinsi Nusa Tenggara Barat dinyatakan sebagai daerah bebas historis rabies melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 316/Kpts/PK.320/5/2017.
Pada awal tahun 2019, muncul wabah rabies di Kabupaten Dompu yang menyebabkan korban manusia yang meninggal dunia.
Penyakit ini secara cepat menjalar hampir ke seluruh kecamatan di Kabupaten Dompu. Pernyataan berjangkitnya wabah rabies di Kabupaten Dompu ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 223/KPTS/PK.320/M/3/2019
Sampai dengan tahun 2019, berdasarkan dokumen One Health Roadmap Eliminasi Rabies Nasional untuk mencapai target bebas rabies tahun 2030 klik "https://p2pm.kemkes.go.id/storage/publikasi/media/file_1614831084.pdf" situasi Epidemiologi Rabies di Indonesia yakni dari 34 provinsi yang ada, sejumlah 26 provinsi dinyatakan sebagai daerah endemik rabies.Â
Hanya sisa delapan provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies, yaitu Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Papua dan Papua Barat sebagai daerah bebas historis, dan DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur sebagai daerah yang dideklarasikan bebas rabies.
Baca juga :Â Menyongsong Hari Rabies Sedunia 'World Rabies Day' 2023
Bagamana situasi rabies terkini (2023) di Indonesia? Yuk Simak berbagai data dan informasi dari berbagai sumber.
Kemkes melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular mencatat, sebanyak 234 kasus rabies telah dilaporkan terjadi di sepuluh provinsi di Indonesia pada tahun 2023. Sepuluh provinsi tersebut yakni, Bali, Jambi, Kalimantan Selatan, Lampung, NTB, NTT, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Utara. Itu kata rri.co.id edisi 2 Juni 2023
Laporan tersebut berdasarkan hasil dari sistem pencatatan dari Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNAS) dari Kementerian Pertanian.
Saat ini ada 25 provinsi yang menjadi endemis rabies. Dan hanya 8 provinsi yang bebas rabies. Delapan provinsi yang bebas dari rabies adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta. Disusul Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat dan Papua.
Data delapan provinsi yang bebas rabies tersebut masih seperti yang dulu (data 2019) alias belum ada penambahan provinsi bebas rabies (2023)
Disebutkan juga, rabies itu tantangannya cukup besar, karena gigitan hewan pembawa rabies itu rata-rata dalam setahun sampai 80 ribu kasus. Dan angka kematiannya rata-rata 68 dalam tiga tahun terakhir.
Angka kematian tertinggi pada kasus rabies tercatat tahun 2022. Pada tahun itu, kematian akibat rabies mencapai 102 kasus dalam setahun, dengan rata-rata kasus per tahun sebanyak 104.229.
Melihat situasi dan kondisi tersebut, apakah peluang Indonesia Bebas Rabies pada 2030 dapat diwujudkan?
Tentu saja kita semua harus optimistis ya Gaes bahwa Indonesia mampu meng-eliminasi rabies pada tahun 2030
Ayo Wujudkan Indonesia Bebas Rabies
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H