Mohon tunggu...
Adena Virginia
Adena Virginia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencegahan Stunting Sebagai Tantangan dalam Pembangunan Kesehatan dan Sosial di Indonesia

1 November 2023   11:11 Diperbarui: 1 November 2023   11:20 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Stunting adalah bentuk gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting diukur berdasarkan status gizi dengan mempertimbangkan tinggi atau panjang badan balita, umur dan jenis kelamin. Kebiasaan masyarakat yang tidak mengukur tinggi badan dan panjang badan anak membuat stunting sulit disadari. Gizi buruk merupakan  dampak  status gizi  baik dalam jangka  pendek dan jangka panjang.

Gizi buruk dan stunting memiliki hubungan yang erat dan berkesinambungan. Gizi buruk adalah salah satu penyebab utama stunting. Ketika seorang anak menderita kekurangan gizi pada awal masa pertumbuhannya, anak tersebut akan mengalami gangguan yang tidak dapat diperbaiki pada perkembangan fisik, yang pada akhirnya menghasilkan stunting. Anak dengan keterlambatan perkembangan mempunyai rata-rata kecerdasan intelektual (IQ) 11 poin lebih rendah dibandingkan rata-rata IQ  anak normal. Jika anak  tidak mendapatkan intervensi dini, gangguan tumbuh kembang akibat gizi buruk akan terus berlanjut hingga dewasa.

Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SGGI) pada Rapat Kerja Nasional BBKBN pada Rabu, 25 Januari 2023, menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Meskipun prevalensinya menurun, stunting  masih dianggap sebagai masalah serius di Indonesia karena  prevalensinya  masih di atas 20%. Oleh karena itu,  stunting masih menjadi masalah serius dan perlu segera diatasi untuk menurunkan jumlah kasus stunting  sesuai rekomendasi WHO (Kemen PPPA, 2020).

Penyebab Stunting

  • Kekurangan Gizi Kronis 

Salah satu penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis, terutama selama periode pertumbuhan awal, yaitu pada anak-anak di bawah usia dua tahun. Malnutrisi sejak usia dini dapat meningkatkan angka kematian pada bayi dan anak kecil. Selain itu, Malnutrisi dapat menyebabkan anak rentan terhadap penyakit dan memiliki postur tubuh yang kurang optimal di masa yang akan datang.

  • Kekurangan Gizi Selama Kehamilan 

Stunting dapat terjadi saat janin masih berada di dalam kandungan. Jika ibu hamil tidak mendapatkan nutrisi yang cukup selama kehamilan, pertumbuhan janin dalam kandungan dapat mengalami hambatan dan terus berlangsung hingga setelah kelahiran.

  • Kurangnya Edukasi dan Kesadaran (Awareness)  

Minimnya pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan dan gizi sebelum hamil maupun masa nifas juga menjadi penyebab lambatnya tumbuh kembang anak. Maka dari itu penting untuk melakukan Edukasi dan Informasi yang tepat kepada ibu hamil untuk membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik terkait gizi dan perawatan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal anak mereka.

  • Faktor Sosial dan Ekonomi 

Terbatasnya pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan kehamilan dan pasca melahirkan, kurangnya akses terhadap makanan bergizi, keterbatasan akses terhadap sanitasi dan air bersih dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyakit yang dapat menghambat  pertumbuhan anak-anak

Dampak Stunting terhadap Pembangunan

Hubungan antara stunting dan pembangunan sosial di Indonesia sangat erat, karena stunting memiliki dampak yang signifikan pada aspek-aspek sosial dan pembangunan negara. Berikut adalah dampak-dampak stunting terhadap pembangunan sosial di Indonesia:

  • Pendidikan

Stunting dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan potensi sumber daya alam di suatu negara. Kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan otak anak dan kemampuan belajar mereka.

  • Kesehatan

Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah dan lebih rentan terhadap penyakit infeksi.

  • Produktivitas Ekonomi 

Individu yang mengalami stunting mungkin memiliki keterbatasan fisik dan kemampuan kognitif yang mempengaruhi produktivitas mereka di sektor pekerjaan. Angkatan kerja yang lebih sehat dan terdidik diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

  • Ketidaksetaraan Sosial

Stunting cenderung memengaruhi kelompok-kelompok yang kurang mampu secara ekonomi dan daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi di masyarakat karena anak-anak tersebut mungkin mengalami kesulitan dalam mencapai potensi mereka.

  • Perkembangan Sosial

Anak-anak yang tumbuh dengan stunting mungkin mengalami stigma sosial atau diskriminasi, yang dapat mempengaruhi hubungan sosial mereka dan kepercayaan diri mereka.

Kebijakan Penanggulangan Stunting di Indonesia 

Pencegahan stunting merupakan salah satu dari banyak indikator pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan oleh PBB dalam agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. Dengan demikian, Upaya pencegahan stunting seharusnta menjadi bagian integral dari strategi pembangunan yang lebih luas untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Melalui kebijakan pembangunan yang berfokus pada gizi dan Kesehatan anak, Indonesia dapat mencapai kemajuan yang signifikan dalam mengatasi stunting dan menciptakan Masyarakat yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Rencana aksi intervensi stunting diusulkan menjadi 5 pilar stranas percepatan penurunan stunting, yaitu melalui:

  • Peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa.
  • Peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan Masyarakat.
  • Peningkatan konvergensi Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif di Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah
  • Peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat.
  • Penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi.

Berbagai kebijakan dan regulasi telah dikeluar kan pemerintah dalam rangka penanggulangan stunting. Adapun kebijakan/regulasi tersebut, di antaranya yaitu :

  • Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005--2025,
  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019,
  • Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015,
  • Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan,
  • Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif,
  • Peraturan Presiden (Perpres) No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi,
  • Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 450/Menkes/SK/ IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Pada Bayi di Indonesia,
  • Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.
  • Permenkes No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
  • Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.
  • Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK), 2013.
  • Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK).

Intervensi Pemerintah dalam Penanggulangan Stunting 

Salah satu prioritas pemerintah saat ini adalah mencegah stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, memiliki kemampuan emosional, sosial dan fisik, kemauan belajar, dan kemampuan berinovasi serta bersaing secara global.

Selanjutnya kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah terkait upaya penanggulangan gizi buruk akan ditindaklanjuti dan diinterpretasikan ke dalam rangkaian program dan kegiatan  oleh masing-masing kementerian/lembaga terkait yang dilaksanakan sesuai tugas pokok dan fungsinya sebagai bentuk intervensi pemerintah.

Intervensi yang dilakukan pemerintah terbagi menjadi intervensi sensitif dan intervensi spesifik. Intervensi gizi spesifik dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) (TNP2K 2017). Intervensi gizi sensitif dilakukan oleh sektor lain di luar kesehatan, seperti Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dimana kerjasama lintas sektor ini telah diatur dalam Perpres No. 02 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

 

Kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait upaya penanggulangan gizi buruk kemudian ditidaklanjuti dan diinterpretasikan ke dalam rangkaian program dan kegiatan yang dilakukan oleh tiap-tiap kementerian/lembaga terkait disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai wujud dari intervensi pemerintah.

Intervensi yang dilakukan pemerintah dikelompokan menjadi intervensi sensitif dan intervensi spesifik. Intervensi gizi spesifik dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) (TNP2K 2017).

Intervensi gizi sensitif dilakukan oleh sektor lain di luar kesehatan, seperti Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dimana kerjasama lintas sektor ini telah diatur dalam Perpres No. 02 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

Kementerian Kesehatan mengungkapkan ada 3 upaya yan dilakukan untuk mencegah stunting di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyatakan bahwa program atau intervensi ini berfokus ke Wanita sebelum melahirkan.

Upaya pertama untuk mencegah stunting adalah dengan pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) untuk para remaja putr agar mereka tidak kekurangan gizi dan zat besi. Upaya kedua adalah dengan pemberian TTD (Tablet Tambah Darah), pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil untuk memberi gizi dan zat besi serta memantau perkembangan janinnya. Upaya ketiga adalah dengan memerikan makanan tambahan berupa protein hewani seperti telur, ikan, ayam daging dan susu pada anak usia 6-24 bulan.

Mencegah stunting memerlukan kerja sama dari berbagai pihak dan pemahaman tentang peran masing-masing pihak dalam upaya ini. Kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan Masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan pencegahan stunting

Referensi :

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun