Program layanan bimbingan konseling di sekolah selalu didasarkan pada kebutuhan, kekuatan atau kelemahan, minat, dan isu-isu berkenaan dengan tahapan perkembangan siswa yang merupakan bagian fundamental dan terstruktur dari keseluruhan program pendidikan.
Keberadaan konselor merupakan upaya untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai tugas perkembangan yang berkaitan dengan aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Dalam pemberian pelayanan bimbingan konseling, konselor selalu menemui beberapa kasus yang berkaitan dengan kenakalan siswa atau siswa bermasalah.Â
Dengan adanya pendekatan bimbingan konseling dalam mengatasi permasalahan siswa dapat dijadikan sebagai upaya penyembuhan dan membangun kualitas hubungan interpersonal antara konselor dan siswa. Â
Berbagai macam kasus yang ditemui oleh konselor dapat diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan. Mulai dari kasus ringan, kasus sedang, hingga kasus yang paling berat.Â
Tentunya berdasarkan klasifikasi kasus tersebut pasti membutuhkan layanan responsif berupa pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera.
Kasus ringan diantaranya seperti, membolos sekolah, malas mengerjakan tugas, kesulitan dalam belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, dan mencuri kelas ringan.Â
Berdasarkan beberapa macam kasus tersebut, masih dapat dibimbing dan ditangani oleh wali kelas hanya dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah maupun konselor terkait dengan upaya penyelesaian kasus.
Kasus sedang biasanya berkaitan dengan gangguan emosional, berpacaran dengan melakukan tindakan yang melanggar norma asusila, permasalahan keluarga, minum-minuman keras tahap pertengahan, dan mencuri kelas sedang.Â
Upaya penyelesaian kasus dapat dilakukan oleh konselor dengan berkonsultasi kepada tenaga profesional seperti polisi, guru, dan sebagainya.
Sedangkan, kasus berat yang sulit untuk ditangani oleh konselor seperti, gangguan emosional berat, kecandual alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api.Â
Upaya penyelesaian kasus ini harus dilakukan secara khusus dengan melakukan proses referal (alih tangan kasus) kepada psikolog, psikiater, dokter, polisi, dan ahli hukum.
Dalam hal ini, konselor membutuhkan tenaga yang lebih ahli dalam proses penanganan kasus berat yang sudah berada diluar kendalinya, sehingga dilaksanakan tindakan alih tangan kasus.Â
Sebelum alih tangan kasus diterapkan, biasanya terdapat kesepakatan yang dilakukan antara pihak sekolah dan orangtua siswa yang menghasilkan persetujuan atau penolakan.
Tentunya pihak - pihak penerima alih tangan kasus yang ditunjuk sudah berkompeten dan menyanggupi proses penyaluran dan penempatan alih tangan kasus.Â
Pihak sekolah bekerjasama dengan pihak penerima alih tangan kasus yang disesuaikan dengan karakter siswa berdasarkan jenis masalah yang dialami. Hal ini bertujuan agar upaya penanganan kasus dapat dilakukan efektif dan tepat sasaran.
Referal yang ditangani oleh psikolog biasanya berupa kasus terkait masalah kehidupan yang selalu mengganggu kehidupan sehari - hari. Lebih berkaitan dengan kondisi mental dan kejiwaan siswa. Teknik konseling yang biasanya dilakukan sebelum direferal ke psikolog yaitu konseling individu.
Referal yang ditangani oleh polisi tentunya bersangkutan dengan siswa yang sudah melanggar norma hukum dan melakukan perbuatan menyimpang yang dapat berdampak buruk pada dirinya sendiri maupun orang lain yang ada di sekitarnya.Â
Seperti, penyalahgunaan narkoba, tindakan kekerasan dan perkelahian antar siswa, dan pencurian yang sudah tidak dapat ditolerir oleh pihak sekolah dan konselor. Teknik penyampaian dalam program ini dengan cara sosialisasi massal, kegiatan ini dilakukan sebagai upaya pencegahan agar siswa tidak melakukan penyalahgunaan narkoba.
Referal yang ditangani oleh Lembaga Pendidikan kegamaan, siswa yang sudah berpacaran dengan melanggar norma asusila dan siswa yang hamil. Teknik yang digunakan sebagai upaya penanganan kasus menggunakan metode yang lebih bersifat spiritual dan religius. Siswa ditangani dalam jangka waktu tertentu, apabila penanganan sudah dirasa cukup maka siswa akan dikembalikan kepada pihak sekolah.
Prosedur pelaksanaan sebelum dilakukan proses alih tangan kasus harus melalui beberapa tahap terlebih dahulu, diantaranya:
1. Adanya Pertimbangan.
Agar pelaksanaan alih tangan kasus mendapat persetujuan dari berbagai pihak. Maka, dibutuhkan adanya persetujuan yang berasal dari pertimbangan antara konselor, wali kelas, dan wali murid. Tetapi yang paling penting adalah keinginan dari siswa yang bersangkutan apakah bersedia kasusnya direferal atau tidak.
2. Kontak.
Konselor menghubungi pihak yang menerima alih tangan kasus melalui surat, telepon atau lainnya. Jika pihak tersebut setuju, maka konselor harus cepat menemuinya untuk membicarakan bagaimana tindak lanjut yang akan dilakukan.
3. Waktu dan Tempat.
Alih tangan kasus dilaksanakan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah dijadwalkan oleh pihak penerima.
4. Evaluasi.
Dilakukan analisis dan evaluasi terhadap efektifitas alih tangan kasus berkenaan dengan pengentasan masalah siswa secara menyeluruh.
Sumber Referensi: Rohmat, R. (2022). Model Bimbingan Alih Tangan Kasus (Referal) di SMA Negeri 1 Karangreja Purbalingga. Jurnal Ilmiah Mandala Education, 8(2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H