Mohon tunggu...
Ade Irma Mulyati
Ade Irma Mulyati Mohon Tunggu... Guru - SDN Jaya Giri Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat

Mau berbagi itu indah karena menabur kebahagiaan, dengan ikhlas memberi semoga menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Guru yang Kesepian

14 September 2020   13:23 Diperbarui: 14 September 2020   13:42 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku enggan menemuimu, masa pengantin baru aku ganggu kan tidak enak lah. Namanya yang lagi honeymoon pasti banyak pekerjaan.

"Bah, besok aku akan pulang."

"Lho, kok cepet amat?"

"Istirahatnya mau di sana saja."

Dari kamar depan ada yang menyeletuk, "hai adikku sayang, jangan lupa bulan depan pulang, inget kakakmu yang cantik akan bersanding di pelaminan!"

"Iya, pasti. Akan diusahakan."

Aku melangkah bergegas menuju terminal angkot. Sudah direncanakan aku tak pulang dulu, tetapi akan singgah di basecamp di rumah sahabat karibku yang tinggal di kota.

....

"Hai, apa kabar. Kamu dimana sekarang?"

"Aku, di rumah. Tumben kau telepon. Ada apa?"

"Aku mau nginep."

"Hah?"

Kau gelagapan tatkala melihat kepalaku yang menyembul dari balik pintu.

"Ah, kau. Kebiasaan buruk yang belum hilang dari dulu."

Aku hanya senyum sambil ngeloyor ke kursi tamu.

"Sebentar, kamu kabur ya? Itu bawa tas gede gaban begitu? 

" Sudahlah, nanti aku ceritakan. Eh, sebentar lagi Yuni datang."

"Kau, parah banget sih. Masa ke rumah aku bawa pasukan. Kau harus paham aku sudah punya suami. Minggu ini dia pulang."

"Tenang, suamimu gak akan datang. Bilang saja. Mas, aku sedang datang bulan, jadi pulangnya jangan sekarang?"Kataku sambil cekikikan.

"Ah, kau. Mengajari yang gak bener, nih."

Lama-lama kau luluh juga, dan menuruti saran kami. Entah pertanyaan apa yang berkecamuk di hati suami Titi  sahabatku itu. Biarkan saja tak perlu dipikirkan justeru inilah saatnya kami reuni kecil.

Yuni, Aku dan Titi seperti biasa menghabiskan malam dengan berbagi kisah masing-masing. Setelah aku mengisahkan apa yang terjadi, kini giliran Yuni yang bersuara.

"Kamu, bagaimana, Yun? Hebat sudah jadi guru idaman."

"Alhamdulillah, itulah nasib semua sudah ada yang mengatur. Baiklah aku akan mengisahkan hal yang paling menguras emosiku di masa Pandemi Covid-19 ini. Kau tahu pagi itu aku mengalami rasa kangen yang dalam kepada anak-anak.

Setelah dari bulan Maret 2020 Kementrian Pendidikan resmi menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sejak itu mulailah aku melakukan aktivitas pembelajaran dari rumah. Menjelaskan materi pelajaran dengan video tutorial. Kadang membimbing siswa dengan Video Call. Seringnya memberi tugas lewat WA Grup.

"Asyik dong." kataku menimpali

"Siapa bilang asyik, aku ingat betul kejadian yang aku sendiri heran. Kau pasti gak percaya deh."

"Bagaimana kisahnya, bikin penasaran saja?"

"Sejak malam hari aku merasa ada yang lain yang kurasa. Diawali dari suami yang mengirim video, yang menggambarkan siswa yang sabar melakukan Belajar Dari Rumah (BDR). Tak terasa sembari menikmati tayangan, ada bulir putih meluncur perlahan. Pelupuk mataku basah. Aku rindu kalian."

"Kau tahu tidak, aku sampai tak kuasa meneruskan menonton tayangan sampai tuntas, rasa haru terus menyeruak menerobos relung hati yang paling dalam. Sekilas muncul ide untuk mengalihkan rasa yang bergelora dengan menyetrika. 

Tak disangka dari tumpukan baju menyembul seragam warna drill yang biasa aku kenakan setiap hari. Kupandangi dalam-dalam setelan yang kugantungkan."

.....

"Sungguh aku tak bisa menahan. Sampai di penghujung malam tatkala pagi datang tanpa pikir panjang aku kenakan seragam itu.

Memang hari ini adalah jadwal Penilaian Tengah Semester(PTS) bagi siswa. Sejak jauh hari sudah direncanakan rangkaian pembelajaran.

Tanpa sadar aku lajukan motor mengarah ke sekolah. Sampai di pintu gerbang yang digembok, barulah aku sadar. Sambil mengusap wajah kubaca istigfar."

"Astagfirullahaladziim, aku terperanjat sekali."

"Hmm, terus bagaimana lanjutannya?"

"Sejenak kupandangi halaman sekolah yang sepi. Kelas yang kosong. Sepi dan sunyi yang menyelimuti. Gedung sekolah yang lenggang seperti sebuah museum di tengah kota. 

Dulu sebelum Pandemi Covid-19 datang, sekolah ini ramai sekali. Kicauan burung bersahutan dengan gelak tawa siswa. Riuh rendah tepuk tangan bergemuruh ketika mereka melakukan yel-yel belajar.

Dalam hatiku sangat rindu kalian. Mungkin kalau ada yang lihat aku seperti orang gak sadar kali ya.

Dalam hati aku berkata, Nak, lihatlah bu gurumu yang kesepian. Menunggu pandemi segera berlalu, supaya kita bisa melakukan adaptasi kebiasaan baru belajar bersama tatap muka di kelas yang ditata dengan suasana dan tata kelola yang nyaman dan aman. Bu guru sama seperti kalian ingin bersua dengan menyapa, "Selamat pagi, anak-anak?" 

Aku, mendekap Yuni dengan erat, sambil memegang tangan aku berbisik, "Marilah kita berdoa agar Pandemi Covid-19 segera berlalu dan bu guru tidak kesepian lagi."

Semoga.

Bandung Barat, 14-09-020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun