Oleh: Ade Imam Julipar
18-04-20
Saya suka minum kopi. Dan juga suka minum teh manis. Kalau sekarang teh manisnya menggunakan teh celup. Berbeda dengan sebelum teh celup marak. Jika ingin minum teh manis, menggunakan teh serbuk atau teh bubuk.
Dulu teh serbuk yang sering saya pakai adalah teh cap Djumput. Dibaca: Jumput. Itu masih pakai ejaan lama "J"-nya. Masih menggunakan "Dj". Â Teh dengan gambar catutan di kemasannya itu memang cukup terkenal di kampung asal saya.
Waktu kecil saya juga sering minum teh. Tapi bukan teh manis. Teh tawar. Ibu selalu membuat air teh tawar untuk orang serumah. Cara membuatnya merebus langsung teh-nya. Jadi, bukan dengan cara menuangkan teh ke dalam air panas, tetapi merebus sekaligus teh dan airnya. Sehingga rasanya pun lebih "nendang".
Baik teh tawar yang dibuat ibu saya, atau pun ketika saya membuat teh manis sendiri dengan teh serbuk, saya memerlukan saringan untuk memisahkan kepingan-kepingan  teh kecil itu dengan air. Supaya teh-nya tidak ikut terminum.
Karena berat jenis teh lebih ringan dibanding air, maka kepingan-kepingan teh kecil itu mengapung di atas air di dalam gelas. Sehingga ketika akan diminum, teh itu yang bergerak duluan ke mulut, bukan airnya.Â
Alhasil, di bibir terjadi penumpukan kepingan-kepingan kecil teh. Dan itu sangat menganggu. Karena yang akan saya minum adalah air teh-nya, bukan teh-nya.
Dan saringan lah yang menjadi penyelamatnya. Saya memerlukan satu gelas lagi dengan ukuran yang sama, kemudian di atas gelas kosong itu saya tuangkan gelas yang sudah berisi air teh -- baik teh tawar maupun teh manis. Air berpindah ke gelas kosong, sedangkan kepingan teh-nya tersangkut di saringan.
Saringan, sebuah alat yang dipakai untuk memisahkan mana yang akan dipakai dan mana yang tidak.
Saringan muncul dalam bentuk berbeda di tahun 2020. Saringan alamiah. Saringan itu dalam bentuk wabah pandemi virus corona atau Covid-19.
Ya, corona adalah saringan alam yang bekerja untuk menyaring siapa saja yang kuat, berarti dia bisa melewatinya. Dan yang tidak kuat akan tersaring dengan sendirinya. Pengertian kuat disini mencakup: Fisik, Psikis, Financial, maupun Spiritual.
Semua manusia di muka bumi ini sedang disaring oleh Corona. Siapa yang kuat, dia yang bisa melanjutkan kehidupannya.
Dalam tradisi Darwinisme ini disebut dengan: Seleksi alam. Siapa yang kuat, dia yang menang. Survival of the Fittest.
Hal ini dijelaskan dengan gamblang dan detail dalam buku The Origin of Species-nya Charles Darwin.
Buku yang diterbitkan kali pertama pada 1859 ini menarik kembali untuk dibaca karena relevansinya dengan wabah pandemi Covid-19.
Di salah satu bagian, buku itu mengatakan: " Seleksi alam cenderung hanya membuat setiap mahluk hidup menjadi sesempurna dengan atau sedikit lebih sempurna daripada penghuni lain dari daerah yang sama yang harus berjuang untuk hidup".
Ya, ketika manusia bisa melewati wabah pandemi Covid-19. dia akan menjadi pribadi berbeda dengan sebelum adanya wabah. Dia akan lebih kuat. Karena sudah teruji dan terbukti bisa melewatinya. Sudah berhasil lolos saringan.
Akan muncul budaya baru dalam masyarakat yang sudah lolos saringan ini. Rajin mencuci tangan, memakai masker di tempat keramaian, Batuk dan bersin tidak sembarangan. Â
Mungkin juga menjaga jarak masih dipertahankan dalam tempat dan situasi tertentu. Bukankah dengan menjaga jarak juga bisa meminimalisir pelaku kejahatan -- seperti copet --untuk menjalankan aksinya?
Pola hidup bersih dan sehat akan terbawa sampai wabah pandemi Covid-19 hilang. Mereka melakukan itu bukan lagi karena paksaan, tapi karena kesadaran. Mereka memahami betapa pentingnya berlaku bersih dan sehat demi kelangsungan hidup.
Di bagian lain bukunya, Darwin mengatakan: " Teori seleksi alam didasarkan pada keyakinan bahwa setiap varietas baru dan akhirnya setiap spesies baru dihasilkan dan dipertahankan karena memiliki suatu kelebihan dari pesaingnya yang termasuk dalam persaingan, dan kepunahan sebagai akibat  dari  bentuk-bentuk yang kurang beruntung merupakan kelanjutan yang hampir tak terelakan".
Yang perlu digaris bawahi di bagian ini adalah: memiliki suatu kelebihan dari pesaingnya. Ya, itu tadi yang saya jelaskan di atas, manusia yang memiliki kelebihan atau kekuatan: Fisik, Psikis, Financial, maupun Spiritual yang akan bertahan hidup. Yang tidak memiliki kelebihan atau kekuatan 4 hal tersebut akan terpinggirkan dengan sendirinya.
Memang terdengar kejam. Tapi seperti itu kenyataannya. Alam memiliki hukum besi-nya sendiri.
Dalam masyarakat modern, manusia tidak bergerak secara orang per orang. Tetapi bergerak secara berorganisasi. Baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil.Â
Baik tingkat negara, maupun tingkat RT. Jadi, seleksi alam lebih terstruktur dan terorganisir. Ada arahan secara top down untuk terlibat dalam seleksi alam yang sedang terjadi.
Kemudian di bagian lain lagi bukunya, Darwin mengatakan: " Isolasi merupakan elemen penting dalam proses seleksi alam. Di daerah yang terbatas dan terisolasi, jika daerahnya tidak terlalu luas, kondisi kehidupan organik dan anorganik umumnya berada dalam tingkat yang keseragaman besar; sehingga seleksi alam akan cenderung memodifikasi semua individu dari spesies yang berbeda-beda di seluruh daerah dengan yang sama dan dengan kondisi yang sama".
Apa yang sudah diupayakan di beberapa tempat, entah itu dengan istilah: Karantina, Lockdown, PSBB, Stay at home, Â dan mungkin ada istilah-istilah lainnya, itu sudah sangat tepat. Karena itu semua bentuk nyata dari isolasi. Dan isolasi sendiri adalah elemen penting dari seleksi alam.
Ini senafas dengan sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori: "'Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu". Â Ya, ini adalah teknik isolasi yang juga diintrodusir Darwin.
Upaya Isolasi yang dilakukan itu adalah sebuah penjara. Orang yang stay at home adalah penjara rumah. Sedangkan Lockdown adalah penjara kota. Penjara dalam bentuk dan kadar berbeda.
Berbicara mengenai penjara, saya teringat sebuah buku karangan Tan Malaka: Dari Penjara ke penjara. Sebuah Autobiografi. Sebuah buku yang terdiri dari dua jilid tebal.
Pada Jilid 1 di Bab 2, diterangkan disana bahwa pada dasarnya ada dua kodrat terbesar yang menggerakan jiwa semua mahluk hidup, termasuk jiwa manusia, yaitu kehendak ingin hidup dan kehendak tidak mau mati. Â Yang disebut pertama adalah kehendak positif, dan yang disebut belakangan adalah kehendak negatif.
Ini bisa kita jadikan pisau analisa untuk imbas wabah pandemi Covid-19 sekarang ini.
Orang melakukan isolasi karena tidak mau mati oleh Covid-19. Dan di sisi lain, masih ada beberapa orang yang keluar rumah karena mereka ingin tetap hidup. Untuk yang keluar rumah di saat wabah, ketakutan mereka akan kelaparan lebih besar dibanding ketakutan mereka terhadap Covid-19.Â
Karena kebutuhan dasar mereka terancam. Dan untuk mengetahui hal ini, kita tidak perlu bersusah payah membaca Maslow dengan Hierarki Kebutuhannya.
Covid-19 adalah saringan. Sama seperti saya ketika akan meminum teh manis yang saya bikin dari teh bubuk. Saya perlu untuk menyaring teh dari air yang akan diminum. Sehingga yang ingin saya minum air teh-nya saja, sedangkan teh-nya tertinggal di saringan. Covid-19 adalah saringan alam.
Do'a yang terbaik untuk situasi saat ini adalah: Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang kuat yang bisa melewati saringan ini, sehingga bisa melanjutkan kehidupan dan memberi nilai lebih bagi kemanusiaan, sehingga bisa ikut terlibat dalam memanusiakan manusia lebih manusia.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H