Pertama, meski khawatir, orang tua tetap mengizinkan anaknya kembali ke sekolah. Alasannya bisa karena melihat orang tua siswa lainnya yang begitu yakin mengizinkan anak-anak mereka kembali ke sekolah; atau juga karena anaknya sendiri "keukeuh" ingin kembali belajar di sekolah.
Di satu sekolah, bahkan ada orang tua yang pada mulanya tidak setuju anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka, dan telah menyerahkan surat pernyataan tidak setuju ke pihak sekolah. Namun, kemudian karena anaknya merengek ingin belajar secara tatap muka di sekolah, orang tua itu pun menarik kembali surat pernyataan tidak setuju yang telah diberikan ke sekolah dan mengantarkan anaknya kembali belajar tatap muka di sekolah.
Kedua, karena khawatir, orang tua tidak mengizinkan anaknya kembali belajar ke sekolah. Meski sekolah telah memenuhi standar untuk mengadakan pembelajaran tatap muka, golongan orang tua ini tetap belum mengizinkan demi memproteksi buah hatinya dari kemungkinan terjangkit virus di sekolah.
3. Takut
Meski tidak banyak, golongan orang tua ini cenderung terkonsentrasi pada angka-angka penularan virus daripada tingkat risiko suatu wilayah atau pun upaya maksimal sekolah dalam menerapkan protokol kesehatan.
Orang tua yang mengambil sikap ini sudah pasti tidak mengizinkan anaknya kembali belajar di sekolah sampai masa pandemi benar-benar berakhir.
Nah, itulah tiga macam sikap orang tua siswa dalam merespons pembelajaran tatap muka di masa pandemi. Ada yang cenderung merespons hal tersebut dengan senang, namun ada pula yang khawatir, bahkan takut.
Dan, pada prinsipnya, setiap orang tua siswa bebas untuk menentukan sikap. Orang tua juga bebas untuk memutuskan "bersedia/tidak bersedia" buah hatinya kembali mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah, pada masa pandemi ini.
Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan-Nya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H