Mohon tunggu...
Ade T Bakri
Ade T Bakri Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka kopi

Adenyazdi.art.blog

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran Berharga dari Pesan dan Cerita Baik yang Sarat akan Hikmah

26 Januari 2021   19:06 Diperbarui: 30 Januari 2021   15:39 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ImagIlustrasi Bapak dan Anak (Sumber gambar: pixabay.com)

"Kau belajar dengan membaca. Tapi kau memahami dengan cinta."- Maulana Jalaluddin Rumi

Nak, yang harus kalian ketahui bahwa manusia dikatakan manusia karena dua Hal. Pertama, Akalnya. Kedua, Cinta yang bersemayam di hati. 

Tanpa kedua hal tersebut, manusia takubahnya seperti mahluk yang lain. Hanya bergerak, tumbuh dan berkembang biak. 

Sekolah yang tinggi, lahap semua ilmu pengetahuan. Akan tetapi ingat Nak, asah juga hatimu, agar menjadi manusia paripurna. Manusia  yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi  juga emosional maupun spritual. 

Begitu pun, dengan kata-kata/ucapan.
Jagalah ucapanmu. Hati-hatilah dalam berucap. Sebab, setiap kata yang terlontar/terucap keluar dari mulut pasti memiliki efek. 

Namun ingat, walaupun tidak semua kata mengandung arti yang baik. Akan tetapi kata-kata baik, akan tetap baik, sekalipun terucap dari mulut seorang penjahat/penipu

Mengapa? 

Ketika ada seorang jahat/penipu yang mengatakan berlaku adillah sejak dalam pikiran atau tetaplah menjadi orang yang jujur. 

Apakah kata-kata itu menjadi buruk karena yang mengucapkan itu seorang yang jahat/penipu? 

Tentu tidak. Mengapa? Sekalipun kata itu di ucapkan penipu, kata tersebut tetaplah baik. 

Pendek kata, dengarkan apa yang dikatakan jangan melihat siapa yang mengatakan. Kalau itu baik bagimu, terimalah. Perhatikanlah ucapannya jangan memperhatikan yang mengucapkan. Sebab hal benar pun terkadang keluar dari mulut seorang penjahat. 

***

Dulu, guru ngajiku pernah mengatakan demikian. Beliau pun mengatakan, jangan hanya berucap yang baik, tetapi berbuatlah yang baik. 

Kata-kata baik, tanpa perbuatan baik sama halnya dengan ketika kita berbicara spidiodola  tanpa bisa menunjukan apa itu spidiodola

Dengan demikian, apabila kita mengatakan santuni fakir miskin, sisihkan sebagian hartamu untuk orang yang takpunya. 

Kita pun harus bisa menunjukan atau memperlihatkan bahwa inilah yang namanya menyantuni, menyisihkan harta ke orang lain. 

Pendeknya, kata menyantuni, menyisihkan harta merupakan kata yang baik. Akan tetapi kata baik tersebut akan lebih  bermakna apabila kata itu diejawantahkan dalam perbuatan.

Cerita Baik Yang Sarat Akan Hikmah

Ada sebuah cerita dari guru ngaji saya yang begitu mempengaruhi saya. 

Tentang kisah seorang pemuda yang menyingkirkan duri kecil  yang ia temui tergeletak di jalan. 

Kisah tersebut di ambil dari sebuah hadis.
Ketika ada seorang lelaki tengah berjalan di suatu jalan dan ia mendapati batang kayu yang berduri di jalan tersebut, lalu ia mengambil dan membuangnya. Maka Allah 'azza wajalla berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosa-dosanya."
(HR. Muslim, Hadits No 4743)

Perbuatan itu terlihat sederhana. Namun, membawa dampak yang besar bagi diri maupun orang lain. 

Pendek kata, pesan maupun cerita baik yang disampaikan guru ngaji itu  membawa dampak positif bagi diri saya.

Saya percaya bahwa karakter seorang anak itu akan terbentuk bukan hanya dari cerita baik (seperti cerita-cerita yang mengandung hikmah). Akan tetapi juga teladan atau perbuatan yang mengarah pada kebaikan, seperti pada cerita di atas. 

Sebab anak adalah pendengar dan peniru yang handal. 

Saya sendiri merasa bersyukur, karena tumbuh dengan didikan, cerita-cerita baik sarat dengan pesan hikmah.

Walaupun masih banyak kekurangan yang ada pada diri, saya merasa bahwa apa yang guru ngaji sampaikan sangat berguna dan membentuk kepribadian saya. 

Mungkin Anda yang membaca ini akan merasa aneh dengan perbuatan saya. 

Entah kenapa, kalau saya melihat ada serangga, semisal semut yang jatuh ke dalam air, saya pasti akan mengangkat, memindahkannya ke tempat yang aman. 

Misalnya, ketika hendak mandi, saya sering perhatian bak mandi. Jangan-jangan ada serangga ataupun hewan lain yang jatuh ke dalam baik mandi. 

Sekiranya saya menemukan ada serangga yang terjatuh dan masih hidup, saya langsung mengangkat, memindahkannya ke tempat aman. Saya merasa seperti ia meminta tolong untuk diselamatkan. 

Itulah barangkali dampak dari cerita baik yang mempengaruhi saya. Saya berpikir bahwa dengan memindahkan duri saja mendapatkan ampunan, bagaimana dengan menyelamatkan mahluk Tuhan? 

Dengan demikian, bagi saya ucapan dan perbuat baik, seharusnya sedari dini sudah diajarkan kepada anak-anak kita. 

Banyak dari kita yang mungkin pintar dan cerdas, tetapi minim rasa simpati dan empati. 

Mengapa? 

Peristiwa kata/ucapan rasis yang terlontar baru-baru ini, menghebohkan jagad maya, maupun nyata. Bukankah itu menunjukan  bahwa, ada dari kita yang tak punya rasa simpati dan empati? 

Padahal seandainya kita sejenak saja merenungi tentang hakikat diri, kita pasti menyadari bahwa kita semua adalah saudara dalam kemanusiaan.

Maka dari itu, sebelum mengeluarkan ucapan ataupun berbuat sesuatu, nimbang-nimbanglah terlebih dahulu, apakah kata ini menyakiti atau melukai orang lain. 

Sebab, Perkataan/ucapan atau perbuatan yang tak kita sukai apabila itu dilakukan pada kita, sama halnya dengan ketika itu dilakukan pada orang lain. 

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun