Sebab, tidak semua dari kita bijak dalam menempatkan kedua rasa tesebut.
Mengapa? Â Kita tentu tahu bersama bahwa rasa simpati dan syukur, sangat dipengaruhi kondisi pribadi kita.
Sehingga rasa syukur dan simpati yang diucapkan hanya akan melibatkan perasaan tulus apabila itu menyangkut/berkaitan dengan keluarga atau orang yang kita kenal.
Misal, ketika mendengar kabar duka, kita lebih merasa kehilangan apabila kabar duka itu menimpa keluarga atau orang yang kita kenal. Kalau yang tidak kita kenali, kita mungkin hanya mengucapkan kasian ya.
Mirisnya, ada yang tak merasa simpati sama sekali, terkesan menganggap biasa musibah atau kemalangan yang menimpa orang lain, malah menyebar berita-berita hoax seputaran musibah kematian dan lain sebagainya.
Padahal, seharusnya rasa simpati itu  keluar dari hati secara menyeluruh, tidak tebang pilih.
Pun dengan rasa Syukur, ia akan terucap dari mulut , apabila mendapat  kesenangan, kebahagiaan dan hal bahagia lainnya yang kita rasakan.Â
Namun, jika mendapat kemalangan, jarang Sekali kita mengucapkan syukur.Â
Begitu juga ketika kebahagiaan itu menyangkut dengan orang lain, jarang kita ikut merasa bersyukur apabila orang lain mendapat kebahagiaan atau kesenangan
Pendeknya rasa syukur itu akan terucap dan terasa tulus dalam hati apabila berhubungan dengan kita atau orang-orang yang kita kenal.Â
Akan tetapi kalau kita telisik tak semua rasa syukur yang keluar dari mulut kita itu berdampak  baik seperti yang terpikirkan.Â
Memaknai Rasa simpati dan Rasa syukur