Mohon tunggu...
Ade T Bakri
Ade T Bakri Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka kopi

Adenyazdi.art.blog

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rasa Simpati dan Syukur yang Hanya Sebatas Ucapan Tanpa Pemaknaan

13 Januari 2021   18:56 Diperbarui: 14 Januari 2021   12:03 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image cIlustrasi solidaritas (Shutterstock) Sumber gambar: Kompas.com

Sebab, tidak semua dari kita bijak dalam menempatkan kedua rasa tesebut.

Mengapa?  Kita tentu tahu bersama bahwa rasa simpati dan syukur, sangat dipengaruhi kondisi pribadi kita.

Sehingga rasa syukur dan simpati yang diucapkan hanya akan melibatkan perasaan tulus apabila itu menyangkut/berkaitan dengan keluarga atau orang yang kita kenal.

Misal, ketika mendengar kabar duka, kita lebih merasa kehilangan apabila kabar duka itu menimpa keluarga atau orang yang kita kenal. Kalau yang tidak kita kenali, kita mungkin hanya mengucapkan kasian ya.

Mirisnya, ada yang tak merasa simpati sama sekali, terkesan menganggap biasa musibah atau kemalangan yang menimpa orang lain, malah menyebar berita-berita hoax seputaran musibah kematian dan lain sebagainya.

Padahal, seharusnya rasa simpati itu  keluar dari hati secara menyeluruh, tidak tebang pilih.

Pun dengan rasa Syukur, ia akan terucap dari mulut , apabila mendapat  kesenangan, kebahagiaan dan hal bahagia lainnya yang kita rasakan. 

Namun, jika mendapat kemalangan, jarang Sekali kita mengucapkan syukur. 

Begitu juga ketika kebahagiaan itu menyangkut dengan orang lain, jarang kita ikut merasa bersyukur apabila orang lain mendapat kebahagiaan atau kesenangan

Pendeknya rasa syukur itu akan terucap dan terasa tulus dalam hati apabila berhubungan dengan kita atau orang-orang yang kita kenal. 

Akan tetapi kalau kita telisik tak semua rasa syukur yang keluar dari mulut kita itu berdampak  baik seperti yang terpikirkan. 

Memaknai Rasa simpati dan Rasa syukur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun