Mohon tunggu...
ADE SATRIANA
ADE SATRIANA Mohon Tunggu... Guru - Do the best and pray. God will take care of the rest

Tenaga pendidik SLBN 1 Tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Hati

3 Desember 2020   23:02 Diperbarui: 4 Desember 2020   02:10 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua berawal dari hobiku menyanyi, semula aku hanya menyalurkan  dengan menyanyi karoke di rumah dengan menggunakan home theater sesekaliku bersama keluarga pergi ketempat karoke, untuk mencari hiburan bersama keluarga.

Suatu saat aku melihat beberapa teman uploud di facebook lagu dengan menggunakan aplikasi dan mereka bisa menyanyi duet bersama siapa saja dan dari daerah serta negara manapun. Aku ingin mencoba, maka ku unduh aplikasi itu di ponsel, aku mulai menggunakan aplikasi itu untuk menyalurkan  hobiku.

Bukan suatu yang aneh bagi papa, mama,  maupun saudara-saudaraku, bila melihatku atau mendengarkanku menghabiskan waktu luangku untuk berkaroke ria. Sempat kakakku agak curiga ketika mendengarku duet bersama seorang pria bernyanyi menggunakan aplikasi itu, tapi kemudian curiga itu hilang karena melihatku bernyanyi dengan  biasa saja, tak ada yang harus dicurigai. Aku juga bernyanyi di ruang keluarga, jadi semua bisa melihatku dan ekspresiku, tidak ada gelagat yang tidak baik.

Dari sekian teman duetku, ada seorang pria dari Batam, dia  beberapa kali menayangkan lagu duetnya dan beberapa kali aku juga pernah duet dengannya. Lagu yang ia pilih seperti sebuah curahan hati, selalu mengena di hatiku. Setiap ia mengajak duet, bila lagu yang ia pilih belum aku kuasai, maka dengan susah payah aku berusaha untuk bisa menguasai lagu itu agar dapat berduet dengannya. Selalu saja duetku dengannya mendapat scor tinggi dan banyak  yang memberikan like dan komentar. Setiap mendapat rating tinggi, ia selalu menghadiahkan icon bunga mawar merah kepadaku.

Lama-lama aku jadi baper, jadi  selalu menunggu livenya di aplikasi, tapi sayangnya  ia tidak selalu aktif di aplikasi itu.  Kehadiranya  tidak bisa ditebak, tapi ketika dia on di aplikasi dan aku tidak on, maka ia akan meninggalkan  pesan duet dengan menandaiku untuk merespon balik bila aku on, tentunya aku sangat bahagia, rasa baperku semakin menjadi.

Akhirnya  dia mulai inbok bukan sekedar janjian duet untuk menyanyi, tapi ia mulai ia curhat tetang hidupnya, tentang kisah cintanya. Aku mulai terikat emosi denganya, apa lagi dia cerita tentang kisah cintanya yang kandas, karena mantannya memilih menikah dengan orang lain. Mantan kekasihnya  waktu itu memamng  tinggal di daerah lain (LDR), mantannya tidak yakin dengan hubungan jarak jauh yang mereka jalani. 

Aku mulai ada hati, mulai menunggunya mulai mencari tahu kabarnya, dan aku sering menghubunginya. Ia pun seakan memiliki  rasa yang sama, kalaupun aku tidak menghubunginya, ia pasti menghubungiku. Rasanya bunga-bunga cinta mulai  tumbuh mekar di hati aku dan dia.

Tidak terasa sudah hampir delapan bulan aku menjalin hubungan jarak jauh denganya, dan  ia ingin datang ke kotaku, ingin mengenal diriku secara langsung. Dia memintaku untuk menjemputnya di bandara, dengan senang hati aku pasti akan menjemputnya di bandara.

Aku sudah janji dengannya, supaya mudah menemukanku dan tidak salah orang maka ku beri tahu  kalau  aku memakai baju dress bunga orange, dan aku tidak mau tahu tentang warna kemeja apa yang dia pakai, berdasar foto wajah dan gambar video call yang pernah aku lihat, aku ingin mengetes kemampuan feelingku, apakah aku bisa menemukannya.

Hari yang dinantikan tiba, aku menunggu kedatanganya di bandara dengan hati berdebar, semakin ku dengar informasi kedatangan pesawat hatiku dag dig dug.... Apakah ia ga kecewa ya ketika melihatku? Apa yang kan ia lakukan bila ketemu denganku? Aku harus menyapanya gimana? Bagaimana aku harus mengawali bicara? Semua pertanyaan itu membuat pikiranku  semakin kacau.

Tiba-tiba dari arah belakang  ada yang menepuk pundakku dan ia menyapaku," Hai ." aku pun menoleh ke arah suara itu, degup jantungku semakin tak beraturan sudah seperti genderang perang. Bibirku tak mampu mengucapkan  sepatah kata pun. Aku hanya bisa terpaku diam memandangnya. Ia pun tersenyum akrab seakan membantuku mengendalikan perasaanku yang gugup tidak menentu.

"Yok," ucapnya sambil merenggut telapak tanganku, dan mengajaku menuju restoran di bandara. Ia tahu aku masih merasa asing denganya, ia ingin membantuku memulihkan perasaan  gugup dan canggungku. Ia pun tidak mengijinkaku duduk berhadapan, ia memintaku duduk di sisinya, telapak tangannya masih menggenggam tanganku yang dingin.

Senyum lebar terlihat dibibirnya, sambil berkata, "Kenapa.., masih bingung.., tidak percaya ya dengan apa yang kamu lihat, iya ini aku  Alfin teman duetmu." ucapnya dengan senyum masih menghias bibirnya. Dengan perasaan  malu ku balas senyumnya. " Adel, mau pesan makanan dan minuman apa nih?' ucapnya sambil memandangku. "Terserah ikut aja?" kataku. " Koq terserah, baiklah aku pilihkan menunya ya," ucapnya dengan lembut.

Ku pandangi wajah Alvin dengan segenap rasaku, ku lihat seorang pria di depanku yang umurnya lebih tua dariku, ku perkirakan umurnya sekitar 30 tahunan gitulah, dan umurku masih 22 tahun, kalau ku pikir cukup jauh selisih umurku denganya. Hingga umurnya 30 tahun, ia  memilih untuk tetap hidup sendiri, kisah masa lalunya masih terus terbayang dalam hidupnya, tapi setelah mengenal  dan berkomunikasi dengan Adelia semua berubah, harapan untuk membina rumah tangga kembali muncul di pikirannya.

Lamunanku pun buyar ketika, seorang pelayan dengan membawa pesanan makanan menuju ke meja ku. "Suka ga dengan pilihan menu abang?"kata Alvin, sambil mengusap telapak tanganku dengan perlahan.  Kembali aku hanya menjawabnya dengan senyuman.

Sambil menikmati  hidangan yang ada, ia pun lebih banyak cerita dari pada aku, ia ingin mencairakan suasana, dengan cerita lucu dan guraunya, sampai akhirnya aku bisa menguasai perasaanku, aku pun sudah bisa menyesuikan diri denganya. Kamipun akhirnya bisa cerita mengalir seperti saat di telephon ataupun saat video call.

"Ayo temenin abang cari hotel tuk menginap ya," katanya sambil bangkit dari tempat duduknya.  "Tapi janji ya ga boleh nakal bila mau Adel temani," kataku sedikit mengancam. ' Iya, kalau ga kilaf,"katanya. "Iiisss...ga mau Adel antar kalau ga meyakinkan gitu," kataku mendesak agar ia setuju dengan permintaanku, " Iya...iya.... tapi ga janji ya," jawabnya lirih. Aku daratkan cubitanku ke pinggangnya, Ia pun mengaduh, dan pergi meninggalkanku, ia menuju kasir untuk melakukan transaksi  pembayar.

Aku bersamanya sudah sampai di hotel yang ia pilih, sebelum berangkat Alvin  sudah searching di google beberapa hotel yang ada di kotaku bahkan ia sudah booking, jadi aku lebih mudah membantunya untuk mengantar ke hotel pilihannya. "Hemm...  boleh juga ne hotel" katanya, pandanganya tidak lepas memandang sekeliling hotel sambil mengangguk-angguk. Alvin segera menuju meja resepsionis untuk cek in hotel.

Akupun menunggunya di lobby hotel, telah mendapat kunci ia menuju kamar untuk meletakan tas ranselnya. Tak berapa lama ia datang kembali ke lobby hotel untuk menemuiku. Ia duduk di sebelahku, lalu ia berkata," Adel, sekarang sudah melihat abang  yang sebenarnya, gimana menurut Adel, adakah dari diri abang  yang membuat Adel tidak suka?" Aku pun hanya bisa menjawab dengan senyuman kembali. Melihat aku hanya tersenyum ia pun tidak memaksaku untuk menjawab pertanyaan, ia lebih suka meneruskan dengan percakapan yang lain, ia tidak ingin melihatku gugut  atau takut padanya. Setelah cerita banyak hal, waktu sudah menujukkan pukul 17.00 wib.

 "Udah terlalu sore, Adel pamit dulu ya bang", kataku mohon diri. "Baiklah, tapi janji ya entar malam hubungi abang ya, dan besok pagi temani abang keliling melhat kotamu, janji ya!" katanya sambil ia memegang kedua telapak tanganku, dan matanya tak lepas dari pandangku. Ia pun tanpa permisi mengecup punggung tanganku, aku pun hanya diam membiarkan kecupan itu mendarat di tanganku.

Ia mengantarku sampai taksi yang akan mengantarkanku pulang, ia segera membukakan pintu teksi dan akupun segera masuk dalam taksi dan duduk. Sambil menutup pintu ia bilang, "janji jangan lupa ya," ucapnya. ' iya, jawabku singkat sambil tersenyum.

Sampai di rumah kulihat papa dan mama sudah pulang kerja, beliau duduk di teras sepertinya menungguku pulang. Aku pun langsung turun dan keluar dari taksi. Aku lansung menuju ke teras rumah." Gimana sudah ketemu kawanmu, kenapa tidak diajak menginap di rumah kita," tanya papaku. " Sudah Pa, ia menginap di hotel, karena ia juga ada janji ketemu dengan rekan bisnisnya." Jawabku sambil berlalu masuk ke dalam rumah. Takku lihat gelagat curiga dari sikap papa dan mamaku, karena sebelum kedatangannya sudah aku bilang kepapa, kalau  temanku bersama rekan kerjanya dari Batam ada urusan bisnis di sini dan sekalian ingin ketemu denganku.

Malam ini aku tdak berani hubungi Alvin, aku takut bikin curiga  papa, mama atau saudaraku. Pasti Alvin menunggu telephonku, dan sengaja  ponsel ku offkan, Aku takut kalau Alvin tiba-tiba menghubungiku. Malam ini Aku  berusaha bersikap baik di hadapan  papa dan mamaku untuk menutupi kebohonganku sepanjang hari tadi.

Pagi ini aku bantu bibi menyiapkan sarapan pagi untuk papa, mama dan saudara-saudaraku, dan sembil menyantap sarapan pagi kuminta ijin untuk menemani temanku berkeliling ke kota ini, karena malam ini ia akan pulang  dengan penerbangan malam, aku minta ijin untuk sekalian mengantar ke bandara nanti malam. Tanpa rasa curiga mama dan papa mengijinkanku.

Aku sudah sampai di lobby hotel, ku lihat Alvin menungguku dengan muka masam, aku tahu ia  kecewa karena tadi malam aku tidak menepati janjiku untuk menelponnya. " Met pagi abanku..., iiiihhh ....marah ya?" kataku sambil ku pastikan pandangan matanya memandangku." Jelaslah," jawabnya singkat dan ketus. " Maaflah ... aku takut kalau telephon malam-malam entar papaku curiga, dan pagi ini ga bisa ke sini," kataku mohon pengertianya. "Ya udah, sebagai hukumanya temani abang sarapan pagi," ucapnya sambil menarik tanganku menuju restoran hotel. Aku pun mengikutinya sebagai permohonan maaf, walau sebenarnya perutku sudah kenyang dari rumah.

Gila .... dia hidangkan berbagai sarapan pagi di mejaku dan aku harus habiskan. "Aduuuuuhhh ga sanggup abang, udah kenyang ne," rengekku padanya. "Tidak, pokoknya ini harus dihabisin, katanya mau nebus kesalahan," ucapnya dengan nada ga keras. "Tapi semua ini kita makan berdua ya bang," kataku dengan nada merayu. " Siap sayangku," katanya sambil menyuapkan sepotong roti bakar ke mulutku. Aku pun menerima suapan itu dengan senyum bahagia, dunia serasa milik berdua, yang lain kontrak hihihi....

Aku mulai mengunjungi beberapa tempat wisata, ia begitu menikmati setiap objek wisata yang ada, seakan ia lupa kalau malam ini ia harus pulang. Jam sudah menunjuk pukul 15.00 wib," Bang... udah pukul 15.00 wib,  pulang ke hotel yok, entar buru-buru untuk ngemas barang yang mau dibawa pulang lo,"kataku mengingatkannya. Kulihat  beberapa barang  ia beli di setiap objek wisata, sampai dalam hati ku bergumam, gimana nanti packing dan bawanya. ' Bentarlah, abang pingin foto di dangau itu," ucapnya." Sini berdua," katanya sambil menarik pinggangku , hingga ku jatuh dalam pelukannya.'Iiiiihhh.... mulai nakal ya," sambil ku kibaskan tanganya, tapi terlanjur camera sudah membidikku dalam pelukannya "Gapapa dong sayang, kan Cuma peluk dikit aja, gitu aja koq marah sih," katanya sambil  nyentil hidungku. Aku hanya bisa memasang muka cemberut, tanda aku tak suka.

Sambil menggandeng tanganku aku pun menuju mobil travel yang kami sewa. Aku sedikit heran sejak masuk dalam mobil hingga mobil berjalan Alvin terdiam, ia ga mau mengajakku bicara, keceriaan pagi hingga sore tadi di tempat wisata tak terlihat lagi. Pandanganya hanya tertuju  pada pemandangan di luar mobil. Aku mencoba memulai, dengan menyenggol lenganmya, tapi ia tetap tidak memandangku. Aku jadi bingung, ada apa dengan Alvin. Aku sandarkan kepalaku di pundaknya, "Bang...ada apa, koq jadi diam aja?" tanyaku. Alvin memandangku, tangannya mengelus rambutku, "gapapa sayang,' katanya. " kalau gapapa, kenapa diam aja, hemm... aku bikin abang kecewa ya?" tanyaku dengan manja.

Kedua tangannya langsung  memegang wajahku dengan lebut, " tidak ada yang harus membuat abang kecewa, abang seneng koq bisa bertemu dengan mu Adelia sayang, abang Cuma kawatir kalau hubungan kita tidak sampai ke pernikahan, abang ingin serus jalani ini bersamamu sayang, jangan pernah berkata putus atau  meniinggalkan abang ya,' katanya memohon.. ' Iiiis , ngomong apan sih, baru juga ketemu sudah bilang putus, pamali abang," kataku. " Sayang janji ya, kita jalani hubungan ini sampai kita siap untuk menikah, abang akan datang dan melamar Adel," pinta Alvin kepadaku,  aku pun mengangguk.

Mobilpun sudah sampai di pintu masuk hotel, aku dan Alvin segera turun menuju lobby hotel, Alvin menariku untuk ikut ke kamarnya. Aku tepis tangannya,"Adel tunggu di lobby hotel aja abang," kataku. "Jadi ga mau bantu packing ne barang ya?" katanya sambil berlalu menuju lift. Aku pun berlari mengikutinya dari belakang, antara takut dan ga tega menyelubungi hatiku. Akhirnya ku berpikir positif dan tetap waspada , aku ikuti ia ke kamarnya.

Ia pun seakan cuek dengan keberadaanku di kamarnya, ia lansung mandi dan aku mulai membereskan beberapa barang yang ia beli tadi ke dalam travelbag yang iya beli di perjalanan pulang tadi, aku susun satu persatu dengan rapi. Selesai mandi  ia langsung nonton televisi, ia sama sekali tidak memperdulikan aku yang sibuk ngemas. Aku pandangi dia, tapi masih aja ia cuek. Selesai berkemas, aku segera pergi ke kamar mandi.  Badanku terasa segar setelah ku siram seluruh tubuhku dengan air dingin, lelah seharian tadi terasa hilang.

"Bang ... tolong ambilin tas makeup kecilku yang ada di atas kasur itu bang," kataku dari dalam kamar mandi, tak ada jawaban dari luar. Aku segera menyelesaikan  mandiku dan menggunakan pakaian. Sedikit  rasa kesal dalam hati, ku ambil sendiri tas makeup ku, ku  mulai mengulas mukaku dengan bedak dan lipstick tipis bibirku. Ku lihat iya memandangku dari tempat duduknya. Aku diam saja, takut salah nantinya kalau aku bertanya.

"Udah selesai makeupnya?" ucapnya. Aku mengangkat kedua pundaku bersamaan, menandakan mengiyakan dengan ekspresi kesal. "Coba dekat sini," ucapnya. Dengan rasa ragu dan takut aku mendekat, kembali ia memandangku dengan tatapan matanya, ada semburat air  di matanya, ku lihat ada rona sedih terbaca dari sorot matanya. " Ada apa bang?" tanyaku sambil tersenyum ingin menguatkan hatinya. "Abang teringat kejadian masa lalu, abang kawatir  terulang kembali sayang, karena jarak kita berjauhan, apa sayang sanggup menunggu sampai waktunya tiba abang akan melamarmu?" tanyanya memohon. " Kenapa pertanyaan itu lagi itu lagi sih bang?" jawabku. " Ya, karena abang masih trauma dengan kejadian yang dulu," katanya.  Aku pun tersenyum" kalau begitu, cepat aja dilamar, hehehe...," gurauku. "Serius sayang mau di lamar secepatnya?" tanyanya. " Siap komandan," jawabku serius. " Terimakasih sayang, abang akan segera bicarakan ke orang tua ," katanya dengan penuh semangat.

Tiba-tiba Alvin bangkit dari tempat duduknya, diambilnya hand bagnya, ia keluarkan kotak  merah kecil berbentuk mawar dari dalam hand bagnya. Dua telapak tanganku di tariknya, sekali lagi ia bertanya kepadaku," Maukah  Adelia menerima abang dengan segala kekurangan abang, maukah adelia menjadi  calon ibu dari anak-anak abang?" katanya dengan serius. Aku terdiam sejenak, dan ku jawab kembali dengan tersenyum , anggukan kecilku dan kedipan mataku sebagai  pertanda kesedianaku. Ia buka kotak merah berbentuk bunga, dikeluarkan isi dalam kotak merah itu,  seuntai kalung dengan liontin permata putih, Lalu ia pasangkan ke leherku. Aku berharap ini bukan mimpi. " Terimakasih abang," kataku lirih.

Kembali  abang memegang tanganku, " janji ya sayang, tunggu abang datang untuk melamarmu," kembali ia berucap. Aku pun hanya bisa mengangguk pelan. "Ayo, kita makan malam, bentar lagi kita ke bandara," katanya. Aku dan bang Alvin turun  ke restoran untuk makan malam bersama.

Selesai makan malam aku mengantar abang  sampai bandara, sebelum masuk untuk cek in, kembali abang memegang tanganku dan berkata," tetap pegang janji ya sayang, secepatnya abang kembali ke sini untuk melamarmu." Akupun menjawab," Insyallah  abang, Adel akan menjaga semua janji ini, hingga abang datang meminang Adel," jawabku meyakinkannya. Kemudian abangpun  berlalu menuju ruang cek in, sambil melangkah menuju ruang cek in ia melambaikan tangannya kepadaku, sebagai salam perpisahan untuk sementara.

Janji hatinya tetap kupegang,  aku akan setia menunggunya, sampai ia datang untuk melamarku menjadi teman hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun