Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melawan Seorang Penyihir

3 Agustus 2021   08:04 Diperbarui: 3 Agustus 2021   08:13 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alkisah, seorang penyihir benama Sofia merubah dirinya menjadi orang suci, lalu pergi ke tempat lain di tepian gurun pasir yang bernama desa Badui, desa itu jauh dari kata berpendidikan. 

Di sana, ia merubah pakaian dari hitam ke putih, dari mulutnya keluar kata-kata bijak yang selalu mengatasnamakan dewa.

Tanpa ada prasangka buruk, orang-orang di sana percaya bahwa ia adalah agamawan yang patuh akan ajaran-ajaran dewa dan ditugaskan untuk memperbaiki moral manusia.

Selain pintar berbicara, Sofia juga mampu memikat masyarakat dengan sihirnya. Ia mengubah barang-barang mati di sekitar menjadi emas, lalu dibagi-bagikan kepada orang-orang di sana.

Alhasil semakin banyak orang-orang yang terpikat dengannya. Sofia semakin memiliki umat banyak. Alangkah senang Sofia melihat orang-orang sekitar menganggap dirinya sebagai orang suci.

Semakin hari, semakin bertambah pengikutnya. Bahkan kini seluruh desa di tepi gurun pasir berbondong-bondong mengikuti titahnya. Kini ia telah berani menyuruh orang-orang di desa Badui membangun sebuah rumah ibadah besar untuk menyembah dewa-dewa sesembahan mereka.

*****

Kini sebuah rumah ibadah megah telah terbangun dengan indah. Di dalamnya terdapat dua patung besar, satu bertanduk seperti kerbau, sedang satunya lagi memiliki taring runcing mirip singa. Selain itu, berbagai macam makanan segar seperti apel, anggur terhidang di depan kedua patung itu. 

Sofia juga memerintahkan kepada orang-orang agar menyediakan beberapa tetes darah sapi sebagai sesajen dua dewa yang bernama Norus dan Sorus.

Setiap hari Rabu malam, terdapat sebuah ritual mengerikan. Sofia menyuruh orang-orang untuk melukai tangan-tangan mereka dengan pisau. Menurutnya, semakin banyak darah yang keluar, semakin banyak ampunan dari dewa Norus dan Sorus.

Setelah ritual itu, saat semua orang tertidur, Sofia kembali merubah dirinya menjadi sosok penyihir hitam yang mengerikan. Lambat laun ia akan merubah desa itu menjadi desa hitam yang penuh dengan suasana suram. Selanjutnya, ia juga akan memperluas desa lain agar seperti desa Badui.

*****

Beberapa bulan kemudian, datanglah seorang pengelana miskin bernama Ariyon di desa Badui. Ia berasal dari desa Monto menuju ke Bava untuk belajar kitab suci di sana. Meski miskin, ia adalah seorang murid yang pintar berbicara, fasih melantunkan ayat-ayat suci, dan memiliki perangai baik.

Pertama kali tiba di desa Badui, Ariyon melihat hal-hal aneh dari para penduduk di desa itu. Tangan-tangan mereka dipenuhi sayatan atau tusukan pisau, bahkan beberapa dari mereka ada yang tewas di jalan karena kehabisan darah. Lucunya, tak ada satupun orang yang menolong. Mereka membiarkan mayat-mayat bergelimpangan hancur dimakan burung nasar.

"Ada apa gerangan orang-orang di sini?" Tanyanya dalam hati.

Ia pun segera bertanya kepada orang-orang sekitar jalan. Tak butuh waktu lama mereka menjelaskan secara jujur tentang ritual-ritual aneh yang telah mereka lakukan. Salah satunya tentang penebusan dosa. Mendengar hal itu, Ariyon minta dipertemukan dengan pemuka agama di sana yang tak lain adalah Sofia.

Ariyon dibawa ke rumah ibadah dan dipertemukan dengan Sofia. Melihat Sofia, hatinya seketika merinding, tampak jelas pada senyumnya sebuah kejahatan yang sangat besar, dimana sebuah kebaikan besar tak mampu mengalahkannya.

"Hai pemuda, hendak ke mana kau melangkah?"

"Aku ingin ke desa Bava untuk mempelajari sebuah ilmu kebatinan dengan guru-guru di sana."

Mendengar jawaban Ariyon, Sofia terhenyak, namun ia berpura-pura tenang agar terlihat baik-baik saja dan tidak ada yang mencurigakan. Setelah dirasa cukup berbasa-basi, Ariyon bertanya perihal ritual yang dilakukan setiap hari Rabu malam.

Meski tak senang dengan pertanyaan itu, Sofia tetap menjawab dengan jujur sebuah ritual kejam yang dilakukan pengikutnya semata-semata untuk menebus dosa kepada dewa Norus dan Sorus. Ia menunjukkan dua buah patung menyeramkan kepada Ariyon. 

Sekejap mata batinnya memberikan isyarat bahwa dua patung itu adalah jelmaan setan yang disakralkan.

Beberapa ayat-ayat suci keluar dari mulutnya, ia menjaga diri agar tak terjebak pada ajaran-ajaran sesat yang dibawa Sofia. Dengan tenang, ia berakata:

"Setahuku, tidak ada satu pun agama di muka bumi yang menyuruh pemeluknya untuk mencelakai tubuh mereka. Apabila ada, itu adalah kepercayaan sesat. Aku pernah membaca sebuah tulisan dari seorang pendeta bahwa salah satu ciri ajaran sesat ialah melukai diri sendiri, melakukan hubungan seks, dan membunuh orang dalam setiap ritualnya.  

Kepercayaanmu mengajarkan bahwa melukai tangan adalah bentuk penebusan dosa. Hal itu merupakan salah satu bukti betapa sesatnya ajaranmu. 

Selayaknya ibadah merupakan ritual suci yang tidak membuat para pengikutnya celaka dan melakukan tindakan-tindakan brutal. Dari ibadah itu memberikan dampak baik bagi pemeluknya dari segi jasmani maupun ruhani."

Mendengar perkataan Ariyon, Sofia naik pitam. Jiwanya seakan menampakkan wujud aslinya meski masih tampak cantik dari segi fisik. Ia berteriak mengancam akan menghasut pemeluknya untuk membunuh Ariyon di tempat umum. Sayang, keimanan Ariyon begitu tinggi hingga ia tak takut bahwa kematian begitu dekat dengan dirinya.

*****

Seseorang telah memukul belakang kepala Ariyon, ia pingsan dan diseret ke tengah lapangan yang telah dipenuhi orang-orang Badui. Mereka semua menyoraki Ariyon, beragam sumpah serapah terlontar dari mulut busuk mereka.

"Bunuh... Bunuh... Bunuh...!"

Tubuh Ariyon diikat pada sebuah kayu besar yang menjulang tinggi ke atas. Ia terlihat sangat lemas akibat  pukulan tadi. Jiwanya masih sadar, tak gentar melawan segala kesesatan yang tampak oleh mata.

"Hai anak muda yang datang dari desa antah berantah, beraninya kau melecehkan ajaran  dan kepercayaan kami. Jika kau tak suka dengan ritual kami, silahkan pergi, jangan pernah  mencampuri urusan kami. Lagipula kami tak pernah merugikanmu."  Ujar Sofia pura-pura berkompromi.

"Bukan permasalahan suka atau tidak suka, sudah menjadi kewajibanku untuk menuntun manusia ke jalan yang benar. Tidak pernah ada satu pun agama di bumi ini yang mengajarkan pemeluknya untuk melukai diri. Entah apapun kepercayaannya, semua agama akan menjunjung tinggi keselamatan jiwa, bukan malah mengancam nyawa."

Sofia marah bukan kepalang, dia mengajak Ariyon bertaruh dalam sebuah eksekusi  mati berupa hukuman pancung. Siapa yang mati, dia sungguh tersesat. Terang saja Sofia berani bertaruh karena dia adalah seorang penyihir hebat yang bisa memanipulasi berbagai macam hal, termasuk penglihatan manusia. 

Bagi Ariyon yang hanya manusia biasa, sangat tidak mungkin menolak tawaran dari Sofia karena bagaimana pun, menerima atau menolak akan sama-sama dibunuh Sofia.

"Baik, aku terima tawaranmu."

Sudah terlanjur basah, lebih baik mandi. Sudah terlanjur mengungkap kebenaran,  ungkap pula kesesatan.

Tiba saatnya eksekusi pemenggalan kepala, Sofia terlebih dahulu maju. Seorang algojo mengayunkan sebuah pedang ke lehernya, namun berkat kekuatan sihir ia selamat dari eksekusi itu.

"Inilah salah satu mukjizat yang diberikan dewa Norus dan Sorus apabila kalian mau bersujud kepadanya."

Kini tiba saatnya eksekusi bagi Ariyon. Sang algojo mengayunkan pedang ke leher Ariyon dan... seketika darah segar keluar dari leher dan kepalanya terjatuh ke tanah. Ariyon mati seketika.

"Inilah akibatnya jika kalian ragu akan keagungan dewa Norus dan Sorus. Sedikit saja keimanan kalian berkurang, maka tak akan ada mukjizat yang datang kepada kalian."

Dengan sombong Sofia berkata di depan orang-orang Badui. Mereka mengangguk-angguk, seakan keimanan mereka bertambah kuat. Belum selesai mereka kagum dengan sihir Sofia, tiba-tiba terjadi gempa yang membelah bumi. Orang-orang di sana seketika jatuh ke dalam bumi, semua orang di sana mati tanpa terkecuali. Sesaat sebelum mati, sempat terpikir terpikir oleh mereka.

"Kami semua telah menyembah dewa Norus dan Sorus, mengapa kami tak mendapatkan mukjizat tatkala bencana alam datang melanda? Apakah ajaran Sofia benar-benar sesat sebagaimana yang dikatakan Ariyon?"

Pikiran semacam itu terlintas dalam benak mereka, sayang itu tak berarti apa-apa karena maut akan menjumpai mereka. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun