Alkisah, seorang penyihir benama Sofia merubah dirinya menjadi orang suci, lalu pergi ke tempat lain di tepian gurun pasir yang bernama desa Badui, desa itu jauh dari kata berpendidikan.Â
Di sana, ia merubah pakaian dari hitam ke putih, dari mulutnya keluar kata-kata bijak yang selalu mengatasnamakan dewa.
Tanpa ada prasangka buruk, orang-orang di sana percaya bahwa ia adalah agamawan yang patuh akan ajaran-ajaran dewa dan ditugaskan untuk memperbaiki moral manusia.
Selain pintar berbicara, Sofia juga mampu memikat masyarakat dengan sihirnya. Ia mengubah barang-barang mati di sekitar menjadi emas, lalu dibagi-bagikan kepada orang-orang di sana.
Alhasil semakin banyak orang-orang yang terpikat dengannya. Sofia semakin memiliki umat banyak. Alangkah senang Sofia melihat orang-orang sekitar menganggap dirinya sebagai orang suci.
Semakin hari, semakin bertambah pengikutnya. Bahkan kini seluruh desa di tepi gurun pasir berbondong-bondong mengikuti titahnya. Kini ia telah berani menyuruh orang-orang di desa Badui membangun sebuah rumah ibadah besar untuk menyembah dewa-dewa sesembahan mereka.
*****
Kini sebuah rumah ibadah megah telah terbangun dengan indah. Di dalamnya terdapat dua patung besar, satu bertanduk seperti kerbau, sedang satunya lagi memiliki taring runcing mirip singa. Selain itu, berbagai macam makanan segar seperti apel, anggur terhidang di depan kedua patung itu.Â
Sofia juga memerintahkan kepada orang-orang agar menyediakan beberapa tetes darah sapi sebagai sesajen dua dewa yang bernama Norus dan Sorus.
Setiap hari Rabu malam, terdapat sebuah ritual mengerikan. Sofia menyuruh orang-orang untuk melukai tangan-tangan mereka dengan pisau. Menurutnya, semakin banyak darah yang keluar, semakin banyak ampunan dari dewa Norus dan Sorus.