Sekejap mata batinnya memberikan isyarat bahwa dua patung itu adalah jelmaan setan yang disakralkan.
Beberapa ayat-ayat suci keluar dari mulutnya, ia menjaga diri agar tak terjebak pada ajaran-ajaran sesat yang dibawa Sofia. Dengan tenang, ia berakata:
"Setahuku, tidak ada satu pun agama di muka bumi yang menyuruh pemeluknya untuk mencelakai tubuh mereka. Apabila ada, itu adalah kepercayaan sesat. Aku pernah membaca sebuah tulisan dari seorang pendeta bahwa salah satu ciri ajaran sesat ialah melukai diri sendiri, melakukan hubungan seks, dan membunuh orang dalam setiap ritualnya. Â
Kepercayaanmu mengajarkan bahwa melukai tangan adalah bentuk penebusan dosa. Hal itu merupakan salah satu bukti betapa sesatnya ajaranmu.Â
Selayaknya ibadah merupakan ritual suci yang tidak membuat para pengikutnya celaka dan melakukan tindakan-tindakan brutal. Dari ibadah itu memberikan dampak baik bagi pemeluknya dari segi jasmani maupun ruhani."
Mendengar perkataan Ariyon, Sofia naik pitam. Jiwanya seakan menampakkan wujud aslinya meski masih tampak cantik dari segi fisik. Ia berteriak mengancam akan menghasut pemeluknya untuk membunuh Ariyon di tempat umum. Sayang, keimanan Ariyon begitu tinggi hingga ia tak takut bahwa kematian begitu dekat dengan dirinya.
*****
Seseorang telah memukul belakang kepala Ariyon, ia pingsan dan diseret ke tengah lapangan yang telah dipenuhi orang-orang Badui. Mereka semua menyoraki Ariyon, beragam sumpah serapah terlontar dari mulut busuk mereka.
"Bunuh... Bunuh... Bunuh...!"
Tubuh Ariyon diikat pada sebuah kayu besar yang menjulang tinggi ke atas. Ia terlihat sangat lemas akibat  pukulan tadi. Jiwanya masih sadar, tak gentar melawan segala kesesatan yang tampak oleh mata.
"Hai anak muda yang datang dari desa antah berantah, beraninya kau melecehkan ajaran  dan kepercayaan kami. Jika kau tak suka dengan ritual kami, silahkan pergi, jangan pernah  mencampuri urusan kami. Lagipula kami tak pernah merugikanmu."  Ujar Sofia pura-pura berkompromi.