Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Penjara untuk Tikus Kantor

1 Juni 2020   05:38 Diperbarui: 1 Juni 2020   05:30 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, aku dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi penggelapan uang rakyat. Harusnya uang itu digunakan untuk perbaikan jalan-jalan provinsi, namun kugunakan untuk kepentingan pribadi. Bodohnya aku, melakukan korupsi tapi tercyduk orang-orang yang mencekal tikus kantor sepertiku. Terlebih korupsiku tak kurang dari 1 milyar, harusnya aku korupsi 1 triliyun. 

Toh kalau ketahuan, sama-sama berada di balik jeruji besi. Sama-sama dihukum, sama-sama tak bisa bertemu dengan keluarga, sama-sama dikekang kebebasannya.

Di balik jeruji besi, aku sendiri dalam ruangan 9 x 8 meter. Sungguh tak berprikemanusiaan, harusnya aku berada di ruang 20 x 20 meter agar leluasa berjalan ke sana ke mari, seperti ruang pribadi. Di sini aku hanya bisa duduk, tidur, makan dan buang air.

Disini ada hanya ada AC produksi tahun 2018, bukankah lebih baik pakai AC keluaran tahun 2020? Lebih nyaman di tubuh, tak akan membuat aku meriang untuk ukuran seorang mantan pejabat sepertiku. Jika seperti ini, bisa-bisa dalam tiga hari aku pilek.

Tidak hanya itu. Disini aku hanya bisa makan nasi padang dengan lauk rendang, nasi goreng gila, pecel lamongan, ayam bakar, gule kambing, opor ayam, soto sapi, sop iga, kambing guling, mie ayam, bakso bola ping-pong, sate ayam, beserta makanan tradisional Indonesia lainnya. 

Aku tidak bisa makan pizza, burger, kebab, lobster laut, gnocchi, ravioli, pasta carbonara, tiramisu, gelato, spaghetti saus tomat, linguine alle vongole, lasagna, fettucini alfredo, schnitzel, bratwurst, bratkartoffeln, dan makanan mewah luar negeri lainnya.

Semenjak aku di penjara, aku terkena sakit pencernaan karena lebih sering makan-makanan biasa, padahal biasanya aku makan-makanan mewah ala restoran Prancis. 

Kini aku sadar, masih banyak penjara-penjara di sini yang tak manusiawi untuk orang glamor sepertiku. Aku benar-benar tak cocok hidup di sini. Tak ada hak, tak ada kuasa bagiku di sini untuk hidup nyaman.

                Ketika aku masih dalam status terdakwa, salah seniorku yang pernah di penjara bercerita bahwa, di sini adalah tempat yang nyaman untuk para napi korup sepertiku. Semua yang ada di sini bisa di pesan, asal tarifnya oke, malah kalau bisa tarifnya plus-plus, dan bisa bikin mulut mingkem.

                "Mau pesan TV LED? Bisa! Mau pesan laptop? Bisa! Mau renovasi penjara? Bisa! Mau keluar penjara sekadar jalan-jalan ke Bali? Juga bisa! Tinggal pesan dan bayar, mirip aplikasi-aplikasi di gawai."

                Selama 24 jam aku di sini, belum ada orang yang menawarkan jasa penyedia barang-barang mewah, padahal sejak kemarin aku menunggu-nunggu orang itu. Akan kusulap, penjara ini menjadi tempat mewah seperti vila-vila di puncak yang nyaman untuk ditempati. Aku bisa bermain game online, bisa nonton film-film action Amerika, dan bisa olah raga dalam penjara.

                Mengapa harus seperti itu? Ya, karena orang-orang di sini juga sepertiku. Berlomba-lomba mempercantik penjara agar nyaman. Semisal suatu saat ada sidak dari pusat, tinggal cari alasan walau tak masuk akal.

                "Saya obesitas pak, jadi butuh alat-alat olah raga di penjara."

                "Saya pingin jadi yotuber pak, jadi butuh kamera, laptop dan wifi di penjara."

                "Saya penggemar Real Madrid pak, jadi butuh televisi buat nonton La Liga."

                Mudah-mudahan dengan alasan seperti itu, orang-orang pusat memaklumi dan tidak akan menyita alat-alat pribadiku. Begitu banyak yang diajarkan seniorku, hingga aku hafal seluk-beluk penjara ini.

                "Suatu saat jika kamu harus masuk penjara tipikor enggak perlu khawatir, tempatnya nyaman. Semua bisa diatur, all is under control. Tapi sebisa mungkin kalo korupsi ya jangan sampai ketahuan, masak udah lama jadi politikus, gelapin uang ketahuan, apalagi cuma seuprit. Malu-maluin aja. "

                Seniorku terkekeh kecil. Aku sontak tertawa, menyetujui apa yang dia ucapkan. Terbukti, beberapa kali korupsi, baru kali ini aku gagal, gara-gara sedikit lengah. Andai waktu itu aku menjalankan semua rencana dengan sempurna, mungkin saat ini aku sedang menikmati uang bersama keluarga. Tak apa, suatu saat jika berkesempatan lagi, aku akan hati-hati agar tak masuk ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.

                Saat sedang asyik termenung, di atas kasur, seseorang mengetuk pintu.

                "Bapak mau pesan sesuatu? Nanti saya bantu."

                Orang itu lalu memperkenalkan diri selama lima menit. Kesimpulannya orang itu adalah orang yang diceritakan seniorku. Tanpa pikir lama, aku segera memesan barang-barang pribadi yang kubutuhkan, diantaranya laptop, TV LED, dan aku juga minta dibuatkan ruangan khusus untuk karokean. Orang itu menyanggupi, asalkan aku bersedia memberi DP.

                Tak perlu menunggu lama, aku mengeluarkan uang sepuluh juta rupiah sebagai tanda jadi. Sisanya, aku beri setelah semua tersedia. Orang itu lalu pamit pergi dan berpesan:

"Jika ada kebutuhan lain bisa segera pesan ke saya ya pak? Jangan sungkan-sungkan."

Aku mengangguk paham.

Dua Bulan Kemudian

Semua yang kupesan telah tersedia. Setiap hari aku bisa berleha-leha santai, walau di balik jeruji besi. Baru saja orang yang sering menawariku pesanan, memberikan kabar burung bahwa ada kemungkinan napi-napi sepertiku akan segera bebas sebagai bentuk pencegahan menyebarnya covid 19 di penjara ini. Mendengar hal itu, aku sangat bahagia. Kutunggu kebenaran kabar itu.

Orang-orang sepertiku memang berhak di bebaskan. Karena yang berhak di penjara 20 tahun hanyalah maling-maling ayam. Yang boleh dipenjara 15 tahun hanyalah copet-copet ingusan. Yang layak di penjara 10 tahun hanyalah tukang tipu arisan. Mereka semua layak di hukum setimpal meski melakukan tindak pidana ringan.

"Biarkan orang-orang proletar itu yang menjadi penghuni penjara! Biarkan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas! Orang-orang kaya sepertiku mah bebas, semua bisa di beli dengan uang."

Aku menghela nafas panjang, lalu segera menikmati hidangan makan malam berupa sate kambing yang baru kubeli tadi sore di luar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun