Mohon tunggu...
Addafa al madani
Addafa al madani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa UIN SGD BANDUNG

saya adalah mahasiswa ungraduate UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG jurusan Hukum tata negara yang yang mempunyai minat literasi tentang isu isu yang ada, otomotif dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Budaya Patriarki: Warisan Tradisi atau Beban Masa Depan

15 Desember 2024   14:53 Diperbarui: 15 Desember 2024   18:53 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

           Patriarki tuh kayak sistem lama yang masih nge-stuck di kehidupan kita sampai sekarang. Sistem ini nempatain laki-laki di posisi lebih dominan, sementara perempuan sering banget cuma jadi "pendukung". Hasilnya? Ketimpangan di mana-mana---mulai dari stereotip gender, ketidakadilan di rumah, kampus, bahkan tempat kerja.

Yang lebih parah, budaya ini kadang nggak kerasa karena udah dianggap biasa. Cewek sering diharapkan buat nurut, sementara cowok dibebani jadi pemimpin dan nggak boleh kelihatan "lemah". Padahal, nggak semua orang bisa atau harus pas sama standar itu, kan?

Di dunia kampus sendiri, dampaknya masih nyata. Misalnya, kenapa sih cewek kadang dipandang kurang tegas buat jadi ketua organisasi? Atau kenapa cowok sering diminta "lebih kuat" padahal lagi butuh bantuan? Ini bukti kalau patriarki bukan cuma masalah orang tua kita, tapi juga nyentuh banget ke generasi muda.

Jadi, sebagai mahasiswa yang katanya agen perubahan, kita punya tanggung jawab buat nyadarin diri sendiri dan lingkungan. Kalau nggak mulai dari kita, siapa lagi yang bakal ngubah cara pikir dan struktur ini?

Dalam buku Ilmu Sosial Dasar karya Dr. Beni Ahmad Saebani, patriarki sering dikaitkan dengan perubahan sosial dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh struktur sosial tradisional, industrialisasi, dan modernisasi. Buku ini membahas bagaimana pola hubungan sosial, termasuk relasi gender, berkembang dan berubah seiring waktu. Patriarki sebagai sistem sering muncul dalam masyarakat tradisional yang berbasis agraris dan tetap bertahan dalam berbagai bentuk di masyarakat modern karena terkait dengan nilai-nilai budaya dan struktur kekuasaan.

Dalam konteks patriarki, buku ini menyoroti bagaimana sistem sosial sering kali menguntungkan laki-laki karena faktor historis dan ideologis. Sebagai contoh, pembagian kerja berdasarkan gender dalam masyarakat industri menciptakan peran-peran khusus yang melanggengkan ketimpangan. Buku ini juga membahas pentingnya memahami sosiologi untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang muncul dari ketidakadilan dalam sistem patriarki.

Pembahasan: Budaya Patriarki dalam Perspektif Mahasiswa

1. Apa Itu Patriarki?

Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pihak yang lebih dominan dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu keluarga, tempat kerja, atau masyarakat luas. Menurut Dr. Beni Ahmad Saebani dalam Ilmu Sosial Dasar, pola seperti ini muncul dari tradisi masyarakat agraris dan terus berlanjut hingga era modern. Patriarki dianggap "biasa" karena sudah tertanam lama dalam budaya kita.

2. Patriarki di Kehidupan Kampus

Di lingkungan mahasiswa, patriarki sering terasa tanpa disadari. Misalnya:

Dalam organisasi: Cewek sering dianggap kurang kompeten untuk posisi kepemimpinan, sementara cowok diharapkan memegang peran besar walaupun mungkin tidak mau.

Ekspektasi sosial: Cowok sering diberi beban lebih besar, seperti harus tegar atau sukses secara finansial, sedangkan cewek sering dipaksa mematuhi norma "anggun" atau "nurut".

Padahal, menurut Dr. Saebani, pola pikir ini sudah nggak relevan di masyarakat modern, terutama di dunia industri yang lebih butuh kerja sama dan efisiensi tanpa melihat gender.

3. Dampak Patriarki pada Mahasiswa

Psikologis: Cewek sering nggak percaya diri untuk berambisi, sementara cowok merasa tertekan oleh ekspektasi sosial.

Kesempatan Karir: Stereotip menghalangi mahasiswa, terutama cewek, untuk mengejar bidang yang "bukan untuk perempuan" seperti teknik atau politik.

Relasi Sosial: Hubungan antar teman jadi nggak setara karena adanya peran gender yang dipaksakan.

4. Peran Mahasiswa untuk Melawan Patriarki

Sebagai agen perubahan, mahasiswa punya tanggung jawab untuk mulai mengubah cara pikir ini. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:

Diskusi kritis: Buat ruang untuk ngobrol soal gender dan patriarki tanpa saling menyalahkan.

Dukung kesetaraan: Biarkan siapa pun, cewek atau cowok, mengambil peran berdasarkan kemampuan, bukan stereotip.

Aksi nyata: Kampanye di media sosial, bikin seminar tentang kesetaraan gender, atau mendorong perubahan kebijakan di kampus.

           Melihat patriarki dari kacamata mahasiswa, saya merasa bahwa sistem ini sering kali tampak seperti sesuatu yang sudah sangat melekat dalam budaya kita, meskipun sebenarnya itu adalah struktur sosial yang dibentuk oleh norma-norma yang tidak setara. Dalam buku Ilmu Sosial Dasar oleh Dr. Beni Ahmad Saebani, saya dapat memahami bahwa patriarki ini berakar dari sistem agraris yang membagi peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki ditempatkan sebagai pemimpin, sementara perempuan dianggap hanya sebagai pendamping atau pengurus rumah tangga. Meskipun sekarang kita hidup di era modern, budaya patriarki ini masih tetap ada dan terus mempengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk di lingkungan kampus.

Dalam novel Kim Ji-young, Lahir Tahun 1982 oleh Cho Nam-Joo, saya melihat bagaimana perempuan merasa terjebak dalam ekspektasi masyarakat yang didasarkan pada norma-norma patriarki. Dalam cerita itu, Kim Ji-young harus menanggung beban yang tidak seharusnya dia bawa hanya karena dia seorang perempuan. Ini mengingatkan saya bahwa patriarki tidak hanya mengatur peran, tetapi juga menghambat perkembangan individu berdasarkan gender.

Tapi, menurut saya, patriarki sebenarnya bukanlah sesuatu yang harus diterima begitu saja. Dalam Feminism is for Everybody oleh bell hooks, dijelaskan bahwa patriarki adalah sistem yang bisa dipertahankan oleh siapa saja, termasuk perempuan. Kita semua punya peran dalam memutuskan rantai ketidaksetaraan ini dan menciptakan lingkungan yang lebih adil, baik di kampus maupun di masyarakat secara luas.

Terlebih lagi, dalam Al-Qur’an, tepatnya Surah An-Nisa ayat 34, Allah berfirman:

"Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..."

Ayat ini sering diinterpretasikan untuk mendukung patriarki, tetapi jika kita telaah lebih dalam, ini lebih pada pembagian tanggung jawab dan kewajiban, bukan tentang dominasi satu gender atas yang lain. Laki-laki diberikan tanggung jawab untuk melindungi dan memberi nafkah, sementara perempuan diberi hak yang setara dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Dengan begitu, dalam pandangan saya, ayat ini menekankan pada kesetaraan dan tanggung jawab bersama, bukan penindasan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun