Baginya, ini adalah mimpi yang jadi nyata. Bekerja di kampung yang selalu dirindukannya. Dia telah berani mengambil keputusan yang merubah haluan hidupnya. Tak ada lagi nongkrong di kafe atau cuci mata di mal. Dia sedang berusaha menuju kemandirian finansial, dengan melakukan pekerjaan yang sesuai panggilan hatinya.
Satu hal penting mengenai uang yang baru dipahaminya adalah bagaimana mengontrol pengeluaran. Jika uang berlebih alangkah baiknya diputar lagi dalam berbagai cara. Sederhananya, pemasukan lebih besar dari pengeluaran. Entah kenapa dulu matanya seakan buta, padahal bekerja sebagai sales di perusahaan distributor.
Hari ini ada pasar mingguan di sebuah desa pinggir danau. Dia singgah di pasar itu untuk sarapan sekaligus mengantarkan dagangannya ke sebuah warung. Ahhh, betapa nikmat bubur kacang hijau campur ketan itu, menu favoritnya. Entah mana yang paling nikmat sebenarnya, menu itu, atau sepotong pemandangan menghadap danau di pagi hari.
Usai sarapan, dia berjalan ke parkiran motor, hendak mengambil dagangannya yang tadi dibawa dari Bukittinggi. Dibukanya boks yang terpasang kokoh di belakang jok motornya. Diambilnya setumpuk koran, tabloid, dan majalah yang sudah disiapkan untuk warung fotokopi dekat pasar. Ya, inilah pekerjaan baru yang sudah dua bulan dijalaninya, lelaki itu sudah jadi penjual koran di kampungnya.
***
Adam Perdana
Lahir 3 November 1985 di Maninjau. Sedang belajar menulis cerpen secara otodidak. Komentar dan kritik terhadap cerpen ini dapat juga disampaikan melalui Facebook: @KaryaAdamPerdana atau Twitter : @AdamPerdana007.
Pesan penulis: “untuk semua penjual koran di jalanan, berhati-hatilah. Jangan bawa anak kecil apalagi menyuruh mereka berjualan koran.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H