Mohon tunggu...
A Damanhuri
A Damanhuri Mohon Tunggu... Jurnalis - Gemar bersosial dan penikmat kopi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Mengucapkan sebuah kata sejati, adalah mengubah dunia. Dalam kata ditemukan dua dimensi: Refleksi dan Tindakan". (Paulo Freire)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surau Mengajarkan Kita Hidup Bermasyarakat

26 Mei 2020   00:42 Diperbarui: 26 Mei 2020   00:37 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang, pas kami menumbuk tepung, Buyuang Katan sedang menanak garam. Buyuang Katan juga dua kali menanak garam kasar menjadi garam halus dalam seminggu. Dia memasaknya dengan tradisional. Di bentangkan tempat menanaknya dari seng yang agak panjang, lalu dibakar dengan kayu. Selama sehari garam yang tadinya kasar, menjadi garam halus.

Bagi masyarakat garam halus buatan Buyuang Katan ini sangat terkenal. Dia jualan PMD di Pasar Ampalu setiap hari Sabtu, di Sungai Sariak hari Rabu dan di Padang Sago hari Senin. Hampir tiap rumah menaruh garam halus demikian. Sebab, manakala garam gulai agak kurang terasa, di situlah gunanya garam halus penambahnya.

Buya Lubuk Pandan membiasakan menjilat garam halus itu sebelum dan sesudah makan. Entah apa khasiatnya, aku tak tahu banyak pula soal itu. Kawan menyebutkan, kalau membiasakan makan garam sebelum dan setelah makan itu, insya Allah Tuhan menjadikan mulut kita asin. Artinya pembicaraan kita di dengar banyak orang.

Amak numpang numbuk tepung juga menyewa sama Jinan, kakaknya Buyuang Katan. Tapi sewanya tak begitu mahal. Selain tepung untuk membuat mangkuak, bagi Amak tepung juga bisa untuk memasak goreng pisang. Sesekali aku juga jualan goren. Kadang-kadang jualan tapai ubi bagai.

Memang Amak mengajari kami semua anak-anaknya dengan berjualan. Tapi tak ada yang sampai jadi saudagar kaya di antara kami. Memang, apa yang dikatakan banyak orang, bahwa mencari uang harus dengan uang pula. Kalau tak bermodal jangan harap untuk bisa kaya.

Ya untuk sekedar menutup biaya harian saja. Tapi, yang jelas Amak telah mengajari anaknya cara hidup mandiri bila dewasa kelak. Dan memang, dari sekian banyak anak Amak tak seorangpun yang dimodalkan pergi ke rantau orang, karena modal itu benar yang tak ada, selain dari pengajaran demikian yang kami jalankan selama sekolah SD di kampung.

Dengan kemandirin itu, aku tak merasa cangkung menghadapi kehidupan yang kian konflik. Belajar jualan dari kecil itulah aku merasakan, betapa hidup itu indah dan penuh dengan warna. Hanya dengan kesiapan yang matang, kita mampu menjalani hidup dengan baik dan benar. 

Mungkin nasib yang membuat aku tak jadi seorang pedagang. Tapi aku sempat jadi pengurus HIPMI, alias himpunan pengusaha muda Indonesia Kabupaten Padang Pariaman. Aku merasa tersanjung, tatkala Aljufri, Ketua HIPMI Padang Pariaman memasukkan namaku ke dalam pengurus organisasi pengusaha muda tersebut.

Hanya berbekalkan cara hidup yang baik dari orangtua itu, aku merasa tak canggung menjalani kehidupan saat ini, meskipun banyak sudah pengalaman hidup yang aku lalui, sebelum berlabuh di dunia jurnalistik. Dan dengan pengalaman itu pula aku mampu menjalankan kepercayaan induk semang dengan baik.    

Terbukti, pasca aku keluar di Padang Pos, selalu media yang meminta aku bergabung untuk memperkuat media bersangkutan. Aku tak pandai menonjolkan diri, atau minta kerja di media terkait. Di pinangnya aku oleh banyak media, yang aku rasakan tak lepas dari hasil didikan Pak Infai yang aku terima awalnya di Padang Pos, hingga Media Sumbar. Alhamdulillah, sebanyak itu media mingguan dan harian yang aku masuki, terakhir berlabuh di Harian Singgalang, kepercayaan pimpinan ke aku masih aku pertahankan dengan baik. Dan ini modal didikan Amak, yang mengajari aku dengan kesederhanaan hidup, melihat susah hidup untuk ditiru yang baiknya.

Dalam masa pendidikan demikian, Abak malah banyak mengajak aku pergi wirid mingguan di surau yang tiga di Dusun Tigo Jurai tersebut. Kadang-kadang ada pula Abak mengajak aku saat orang kampung mengaji ka puaso dan mengaji kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun