Mohon tunggu...
A Damanhuri
A Damanhuri Mohon Tunggu... Jurnalis - Gemar bersosial dan penikmat kopi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Mengucapkan sebuah kata sejati, adalah mengubah dunia. Dalam kata ditemukan dua dimensi: Refleksi dan Tindakan". (Paulo Freire)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surau Mengajarkan Kita Hidup Bermasyarakat

26 Mei 2020   00:42 Diperbarui: 26 Mei 2020   00:37 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai kemampuan dan kesanggupan, aku kerahkan untuk melakukan yang terbaik di tengah masyarakat Padang Toboh. Apa yang menjadi kebiasaan masyarakat selalu aku ikuti dengan baik. Seperti wirid bergiliran di empat surau yang ada di desa itu.

Satu hal yang menjadi sejarah kepenulisan aku, di Padang Toboh itu berita pertama aku muncul di SKM Padang Pos, tahun 2000. Dan saat tinggal di situ pula aku dapat penghargaan sebagai loper terbaik satu SKM Padang Pos, saat HUT pertama tahun 2000, yang diadakan di Hotel Pangeran, Padang.  

Kepala Desa Padang Toboh Syahiruddin, dan sekretarisnya Syahayar sangat mendukung aku atas pemberitaan demikian. Waktu itu ada anak KKK dari Unand Padang yang melakukan jejak pendapat tentang perlu atau tidaknya mendirikan masjid di Padang Toboh. Ternyata banyak yang menginginkan pendirian masjid.

Namun, keinginan itu dilawan oleh Sudirman Rangkayo Rajo Mangkuto, yang menguasai ulayat Sigimba Panjang. Berita itu jadi headlenews di Padang Pos. Kemudian, bersama ulama Padang Toboh, aku dianggap duduak samo randah, tagak samo tinggi di bidang apapun juga. Mulai dari peringatan Maulid Nabi di Sigimba Panjang, sampai alek baralek di tengah masyarakat.

Apapun tradisinya, selalu aku ikuti dengan baik. Bahkan, aku sepat ikut julo-julo tukang di Padang Toboh, yang ketuanya waktu itu Labai Siri. Tapi, karena belum membangun rumah, aku hanya menerima uangnya saja. Sempat lama aku ikut julo-julo tukang, yang setiap anggota yang menerima selalu melakukan kerja di rumahnya.

Aku pergi dari Padang Toboh secara baik-baik. Tidak sanggup lagi menjalankan tugas, karena semakin sibuk di dunia wartawan. Menjelang keluar di situ, aku menjadi wartawan Media Sumbar. Setahun menjelang pindah ke rumah mertua, aku sempat ke Malaysia dan Singapura, serta ikut Muktamar ke-31 NU di Solo, Jawa Tengah.

Pengajaran dari orangtua

Pendidikan keluarga dari kecil sangat aku rasakan dampaknya setelah menginjak dewasa, terutama pendidikan yang diberikan Amak dan Abak. Abak punya tipikal yang lumayan keras dan kuat. Sebagai anak tua dari Abak, aku merasakan betul kerasnya pendidikan yang diberikannya ke aku.

Berkali-kali aku dipaksa makan sahur, saat awal-awal aku belajar puasa. Saking susahnya aku dibangunin, Abak tak sungkan-sungkan memainkan kakinya ke pinggul aku. Itu terjadi saat aku tidur di Surau Koto Runciang.

Memang, dari kecil aku belajar mengaji dan banyak menghabiskan waktu di kampung bakoku tersebut. Malam mengaji, siang membantu Abak kerja tani sambil juga gembala sapi sama kakak aku Afrizal yang lain Abak dengan aku.

Kalau tidak ada kerjaan tukang rumah di rumah orang, Abak melakukan kerja di sawah milik surau itu. Karena dia seorang labai, punya setumpak atau dua tumpak sawah yang digarap untuk kehidupan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun