Mohon tunggu...
Dafa Alhafidz
Dafa Alhafidz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hamba Tuhan!

Kaizen!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ada Apa dengan Pendidikan di Indonesia?

11 Mei 2022   09:50 Diperbarui: 11 Mei 2022   10:40 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia dengan beragam kebudayaan di dalamnya, beragam suku bangsa, beragam keragaman menjadi negara yang memiliki potensi lebih sejahtera di banding negara lainnya. Bahkan, kita tahu bahwa dahulu para penjajah menginginkan Sumber daya alam yang kita punya untuk dijadikan bahan pangan maupun pokok. 

Namun, seiring berkembangnya peradaban, Indonesia kini bisa bekerja sama dengan pihak negara lain untuk sama sama menjalin hubungan yang menguntungkan atau dalam dunia biologi lebih dikenal dengan istilah simbiosis mutualisme. 

Lalu kita bertanya, padahal olah saja sendiri bahan-bahan yang ada tanpa meminta bantuan negara lain, dengan begitu kita bisa menghasilkan income untuk negara jadi lebih besar dan menjadi modal disebut sebagai negara maju. Mari kita bahas.

Dalam perkembangannya, kita bisa mencontoh Jepang yang mempunyai pengaruh dalam kerjasama di dunia pekerjaan. Bahkan, tidak sedikit perusahaan-perusahaan Jepang yang berdiri di Indonesia. Jepang merupakan salah satu negara Timur yang mempunyai keyakinan akan pentingnya pendidikan selain karena adanya kesadaran dalam diri pemimpin dan rakyatnya juga akibat lahirnya pemikiran dari para tokoh saat itu. 

Pada umumnya mereka berpendapat bahwa kunci kemajuan suatu bangsa terletak pada pendidikan (Adriani, 2010). Bahkan ada kejadian yang menarik jika kita tela’ah akan negara Jepang ini. 

Disaat peristiwa pengeboman dua kota besar yakni Hiroshima dan Nagasaki yang meluluh lantahkan sebagian rakyat Jepang kala itu, pemerintah tidak memperdulikan apapun, yang mereka perdulikan adalah apakah tenaga pengajar masih tersisa. Itu membuktikan bahwa di Jepang sangat mengedepankan pendidikan untuk mencapai kemajuan bangsanya. Lalu, apa kaitannya dengan kemajuan bangsa Indonesia.

 Padahal, kita pun memiliki akses pendidikan yang memadai dan berpotensi mampu bersaing di era global. Namun, mari kita tela’ah lebih dalam akan permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia.

Dalam pendidikan tentunya tiga aras harus saling berkaitan dan menemukan hubungan personalnya masing-masing, aras itu meliputi input, proses sampai output. Input memengaruhi keberlanjutan dalam proses pembelajaran. 

Proses pembelajaran memengaruhi hasil output. Selanjutnya output berlanjut ke input dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau mulai masuk dunia kerja di mana teori mulai di praktekkan. 

Namun ada kasus umum, yang terjadi pada aras input yaitu penerimaan siswa baru di sekolah. Sekolah sebagai institusi pendidikan seharusnya berfokus pada peningkatan kualitas peserta didik, bukan mengejar laba. Tidak dapat kita pungkiri bahwa pendidikan di Indonesia sudah menjadi hal yang prestisius bagi beberapa kalangan. 

Berapa besarnya biaya pendidikan yang dibebankan pihak sekolah, atas nama gengsi dan harapan yang besar akan gelar kesarjanaan yang dapat meroketkan martabat keluarga, akan dikeluarkan. 

Namun, bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah, persoalan masuk sekolah bukan mengenai gengsi, akan tetapi kemampuan atau ketidakmampuan biaya pendidikan. Bahkan sudah menjadi pemandangan wajar, setiap tahun ajaran baru, Perusahaan Pegadaian menerima gadaian dari orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya berupa barang elektronik, perhiasan dan barang lainnya yang berharga. 

Penerimaan siswa baru di sekolah negeri seharusnya membebaskan biaya bagi calon orangtua murid. Namun pada kenyataannya masih ada ditemukan pungutan liar dengan alasan uang ‘titipan’ agar si anak dapat masuk ke sekolah yang diinginkan (Nasution, 2008). Itu menandakan bahwa kasus tersebut menjadi kelemahan pendidikan di Indonesia untuk bersaing di ranah global. Dan tentunya ada beberapa kasus juga yang membuat negara kita kalah bersaing dengan ranah global di bidang pendidikan.

Berangkat dari asumsi bahwa kurang seriusnya perhatian pemerintah dalam mensejehterakan pendidikan Indonesia. Padahal kita tahu bahwa, pendidikan adalah gerbang dalam memulai peradaban, peradaban akan bangkit dan gemilang di tandai dengan seriusnya dalam pendidikan. 

Dan tentunya, itu harus saling bekerja sama antara pemerintah sebagai jembatan masyarakat dan masyarakat sebagai penempuh pendidikan demi terciptanya peradaban yang gemilang. Dilihat dari kesenjangan pendidikan yang terjadi, dapat diketahui dalam ; sarana dan prasarana serta tenaga pengajar pendidikan.

1). Sarana dan Prasarana

Pendidikan bukan hanya berfokus kepada tenaga pengajar, serta murid sebagai berjalannya pembelajaran. Akan tetapi, itu juga harus di barengi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk menempuh pendidikan yang nyaman guna mewujudkan tujuan pembelajaran. 

Sering terjadi perbedaan antara pendidikan di desa dan kota dalam sarana prasarana, dan itu juga sering di kabarkan lewat media masa seperti televisi, surat kabar, dan media sosial. Bahwa kondisi sekolah di pedesaan dan daerah terpencil masih jauh dari kata layak. 

Misalnya kondisi bangunan yang rapuh bahkan hampir runtuh ditambah atap yang bocor disaat musin hujan sehingga kegiatan proses belajar mengajar sering terkandala. Persoalan sarana dan prasarana menjadi persoalan yang krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia (Nasution, 2008). Beragkat dari situ, menandakan bahwa mungkin pemerintah tidak memiliki akses untuk menempuh jaringan ke pedesaan di karenakan akses informasi yang kurang maksimal. 

Tapi, seharusnya dengan kepiawaan teknologi pemerintah mampu mengakses daerah mana saja yang harus di perbaiki dan di rehab sarana dan prasarananya. Dengan begitu, kita bisa bekerjasama untuk membangun pendidikan yang maksimal dan menjadikan murid nyaman serta mampu berkembang juga bersaing di ranah global.

2). Masalah kurikulum

Manajemen pendidikan tentunya harus di butuhkan guna merancang dan mengevaluasi pendidikan yang harus di anyam oleh peserta didik. Dengan itu, di perlukannya kurikulum guna menyama ratakan pembelajaran sesuai harapan bangsa Indonesia. 

Akan tetapi, berangkat dari situ kurikulum selalu menjadi bahan pebincangan hangat bagi pemikir pendidikan. Kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks jika dibandingkan dengan kurikulum pendidikan di negara maju. 

Hal ini memiliki dampak bagi guru dan siswa. Siswa merasa terbebani dengan segudang materi yang harus di pahami dan dikuasainya. Hal tersebut nantinya akan berdampak pada ketidakpahaman siswa terhadap keseluruhan materi yang diajarkan. Tugas guru semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran kepada peserta didiknya. 

Guru tentunya akan terbebani dengan pencapaian target materi yang akan diajarkan. Guru harus melanjutkan materi sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan. 

Hal ini tidak sesuai dengan peran guru (Nasution, 2008). Maka dari itu, penelitian ke berbagai pelosok serta mengenali lebih dalam jiwa masyarakat Indonesia tentang pendidikan bisa menjadi langkah preventif untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan kemampuan masyarakat Indonesia dan harapannya menjadikan murid nyaman. Dengan begitu, mereka mampu berfikir dan bersaing di ranah global dengan kemampuan yang terus di asah.

Dari berbagai masalah yang sudah di sebutkan tentang pendidikan di Indonesia yang sedang mengalami masalah dalam perjalanannya. Pastinya, berbagai langkah sedang di tempuh dan di perhatikan oleh pemerintah guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas sebagaimana pesan yang terkandung dalan Undang-Undang Dasar 1945. Dan pastinya tujuan pendidikan itu menurut Ki Hajar Dewantara : Memerdekakan Manusia dan Manusia yang merdeka itu, kurang lebih memiliki dua poin yakni Selamat raganya dan Bahagia jiwanya.

 Islam juga selalu mewanti-mewanti akan pentingnya sebuah pendidikan, sebuah Ilmu. Bahkan, Nabi SAW menyampaikan pesan “ Carilah Ilmu dari semenjak kau terlahir sampai kau masuk ke liang lahat” yang artinya mencari Ilmu atau menempuh pendidikan itu tidak ada hentinya, meskipun nanti sudah lanjut usia selama hayat masih di kandung badan, kita harus tetap menempuh pendidikan sekemampuan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, S. D. (2010). Dampak Kemajuan Pendidikan terhadap munculnya Fenomena Juken Jigoku (Neraka Ujian Masuk) di Jepang. Humaniora, 1(1), 142. https://doi.org/10.21512/humaniora.v1i1.2157

Nasution, E. (2008). Problematika Pendidikan di Indonesia. Urnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon, 3, 1–10.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun