Saya hanya anak desa sederhana, di mana saya ingin melakukan niatan baik ke Jakarta sebagai langkah ibadah dengan membela keagungan lafadz lailahaillallah muhammadar rosulullah, yang beberapa minggu lalu dilakukan pembakaran oleh salah satu ormas di Alun-alun Limbangan, Garut Jawa Barat, lafadz agung ini tertulis pada bendara warna hitam yang kita sebut Ar-Rayah. Â Â
Secara pribadi tidak meyaksikan pembakaran secara langsung, karena saya hanya anak desa di pulau Madura yang terkenal dengan kereligiannya dan sam'an wathoatan terhadap kiyai.
Kerjadian tersebut langsung viral di media sosial dan banyak media nasional memberitakan, hatiku langsung bergetar melihat kejadian yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, di mana sejak kecil sampai di pondok pesantren selalu diajarkan agar selalu menjaga dan mengagungkan kalimat mulia ini.
Tak pelak secara spontan menggebu-gebu, untuk membela atau menyampaikan aspirasi secara langsung walaupun berada di daerah, serta jauh dari kejadian dimana bendera tauhid ini dilakukan pembakaran. Namun tidak pernah terbesit sedikitpun rasa takut dibenak turun kejalan agar pelaku segera diadili dan diproses sesuai undang-undang yang berlaku.
Niatan yang begitu menggebu nan tulus akhirnya mendapat jalan dari Allah SWT melalui teman pondok pesantren yang saat ini tinggal di Jakarta, dimana ia mengajak saya melakukan aksi turun ke jalan pada Tanggal 2 November 2018 bertepatan dengan hari agung umat islam "Jum'at". Kabar ini sungguh sangat membahagiakan dan pastinya membuatku sujud syukur atas langkah Allah SWT berikan melalui teman seperjuangan di pondok pesantren dulu.
Tibalah saatnya yang dinantikan berangkat ke Jakarta membela bendera tauhid yang pernah bikin geger. Bermodalkan bismillah dan restu dari keluarga, saya berangkat ke Jakarta satu hari lebih awal mengingat perjalanan dari Madura ke Jakarta kurang lebih 20 Jam via bus antar provinsi.
Hari Jumat tanggal 2 November 2018 sekitar jam 09.30 pagi saya tiba di Jakarta, anak desa yang belum menginjakkan kaki merasa kagum dan senang akan kondisi kota metropolitan, mengingat di kampung halaman tidak ada tempat seelok dengan hiasan gedung pencakar langit menjulang.
Setelah tiba di Jakarta, tujuan utamaku tidak pernah pudar, pada hari itu pula akan banyak umat islam melakukan turun ke jalan untuk membela bendera kalimat tauhid.
Tak lama berselang perjalananku dari terminal bus dilanjutkan ke masjid istiqlal, dulunya masjid ini saya hanya bisa kagumi melalui televisi di kampung kelahiran, tapi Alhamdulillah berkat ikut aksi tutun kejalan bisa menikmani rumah Allah yang begitu megah dan luas.
Setelah melakukan sholat Jum'at, ku langkahkan kaki bersama umat muslim yang lain, untuk melaksanakan niatan awal yang terus menggebu, ditambah banyak bertemu dengan teman-teman muslim lainnya yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia.
Terik matahari yang panas tidak menggendorkan langkah kami menuju gedung Menko Polhukam, dimana di depan gedung ini akan menjadi titik kumpul para peserta aksi. Kami sebagai peserta aksi selalu diingatkan dan diberikan siraman romahi oleh para habaib yang berada mobil komando.
Satu persatu ulama, tokoh, dan aktivis  dakwah saat itu  secara bergantian menyampaikan orasi serta keluh kesah terkait bendera tauhid. Jalanan dipenuhi umat muslim berbaju koko dan Liwa dan Ar-Rayah di tangan dan terus dikibarkan.
Rasa lelah dan letih tidak terasa berkat kobaran orasi yang memberi semangat dari mobil komando agar terus melangkah dan jangan menyurutkan semangat melaui hadist atau ayat yang ia lontarkan. Betul, entah kenapa rasa lelah itu tidak pernah terasa walaupun dari masjid istiqlal menuju pusat titik kumpul lumayan jauh.
Saya tidak mengenali semua tokoh yang berada di mobil komando yang saling bergantian menyampaikan orasinya. Hanya sebagian kecil ulama atau habaib yang menyejukkan hati orasinya, selebihnya bernada provokatif yang menghubungkan kejadian pembakaran bendera tauhid dengan pemerintahan Presiden Jokowi.
Posisi ku tidak begitu jauh dari mobil komando, jadi setiap yang menyampaikan orasi dengan jelas bisa saya dengar, apalagi saat itu menggunakan banyak pengeras suara dan di tempatkan di beberapa sudut aksi ini dilangsungkan.
Sontak, perhatianku terfokus pada orasi yang disampaikan oleh anak kecil yang sebelum menyampaikan orasi, terlebih dahulu panggil oleh MC bernama Habib Saqif Alatas, dimana dalam orasinya ia menyampaikan pentingnya membela lafadz lailahaillah muhammadar rosulullah, perasaan kaget setelah ia menutup orasi dengan nada membela pasangan calon presiden tertentu.
Saya hafal sekali pantun yang ia lontarkan sebagai penutup dari orasinya, "Jalan-jalan ke kelapa dua, jangan lupa mampir ke toko sepatu, eh lu lu pade jangan lupa pilih nomer dua, lupain nomer satu".
Hatiku merasa remuk mendengar orasi dari habib kecil ini, karena peserta aksi di arahkan untuk mendukung dan mencoblos pasangan tertentu.
Niatan tulus yang datang jauh-jauh dari kampung untuk membela kalimat tauhid, begitu mendengar orasinya ini langsung berubah kebencian, serta manyadari bahwa yang kami lakukan dengan niatan tulus menegakkan panji rosululllah langsung sirna dan mebuat pikiran berkecamuk, dan risau mau melanjutkan aksi atau tidak karena sudah kearah politik.
Perasaan tenang dan sejuk mendadak menjadi gelisah, bahwa aksi yang dilakukan ini tidak murni berdasarkan niatan untuk membela bendera tauhid, akan tetapi ada niatan kampanye terselubung dari pasangan calon presiden dan wakil presiden pada moment yang saya anggap suci dan sakral.
Keberadaan ku di tengah ribuan peserta aksi sudah tidak betah dan semua ambisi membela kalimat tauhid langsung sirna begitu saja, ditambah lagu dukungan untuk Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menggema dalam aksi.
Perasaan merasa dikhinati dan dimanfaatkan untuk tujuan politik, dengan mengarahkan peserta aksi 211 memilih dan mencoblos pasangan tertentu saat Pilpres kelak. Tanpa berfikir panjang ku langkan kaki kembali  ke masjid istiqlal untuk menenangkan hati yang sempat berkecamuk dan resah walaupun aksi 211 masih tetap berlanjut.
Di masjid istiqlal saya merasa lebih tenang dengan memperbanyak beribadah dari pada ikut aksi yang sudah dimanfaatkan untuk politik praktis, bukan lagi membela kalimat tauhid tapi berkampanye pasangan calon presiden dan wakil ppresiden yang bukan tempat dan waktunya.
Ini sekelumit catatan saya saat aksi 211 merasa dikhianati, oleh penyampaian-penyampaian tentang arahan memilih pasangan terntentu yang dilakukan oleh beberapa orang di mobil komando.
Semoga anda kedepan lebih bijak dalam memilih atau ikut serta turun ke jalan, agar tidak menjadi korban niatan tersebung oleh kelompok-kelompok terntentu yang hanya ingin memanfaatkan kita serta menjadikan kita mesin politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H