Mohon tunggu...
Putra Madura
Putra Madura Mohon Tunggu... Arsitek - Pegiat Medsos

Tulisan ini merupan proses untuk terus belajar dalam memenuhi standart karya dan layak untuk di baca, jika ada saran jangan segan-segan disampaikan sebagai langkah untuk menuju ke yang lebih baik. Terimkasih untuk para penikmat tulisan sederahana saya dan salam literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Anak Desa di Aksi 211

6 November 2018   22:45 Diperbarui: 6 November 2018   23:24 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Satu persatu ulama, tokoh, dan aktivis  dakwah saat itu  secara bergantian menyampaikan orasi serta keluh kesah terkait bendera tauhid. Jalanan dipenuhi umat muslim berbaju koko dan Liwa dan Ar-Rayah di tangan dan terus dikibarkan.

Rasa lelah dan letih tidak terasa berkat kobaran orasi yang memberi semangat dari mobil komando agar terus melangkah dan jangan menyurutkan semangat melaui hadist atau ayat yang ia lontarkan. Betul, entah kenapa rasa lelah itu tidak pernah terasa walaupun dari masjid istiqlal menuju pusat titik kumpul lumayan jauh.

Saya tidak mengenali semua tokoh yang berada di mobil komando yang saling bergantian menyampaikan orasinya. Hanya sebagian kecil ulama atau habaib yang menyejukkan hati orasinya, selebihnya bernada provokatif yang menghubungkan kejadian pembakaran bendera tauhid dengan pemerintahan Presiden Jokowi.

Posisi ku tidak begitu jauh dari mobil komando, jadi setiap yang menyampaikan orasi dengan jelas bisa saya dengar, apalagi saat itu menggunakan banyak pengeras suara dan di tempatkan di beberapa sudut aksi ini dilangsungkan.

Sontak, perhatianku terfokus pada orasi yang disampaikan oleh anak kecil yang sebelum menyampaikan orasi, terlebih dahulu panggil oleh MC bernama Habib Saqif Alatas, dimana dalam orasinya ia menyampaikan pentingnya membela lafadz lailahaillah muhammadar rosulullah, perasaan kaget setelah ia menutup orasi dengan nada membela pasangan calon presiden tertentu.

Saya hafal sekali pantun yang ia lontarkan sebagai penutup dari orasinya, "Jalan-jalan ke kelapa dua, jangan lupa mampir ke toko sepatu, eh lu lu pade jangan lupa pilih nomer dua, lupain nomer satu".

Hatiku merasa remuk mendengar orasi dari habib kecil ini, karena peserta aksi di arahkan untuk mendukung dan mencoblos pasangan tertentu.

Niatan tulus yang datang jauh-jauh dari kampung untuk membela kalimat tauhid, begitu mendengar orasinya ini langsung berubah kebencian, serta manyadari bahwa yang kami lakukan dengan niatan tulus menegakkan panji rosululllah langsung sirna dan mebuat pikiran berkecamuk, dan risau mau melanjutkan aksi atau tidak karena sudah kearah politik.

Perasaan tenang dan sejuk mendadak menjadi gelisah, bahwa aksi yang dilakukan ini tidak murni berdasarkan niatan untuk membela bendera tauhid, akan tetapi ada niatan kampanye terselubung dari pasangan calon presiden dan wakil presiden pada moment yang saya anggap suci dan sakral.

Keberadaan ku di tengah ribuan peserta aksi sudah tidak betah dan semua ambisi membela kalimat tauhid langsung sirna begitu saja, ditambah lagu dukungan untuk Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menggema dalam aksi.

Perasaan merasa dikhinati dan dimanfaatkan untuk tujuan politik, dengan mengarahkan peserta aksi 211 memilih dan mencoblos pasangan tertentu saat Pilpres kelak. Tanpa berfikir panjang ku langkan kaki kembali  ke masjid istiqlal untuk menenangkan hati yang sempat berkecamuk dan resah walaupun aksi 211 masih tetap berlanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun