Mohon tunggu...
Syarief-Ahmad
Syarief-Ahmad Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rakyat pada umumnya, biasa-biasa saja, nggak ada yang istimewa.. bocahsore.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis Itu Mudah

18 April 2017   07:01 Diperbarui: 18 April 2017   09:27 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untuk menjadi penulis, yang dibutuhkan hanyalah kemauan keras untuk menulis dan kemudian mempraktekkannya, orang yang hanya mempunyai kemauan untuk menulis namun tidak pernah melakukannya, maka ia sama saja dengan bermimpi untuk memiliki mobil, tanpa ada usaha dan kerja keras untuk memilikinya.” -- Stephen King

Menulis bukanlah suatu bakat yang tiba-tiba muncul begitu saja sejak bayi dalam kandungan dan terlontar kedunia. Tetapi menulis adalah soal kemauan dan kemampuan. Seperti pada bagian ini saya beri judul menulis itu mudah, ya,  memang begitulah adanya. Saya ingin kita menanamkan dulu kesamaan persepsi, bahwa menulis itu bukanlah suatu hal yang sangat sulit seperti kita memindahkan gunung, tetapi juga bukanlah sesuatu yang sangat ringan seperti membalikan telapak tangan.

Karena, menulis itu hanyalah perpaduan dari mindset cara berfikir kita yang kemudian di aplikasikan pada praktek. Saya katakan menulis itu mudah, memang begitu adanya. Selagi kita memiliki satu dorongan yang kuat yang saya katakan dengan ‘kemauan’. Kemauan itu semacam tekad yang kuat yang ada dalam diri kita untuk mau belajar dan terus belajar mengolah kata menjadi paragraf utuh, dan tenu bisa mencerahkan. Kemudian kemauan itu kita jodohkan dengan alam pikiran kita, bahwa menulis itu bukan hal yang sangat sulit, tetapi mudah. Maka dengan sedikit sentuhan pembelajaran dan coret-coretan, tinggal menghitung waktu, percayalah, kamu benar-benar akan menjadi seorang penulis handal.

Pramudya Ananta Toer, seorang penulis yang sangat produktif dari Blora, pernah berujar “tulislah apa saja yang kau mau tulis, suatu saat nanti pasti ada gunanya” perkataan Pram ini selalu membuat saya dipaksa benar-benar menyadari, bahwa satu tulisan atau yang biasanya bagi kita sebut dengan ‘coret-coretan’ tak berguna, dan bahkan tak penting, bisa jadi adalah hal yang nantinya menjadi luar biasa. Saya tadi mengatakan menulis itu bukan bakat yang tiba-tiba muncul tetapi soal kemauan dan kemampuan, iya, memang seperti kenyataan yang ada. Tanamkan dulu kemauan di batok kepala kita, dan kemampuan itu niscaya akan lahir bersama dengan semakin banyaknya coretan-coretan yang kita hasilkan.

Kebanyakan dari kita pasti akan bingung, mau menulis apa?, berawal dari mana?, bagaimana caranya?. Jangan khawatir,  jika memang sudah ada kemauan untuk belajar, paling penting dan paling utama yang harus kamu lakukan adalah segeralah tulis apa yang kamu ingin tulis, jangan takut salah. Kadangkala memang hidup berawal dari sebuah kesalahan, karena semakin banyak salah, kita akan semakain banyak belajar. Itu kuncinya!

-Seperti Berbicara

Penulis kondang Seno Gumira Ajidarma dalam buku Ketika Jurnalisme di Bungkam Sastra Harus Bicara menganggap, menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa-suatu cara untuk menyentuh seseorang lain entah dimana. Cara itu bisa bermacam-macam dan disanalah harga kerativitas di timbang-timbang.

Saya sepakat dengan apa yang di utarakan Seno, Anggaplah menulis seperti kita sedang berbicara. Ketika kita bicara dengan teman kita, apalagi bicara dengan seseorang yang kita cinta, pasti ada rasa senang yang terbesit di hati. Nah, menulis juga sama, ketika kita sudah mencintai dunia tulis-menulis, itu pasti ada rasa senang dan kepuasan tersendiri ketika bisa menghasilkan sebuah tulisan yang menarik. Resepnya seperti berbicara, tuangkan saja apa yang terlintas dalam benak kita.

Semudah itukah menulis? Aturanya bagaimana? Jika kita mengagap menulis itu mudah, maka semuanya akan menjadi mudah dan niscaya akan dimudahkan. Tetapi jika kita menganggap menulis itu sesuatu yang sangat sulit, maka semuanya akan terlihat sulit. Tetapi percayalah, bahwa menulis itu mudah dan menyenangkan. Kita tidak harus selalu spaneng dengan aturan yang super rumit seperti layaknya kita belajar bahasa indonesia tentang kalimat yang harus baku dan disempurnakan. Itu memang penting, tetapi untuk pemula yang ingin belajar menulis, kita kesampingkan dulu atauran-aturan itu, tetapi bukan berarti kita menghilangkan. Intinya bagi penulis pemula tanamkan dulu kemauan dan kecintaan pada dunia menulis. Itu jauh lebih penting.

Kita bisa ngobrol panjang lebar atau bahkan lupa dengan waktu jika sudah ngobrol sesuatu yang menarik dengan teman kita. Begitu juga harusnya dengan menulis, kita bisa berlama-lama menyusun satu kata dengan kata yang lain, hingga membentuk paragraf, dan kemudian merangkainya menjadi satu artikel yang menarik dan layak di publish di media masaa. Toh, antara ngobrol dengan menulis sama-sama mengutarakan apa  yang ada dalam pikiran. Bukankah begitu.

Lebih jauh lagi, jika kamu menyadari bahwa usiamu tidak akan sepanjang usia dunia ini, maka hal terbaik yang harus dilakukan adalah menulis. Seperti yang dikatakan Pramudya, penulis tetralogi Bumi Manusia, bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dan kemudian itu diamini oleh Helvy Tiana Rosa, Sastrawan dan Pendiri Forum Lingkar Pena, yang namanya sering muncul dimedia massa berkat segudang karyanya. Beliau menuturkan dengan sangat apik, Kalau usiamu tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah. Menulis memperpanjang ada-mu di dunia dan amalmu di akhirat kelak. Menulis sebenarnya sama dengan kamu bicara, bedanya menulis itu akan abadi karena terikat. Sedangkan perkataan akan menguap dan hilang ditelan waktu.

-Ibarat curhat

Kita sama-sama tahu bahwa manusia merupakan makhluk sosial, keberadaanya selalu membutuhkan interaksi dengan manusia yang lain. Sudah lazimnya bahwa setiap berinteraksi dengan manusia lain, pasti akan timbul gesekan-gesekan emosional. Ini saya sebut efek dari interaksi itu, baik berupa senang, sedih, gembira, benci, muak, tidak dimengerti dan lain sebagainya.

Biasanya, dalam konteks ini, setelah kita berinteraksi dengan orang yang dibenci akan muncul efek tidak harmonis, saat itulah hati kita akan merasa terbelenggu karena memendam beban (Baper) hehe...

Tenang aja, ketika kamu tidak menemukan satu teman yang pas untuk diajak cerita. Menulis bisa jadi solusi yang paling tepat. Ketika hatimu sedang sepi dan bahkan tidak dimengerti orang lain sekalipun, maka menulislah. Setidaknya dalam buku harianmu, karena dengan menulis, paling tidak perasaan dan hatimu akan terbebaskan-cerah.

 Menulis memang kebutuhan yang sama pentingnya dengan curahan hati, dengan menulis niscaya akan membuat hati tenang. Bukankah kamu terbiasa curhat berjam-jam dengan temanmu. Begitu juga dengan menulis, kamu bisa curhat dalam bentuk tulisan yang bisa kau abadikan. Curhat dengan teman akan menguap dan hilang, tetapi dengan tulisan itu akan abadi dan terkenang sapanjang kamu bisa menjaganya, tulisan yang biasa kita sebut coretan semacam ini bukan tidak ada gunannya, tetapi ini bisa menjadi satu daya rangsang kamu melatih memainkan diksi, dan menjahit kata demi kata menjadi paragraf yang menyenangkan dan menyentuh perasaan.

Setelah kamu terbiasa menulis dengan curahan-curahan hati, pada taraf selanjutnya mulailah mencoba untuk menulis hal-hal yang bersinggungan dengan kehidupan disekitarmu. Semisal menulis tentang pendidikan, sosial, tentang lingkungan dan lain sebagainya. Kebiasaan ini akan membuat kamu lebih peka dan akhirnya terbiasa untuk menuangkan semua kegelisahan dalam bentuk tulisan yang baik, dan tentunya memiliki nilai karya yang bisa kamu banggakan.

Sudah banyak tercatat dalam sejarah, bahwa orang-orang kebanyakan tidak pernah menyangka karya yang remeh temeh semacam buku harian bisa terbit menjadi sebuah buku yang fenomenal. Kalau kamu pernah baca buku ‘Pergolakan Pemikiran Islam’ yang ditulis Ahmad Wahib. Buku itu terbit dari catatan harian seorang pemuda bernama Wahib yang selalu menuangkan kegelisahanya selama menjadi mahasiswa dalam sebuah bentuk catatan harian.

Wahib mulai menulis catatan itu kisaran tahun 1966. Setiap hari yang dia lalui selama menjadi mahasiswa terekam apik dalam bentuk tulisan, lengkap dengan hari, tanggal dan materi yang digelisahkan. Barangkali waktu itu, Wahib sendiri tidak pernah menyangka, bahwa tulisannya yang berbentuk catatan harian itu bisa begitu berharga, menarik, dan kemudian di bukukan. Sampai hari ini bisa kita bayangkan, tulisan Wahib itu sudah mengilhami ratusan, ribuan atau bahkan jutaan anak muda yang lain.

Wahib sendiri meninggal dunia di usia yang sangat muda, 31 tahun. Kemudian setelah delapan tahun kematiannya, kumpulan tulisan dari hasil renungan-renungan yang berjumlah sepuluh jilid lampiran itu bisa dibukukan. Memang mengesankan seolah-olah catatan harian itu menjadi wakil bagi diri Wahib untuk hadir dalam setiap pergulatan pemikiran yang akan terjadi di masa depan.

Dalam satu catatan yang sangat menggoda yang di tulis Wahib 11 Juni 1969, dia sempat menulis “lihat catatan-catatan dalam buku ini, dan bacalah bagaimana saya bicara terus terang....Wahib seperti sudah mengerti, begitu akan sangat berharganya catatan yang ia tulis, yang kemudian di kokohkan dengan pengakuan dari DJohan Effendi, sahabat dekatnya Wahib, Ia menceritakan, Wahib sudah sejak kisaran tahun 1966 mulai berikhtiar, berfikir keras, mencoba untuk merumuskan renuangannya. Namun, baru akhir tahun 1968 sampai beberapa hari sebelum kematiannya renungan itu mulai ditulisnya dengan rapi.

Menarik bukan, sebuah coretan yang mungkin hari ini kita anggap tidak penting ternyata, akan ada massanya itu begitu sangat berarti dan memberikan pencerahan luar biasa dimasa mendatang.

Atau contoh lain, kamu kenal Soe Hok Gie? Sosok fenomenal tahun 65-an yang berhasil menggerakan massa demosntrasi menentang rezim orde lama dibawah kapasitas kemahasiswaannya, dia menuliskan semua kegelisahannya dalam sebuah catatan harian, yang kemudian setelah kematiannya di puncak semeru, catatan harian itu diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul ‘Catatan Seorang Demonstran’. Sama seperti wahib, pada mulanya soe hok gie juga hanya sekedar menuangkan kegelisahan yang dialami, tentu dengan sedikit gagasan-gagasan yang dia pikirkan dalam buku harian.

Dan barangkali sampai hari ini dia juga tidak pernah tahu bahwa catatan harianya bisa mengilhami jutaan pemuda lainnya di Indonesia. Itulah kehebatan tulisan, dia akan abadi dan usianya tentu lebih lama dari penulisnya.

Kita terkadang terlalu menyepelekan hal-hal yang sepintas kita anggap tidak penting, padahal bisa jadi itu merupakan hal yang luar biasa. Ketika sudah lewat masanya baru tersadar dan menyesal. Oleh karen itu, mumpung masih ada waktu, mulailah menulis apa saja kejadian yang kita alami seperti kita curhat dengan seorang teman.

Dengan menulis, semisal paling remeh-temeh semua kejadian sehari-hari, itu sama artinya kita akan terbiasa untuk mengolah kepekaan, baik kepekaan perasaan maupun pikiran. Kita akan terbiasa menangkap semua kejadian yang menarik dengan ‘peka’, kemudian menuangkan dalam tulisan yang jujur, itu akan membuat orang tertarik untuk membaca tulisan kita.

Banyak karya-karya besar yang terlahir dari kepekaan penulis dalam menangkap kejadian sehari-hari, dengan kejujuran rasa, dan pikirannya. Jadi, mulai sekarang, tugas bagi kamu calon penulis handal mulailah merangkum semua kejadian, kemudian biarkan mengendap menjadi sebuah kegelisahan yang ketika sudah tidak terbendung, maka coba tuangkan dalam bentuk tulisan yang jujur- kadangkala seperti yang saya katakan, pada mulanya motivasi kita hanya sekedar menuangkan kegelisahan dan curhat, tetapi kemudian tulisan itu dibaca orang lain, dianggap menarik, diterbitkan dan mengilhami ratusan, ribuan, bahkan jutaan pembaca yang lain. Keren bukan.

-Menuangkan Ide

Kita sama-sama sadar bahwa semua penulis memiliki gaya dan cara terbaik untuk menuangkan apa yang terbesit di kepalanya. Ada yang sering menulis dengan model curhatan seperti beberapa contoh yang tadi saya sebutkan, ada juga yang suka menulis dengan model essay-essay yang panjang, artikel, puisi dan macam lain sebagainya.

Semua model penulisan itu tegantung dari kenyamanan dari penulis itu sendiri. Kalau kamu merasa nyaman untuk menuangkan ide dalam bentuk essay, curhatan, puisi ataupun artikel, maka pakailah gaya itu. Asalkan ditulis dengan jujur itu akan selalu menarik untuk dibaca. Seringkali bagi para penulis pemula, tidak percaya diri untuk menuangkan ide yang sudah melonjak-lonjak di kepala. Mengenai itu, hal pertama yang ingin saya katakan, jangan peduli dengan tata bahasa, tulis saja. Disini bukan berati saya bermaksud hendak menyepelekaan tata behasa, tetapi saya ingin menekankan jangan kita menjadi terhalang untuk menulis hanya karena takut bahasa yang kita gunakan akan menjadi gunjingan dan cemooh banyak orang.  Kalian terlalu berlebihan dihantui rasa takut dan tidak percaya diri ketika mencurahkan apa yang sudah mengendap di kepala untuk dijadikan sebuah catatan, yang pada akhirnya karena ketakutan itu, kalian tidak pernah menghasilkan apa-apa selain penyesalan di kemudian hari.

Apalagi sekarang di era kecanggihan teknologi dan keterbukaan akses informasi, banyak sekali media yang dapat kita gunakan untuk arena belajar, termasuk ngepost tulisan kita di blog-blog pribadi. Kita tidak harus menunggu ‘belas kasihan’ redaktur hanya untuk mengemis supaya tulisan kita bisa di muat di media massa. Di era kecepatan informasi, menjamur situs ataupun web yang bisa digunakan untuk belajar mempublish tulisan kita.

Mungkin dari kamu akan berpendapat, tulisan yang di publish di blog pribadi akan memiliki nilai kurang bergengsi dibanding dengan media cetak. Pendapat itu tidak selamanya keliru, tetapi tidak selamanya menjadi benar. Bagi penulis pemula yang ingin belajar, jangan ragu dan bukan merupakan kesalahan untuk mempublish tulisan kita di blog, disamping sebagai arsip, ini juga bermanfaat sebagai pembelajaran, menumbuhkan kemauan, dan mengasah kemampuan menulis.

Jangan banyak pertimbangan, yang penting tulis dulu aja. Karena semakin terbiasa kita menulis maka pengolahan kata dan penempatan diksi yang tepat secara perlahan akan membaik.

selamat mencobaa....
Dan selamat menjadi penuliss..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun