Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Begini Kiat agar Murid Baru Tidak Di-bully di Sekolah

25 Maret 2017   17:46 Diperbarui: 26 Maret 2017   04:00 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Di Bogor, kalau ada anak baru (murid baru) biasanya diisengin dan dijahilin atau didiemin."

"Kalau disini (di Medan) malah diajak ngomong dan diajak main."

Begitu pengakuan anak saya, Faruq, 11 tahun, yang bersekolah di sebuah Sekolah Dasar Swasta di Kota Medan. Faruq saya masukkan sekolah yang mirip suasana sekolah dasar ini karena pilihannya sendiri. Faruq tipe anak yang tidak macam-macam dalam memilih sekolah. Asal bisa main bola dan ada lapangan bola, dia sudah cocok dengan sekolah jenis itu.

Sudah delapan bulan Faruq menjadi murid baru mengiringi kepindahan saya kembali ke Medan. Faruq bersekolah di sebuah sekolah dengan lapangan bola yang luas. Faruq sebenarnya bukan tipe anak yang suka ngomong dan dominan dalam pergaulan. Tapi dia adalah tipe anak yang mudah mendapat simpati teman-temannya. 

Faruq terkadang kritis terhadap sesuatu dan sempat bersitegang dengan gurunya akibat sesuatu yang tidak nyaman dia rasakan. Untuk hal ini saya khawatir Faruq tidak betah sekolah disini.

Dari perjalanan delapan bulan sekolah, tidak ada keluhan apapun tentang perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya. Faruq cuma sempat kaget dengan model guru yang suaranya lantang dan keras. Faruq tidak terbiasa mendengar orang berbicara keras. Tapi ini Medan, dimana suara keras bukan cerminan orang marah.

Saya kaget saat pembagian rapor semester pertama, Faruq mendapat peringkat pertama di kelasnya. Guru kelasnya menawarkan agar Faruq mau pindah ke kelas yang berkumpul anak-anak dengan kualitas akademik yang baik. Faruq menolak. Dia nyaman dengan kelas saat ini.

"Pak katanya Faruq, mau pindah sekolah?"

"Rencana dari kami begitu, BU."

"Teman-temannya pada nanyain. Maunya jangan sampai Faruq pindah, Pak. Dia anaknya baik, Pak."

Saya tertegun mendapat pengakuan dari Wali Kelas Faruq saat pembagian rapor. Saya juga memperhatikan Ibu gurunya senang dengan Faruq dan tidak ingin Faruq pindah. 

Faruq ternyata disukai di kelasnya. Dalam beberapa pengamatan saya saat antar jemput di sekolahnya, Faruq sering mendapat perhatian lebih dari teman-temannya. Kalau Faruq datang mau masuk kelas, temannya selalu menyapa dan tersenyum padanya. Ada anak kecil, adik kelas Faruq bahkan kenal sama dia dan menyapanya duluan. Kadang-kadang ada teman perempuannya yang mencandai Faruq yang membuatnya canggung dan tersipu malu saat saya perhatikan.

Suatu hari, saya sengaja datang lebih awal menjemput Faruq. Hari itu dia pulang agak sore karena latihan bola di SSB (Sekolah Sepak Bola) sekolahnya. Saya menikmati pemandangan anak saya berlatih dan bemain bola. Faruq di posisi pemain belakang (back) sayap. Dia selain bertahan juga membantu serangan dan mengalirkan bola ke pemain tengah dan penyerang. Faruq yang tubuhnya ramping memang punya kecepatan lari di atas rata-rata temannya dan memiliki teknik mematahkan serangan yang baik, menurut pandangan saya. Saat itu Faruq hampir saja mencetak gol saat menyambar bola muntah dari tepisan pemain belakang lawan. Sayang bola memantul mengenai tiang atas.

Kejadian bola yang memantul dari tendangan Faruq membuat teman-temannya yang di bangku cadangan heboh.

"Faruq hampir saja."

"Kena tiang Faruq, sayangnya."

Saya sedikit heran. Padahal beberapa gol yang dicetak teman-teman Faruq tidak dapat respon heboh dari teman-temannya. Ini tidak gol saja memancing komentar yang ramai.

Sampai akhirnya saya paham saat usai pertandingan dalam latihan sore itu. Beberapa teman Faruq mengembalikan beberapa baju dalam panjang  (baju manset)  ke Faruq.

"Terima kasih Ruq."

"Makasih lah ya."

Saya tersenyum.

"Abang, kayaknya itu baju Tim  Perancis mirip punya Abang di rumah." bisik saya pada Faruq. Saya memanggil Faruq dengan "Abang"

"Iya, itu Abang kasih, karena dia gak punya baju bola."

"Amazing...." bisik saya dalam hati. 

Ini rahasia anak saya jadi populer di sekolah. Tapi saya masih penasaran sampai adik-adik kelas Faruq sampai kenal dia bagaimana caranya?

"Abang suka kasih permen sama adik kelas."

Hm...beginilah cara Faruq bisa nyaman di sekolahnya. Dia memberi perhatian terlebih dahulu untuk mendapat perhatian. Faruq memberi sesuatu yang berakibat dia disukai oleh teman-teman dan lingkungan sekolahnya.

Akhirnya terungkap sudah kiat anak saya, Faruq, bagaimana dia tidak di-bully kawan-kawannya di sekolah. Sebagai anak baru, dia bukannya di-bully malah dipuji dan dirindui.

Itulah salah satu kiat bagaimana menjadi murid baru tidak di-bully di sekolahnya dan begitu cepat beradaptasi dengan lingkungannya.

Faruq paham dengan makna The Power of Giving. Saya belajar banyak dari Faruq.  Terima kasih anakku!

Bagaimana kiat sahabat semua agar anak nyaman di sekolahnya?

Salam hangat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun