Faruq ternyata disukai di kelasnya. Dalam beberapa pengamatan saya saat antar jemput di sekolahnya, Faruq sering mendapat perhatian lebih dari teman-temannya. Kalau Faruq datang mau masuk kelas, temannya selalu menyapa dan tersenyum padanya. Ada anak kecil, adik kelas Faruq bahkan kenal sama dia dan menyapanya duluan. Kadang-kadang ada teman perempuannya yang mencandai Faruq yang membuatnya canggung dan tersipu malu saat saya perhatikan.
Suatu hari, saya sengaja datang lebih awal menjemput Faruq. Hari itu dia pulang agak sore karena latihan bola di SSB (Sekolah Sepak Bola) sekolahnya. Saya menikmati pemandangan anak saya berlatih dan bemain bola. Faruq di posisi pemain belakang (back) sayap. Dia selain bertahan juga membantu serangan dan mengalirkan bola ke pemain tengah dan penyerang. Faruq yang tubuhnya ramping memang punya kecepatan lari di atas rata-rata temannya dan memiliki teknik mematahkan serangan yang baik, menurut pandangan saya. Saat itu Faruq hampir saja mencetak gol saat menyambar bola muntah dari tepisan pemain belakang lawan. Sayang bola memantul mengenai tiang atas.
Kejadian bola yang memantul dari tendangan Faruq membuat teman-temannya yang di bangku cadangan heboh.
"Faruq hampir saja."
"Kena tiang Faruq, sayangnya."
Saya sedikit heran. Padahal beberapa gol yang dicetak teman-teman Faruq tidak dapat respon heboh dari teman-temannya. Ini tidak gol saja memancing komentar yang ramai.
Sampai akhirnya saya paham saat usai pertandingan dalam latihan sore itu. Beberapa teman Faruq mengembalikan beberapa baju dalam panjang  (baju manset)  ke Faruq.
"Terima kasih Ruq."
"Makasih lah ya."
Saya tersenyum.
"Abang, kayaknya itu baju Tim  Perancis mirip punya Abang di rumah." bisik saya pada Faruq. Saya memanggil Faruq dengan "Abang"