“Kek, kenapa gak pake becak motor? Kan gak cape dan lebih cepat.”
“Awak tak berani. Biarlah pake becak dayung (becak sepeda) lebih aman.”
“Becaknya apa ada yang rusak, Kek?”
Saya perhatikan becak milik Kakek Rahman sudah lusuh. Maklum sudah 15 tahun becak itu dipakai.
“Adalah…kadang-kadang rantainya. Tutupnya juga ada yang ngasih, karena koyak-koyak yang lama.”
“Becak awak titip di Medan Perjuangan. Ke rumah naik sepeda.”
Rumah Kakek Rahman di daerah Kelambir Lima Medan, sekitar 8 km dari tempat menitipkan becaknya. Lagi-lagi saya geleng-geleng kepala tak habis kekaguman pada beliau.
“Kek, saya pamit dulu. Kalau Kakek gak sibuk, saya mau shilaturahim ke rumah Kakek.”
“Iya, terima kasih banyak ya, Bang. Semoga murah rezeki dan panjang umur.”
Saya berpisah dengan Kakek Rahman usai menebar nasi bungkus titipan donatur ke teman-teman Kakek Rahman sesama tukang becak yang mangkal di Pasar Tanjung Rejo Medan.