Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Kehidupan dari Tukang Becak Naik Haji

22 Februari 2017   12:16 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:30 2128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kakek Rahman mengayuh becak di daerah Tanjungrejo Medan (dok pribadi, 18/1/2017)

“Saya tadi shalat dhuha dulu sebelum kerja. Habis shalat dhuha langsung mangkal di pasar.”

Itulah kalimat pembuka saya dengan sosok sangat mengagumkan pagi ini yang saya jumpai saat kegiatan MENABUNG (Menebar Nasi Bungkus). Sosok mengagumkan pagi ini bernama Kakek Rahman. Lelaki tua berusia 80 tahun warga Medan yang sehari-hari berprofesi sebagai pengayuh becak yang mangkal di Pasar Tanjungrejo Medan. Mengapa saya mengaguminya?

Pertama, Kakek Rahman dengan usianya yang sudah sepuh masih kuat mengayuh becak untuk bisa tetap bekerja. Kebanyakan orang diusia diatas 60 tahun fisiknya sudah sangat lemah, tapi tidak buat Kakek Rahman. Saya menyaksikan sendiri Kakek Rahman masih kuat mengayuh, dengan penumpang becaknya terisi dua orang. Beliau mengayuh becak memang untuk mendapatkan penghasilan, bukan untuk sekedar mengisi waktu di hari tuanya atau dikasihani orang.

Menggali kearifan hidup dari Kakek Rahman, Tukang Becak Naik Haji (dok pribadi 18/2/2016)
Menggali kearifan hidup dari Kakek Rahman, Tukang Becak Naik Haji (dok pribadi 18/2/2016)
Kedua, Kakek Rahman tak lepas ibadah baik yang wajib maupun yang Sunnah. Beliau tak lepas shalat dhuha. Ketika saya tanya, apakah puasa Sunnah juga?

“Alhamdulillah, Senin dan Kamis awak puasa. Awak jam 2.00 sudah bangun dan gak tidur lagi sampai pagi. Shalat tahajjud dan gak tidur sampai berangkat kerja.”

Masya Allah. Saya kagum kuadrat sampai pada kalimat ini. Tapi kekaguman puncak saya adalah pada poin ketiga ini.

“Kakek katanya sudah naik haji.”

“Iya, tahun 2013, Alhamdulillah sudah naik haji.”

“Biayanya dari kerja becak ini, Kek?”

“Iya, awak ngumpulin 2.5 juta per tahun, selama 10 tahun.”

Masya Allah, kekaguman saya tak lagi kagum kuadrat, tapi sudah berpangkat-pangkat. Kagum sekaligus malu. Saya sudah kerja digaji rutin lebih hampir 20 tahun dan terkadang dapat honor besar, malah masih jauh mendapat jadwal berhaji.

“Kek, kenapa gak pake becak motor? Kan gak cape dan lebih cepat.”

“Awak tak berani. Biarlah pake becak dayung (becak sepeda) lebih aman.”

“Becaknya apa ada yang rusak, Kek?”

Saya perhatikan becak milik Kakek Rahman sudah lusuh. Maklum sudah 15 tahun becak itu dipakai.

“Adalah…kadang-kadang rantainya. Tutupnya juga ada yang ngasih, karena koyak-koyak yang lama.”

Kondisi becak Kakek Rahman (dok, pribadi 18/2/2017)
Kondisi becak Kakek Rahman (dok, pribadi 18/2/2017)
“Kakek ke rumah naik apa?”

“Becak awak titip di Medan Perjuangan. Ke rumah naik sepeda.”

Rumah Kakek Rahman di daerah Kelambir Lima Medan, sekitar 8 km dari tempat menitipkan becaknya. Lagi-lagi saya geleng-geleng kepala tak habis kekaguman pada beliau.

“Kek, saya pamit dulu. Kalau Kakek gak sibuk, saya mau shilaturahim ke rumah Kakek.”

“Iya, terima kasih banyak ya, Bang. Semoga murah rezeki dan panjang umur.”

Saya berpisah dengan Kakek Rahman usai menebar nasi bungkus titipan donatur ke teman-teman Kakek Rahman sesama tukang becak yang mangkal di Pasar Tanjung Rejo Medan.

Berbagi sarapan buat Kakek Rahman, inspirasi hidup saya pagi itu (dok pribadi 18/2/2017)
Berbagi sarapan buat Kakek Rahman, inspirasi hidup saya pagi itu (dok pribadi 18/2/2017)
Pagi ini saya sudah“mengaji” kepada seorang “guru kehidupan” bernama Kakek Rahman. Sosok inspiratif yang mengajarkan tentang hidup seimbang antara dunia dan akhirat. Sosok yang taat beribadah dan punya tekad kuat  yang telah meraih impian tertingginya, menjadi tamu Allah ke Baitullah. Panggilan Allah ke Baitullah disambut dengan perjuangan dan kedisiplinan hingga akhirnya terwujud menunaikan ibadah haji. Sosok yang mampu menjaga amanah Allah berupa badan yang tetap bugar di usia tuanya.

Alhamdulillah. Terima kasih Allah sudah dipertemukan dengan “guru ngaji” bernama Kakek Rahman.

Medan, 18 Februari 2017

Achmad Siddik Thoha

Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan

0812-8530-7940

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun