“Saya tadi shalat dhuha dulu sebelum kerja. Habis shalat dhuha langsung mangkal di pasar.”
Itulah kalimat pembuka saya dengan sosok sangat mengagumkan pagi ini yang saya jumpai saat kegiatan MENABUNG (Menebar Nasi Bungkus). Sosok mengagumkan pagi ini bernama Kakek Rahman. Lelaki tua berusia 80 tahun warga Medan yang sehari-hari berprofesi sebagai pengayuh becak yang mangkal di Pasar Tanjungrejo Medan. Mengapa saya mengaguminya?
Pertama, Kakek Rahman dengan usianya yang sudah sepuh masih kuat mengayuh becak untuk bisa tetap bekerja. Kebanyakan orang diusia diatas 60 tahun fisiknya sudah sangat lemah, tapi tidak buat Kakek Rahman. Saya menyaksikan sendiri Kakek Rahman masih kuat mengayuh, dengan penumpang becaknya terisi dua orang. Beliau mengayuh becak memang untuk mendapatkan penghasilan, bukan untuk sekedar mengisi waktu di hari tuanya atau dikasihani orang.
“Alhamdulillah, Senin dan Kamis awak puasa. Awak jam 2.00 sudah bangun dan gak tidur lagi sampai pagi. Shalat tahajjud dan gak tidur sampai berangkat kerja.”
Masya Allah. Saya kagum kuadrat sampai pada kalimat ini. Tapi kekaguman puncak saya adalah pada poin ketiga ini.
“Kakek katanya sudah naik haji.”
“Iya, tahun 2013, Alhamdulillah sudah naik haji.”
“Biayanya dari kerja becak ini, Kek?”
“Iya, awak ngumpulin 2.5 juta per tahun, selama 10 tahun.”
Masya Allah, kekaguman saya tak lagi kagum kuadrat, tapi sudah berpangkat-pangkat. Kagum sekaligus malu. Saya sudah kerja digaji rutin lebih hampir 20 tahun dan terkadang dapat honor besar, malah masih jauh mendapat jadwal berhaji.
“Kek, kenapa gak pake becak motor? Kan gak cape dan lebih cepat.”
“Awak tak berani. Biarlah pake becak dayung (becak sepeda) lebih aman.”
“Becaknya apa ada yang rusak, Kek?”
Saya perhatikan becak milik Kakek Rahman sudah lusuh. Maklum sudah 15 tahun becak itu dipakai.
“Adalah…kadang-kadang rantainya. Tutupnya juga ada yang ngasih, karena koyak-koyak yang lama.”
“Becak awak titip di Medan Perjuangan. Ke rumah naik sepeda.”
Rumah Kakek Rahman di daerah Kelambir Lima Medan, sekitar 8 km dari tempat menitipkan becaknya. Lagi-lagi saya geleng-geleng kepala tak habis kekaguman pada beliau.
“Kek, saya pamit dulu. Kalau Kakek gak sibuk, saya mau shilaturahim ke rumah Kakek.”
“Iya, terima kasih banyak ya, Bang. Semoga murah rezeki dan panjang umur.”
Saya berpisah dengan Kakek Rahman usai menebar nasi bungkus titipan donatur ke teman-teman Kakek Rahman sesama tukang becak yang mangkal di Pasar Tanjung Rejo Medan.
Alhamdulillah. Terima kasih Allah sudah dipertemukan dengan “guru ngaji” bernama Kakek Rahman.
Medan, 18 Februari 2017
Achmad Siddik Thoha
Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan
0812-8530-7940
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H