Mohon tunggu...
Achmad Siddik Thoha
Achmad Siddik Thoha Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pegiat Sosial Kemanusiaan

Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Peneliti Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Mitigasi Bencana, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan, Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD, JEJAK-JEJAK KEMANUSIAAN SANG RELAWAN DAN MITIGASI BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM. Follow IG @achmadsiddikthoha, FB Achmad Siddik Thoha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penarik Karcis Wanita di KRL, Hanya Pemanis?

10 April 2012   05:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_173741" align="aligncenter" width="336" caption="Wanita Petugas Penarik Karcis di KRL Jabobetabek (dok. pribadi 27/02/2012)"][/caption] Hampir dua bulan  ini saya menyaksikan sesuatu yang baru di KRL Jabodetabek. Bukan pada KRL-nya tapi pada sosok lembut penarik karcis di KRL komuter. Penarik karcis yang biasanya dilakukan petugas lekaki kini mulai digantika oleh petugas wanita.

Penarik karcis wanita tetap memakai seragam yang sama dengan petugas lelaki, Seragam putih biru, khas petugas keamanan atau satpam. Penarik karcis wanita ini masuk ke seluruh gerbong, baik gerbong khusus wanita maupun gerbong umum (campuran). Dengan ramah, salah seorang petugas penarik karcis menarik karcis tiap penumpang,

“Pak, karcisnya.”

“Bu, karcisnya.”

[caption id="attachment_173743" align="aligncenter" width="336" caption="Wanita Petugas Penarik Karcis di KRL (dok. pribadi 20/03/2012)"]

13340363221254620140
13340363221254620140
[/caption] Tentu bagi penumpang, ini hal yang menarik. Agak segan beberapa penumpang mengeluarkan karcisnya, tanpa rasa cemberut. Namun beberapa penumpang tak berkarcis tetap saja tidak peduli meski sudah ditanya karcisnya. Ada juga penumpang yang pura-pura tidur. Mungkin ini taktik untuk menghindari tarikan karcis dari petugas.

Saat giliran saya, tak sengaja tangan petugas wanita itu menyenggol tangan saya ketika meraih karcis. Saya merasakan tangan petugas begitu dingin. Dingin karena AC? Tidak juga, karena dengan penumpang bejubel, suhu di dalam KRL terasa hangat. Mungkin rasa dingin itu berasal dari perasaan takut khawatir dimarahi penumpang yang banyak tidak bayar. Seperti ketika menghadapi seorang Ibu tua yang hanya memiliki satu karcis, padahal dia membawa 3 anak kecil.

“Ibu, yang anak-anak ini mana, karcsinya?” Tanya petugas wanita dengan muka dingin.

Ibu itu cuek saja dan hanya menyodorka satu karcis untuk 4 penumpang yang semuanya duduk. Apa respon petugas penarik karcis wanita itu?

“Bu, anak-anak ini harus pakai karcis, Bu.”

Lagi-lagi Ibu Tua itu cuek. Sementara petugas wanita yang tangannya terasa dingin itu berlalu tanpa berbuat lebih lanjut.

[caption id="attachment_173744" align="aligncenter" width="336" caption="Wanita Petugas Penarik Karcis di KRL (dok. pribadi 20/03/2012)"]

13340364631364426405
13340364631364426405
[/caption] Saya melihat petugas wanita itu hanya menjalankan tugas sekedarnya, tanpa menegakkan aturan. Walhasil, banyak penumpang tak berkarcis dilewati begitu saja tanpa ada tindakan apapun. Apa tujuan PT KAI mempekerjakan petugas wanita untuk tugas yang sangat berat. Berat karena menegakkan aturan untuk keadilan penumpang yang bersedia membayar. Tugas berat karena akan mempengaruhi keuntungan PT KAI. Juga terlalu berat kalau terjadi konflik penumpang yang ngotot tidak mau membayar. Juga buka pekerjaan mudah-mudah saja karena juga akan membentuk budaya disiplin, jujur dan malu di KRL.

Faktanya, petugas wanita itu tidak benar-benar ingin menegakkan aturan ketika banyak penumpang yang tidak memiliki karcis. Mereka dibiarkan saja nyaman menjadi penumpang. Duduk lagi. Sementara penumpang yang jujur dan tidak memiliki tempat duduk tidak mendapat apresiasi apapun selain muka dingin tanpa senyum.

Jadi apa tujuan dipekerjakannya wanita untuk bertugas menarik karcis di KRL? Hanya lip-service, pemanis atau sekedar menampung tenaga kerja wanita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun