[caption id="attachment_314919" align="aligncenter" width="448" caption="Kondisi jalan rusak yang dipasang balok kayu (Miting) di jalur Ketapang - Kendawangan (dok. pribadi 19-2-2014)"][/caption]
Jalan berdebu dan cuaca terik yang menyengat menemani perjalanan saya dan tim survei konservasi dari Kota Ketapang ke Kota Kendawangan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. Ketapang merupakan salah satu kota populer di Kalimantan Barat karena disini pernah tinggal mantan Wakil Presiden Indonesia Hamzah Haz. Juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar juga pernah berkiprah sebagai pengacara kota yang dikenal sebagai Kota Ale Ale.
Kepopuleran Ketapang juga dikarenakan adanya Pelabuhan Kendawangan yang sangat ramai yang dulunya untuk transportasi angkutan kayu ke Pulau Jawa. Letak Strategis Ketapang ini seharusnya menjadikan Ketapang sebagai kota yang maju. Faktanya tidak selalu demikian.
Kepopuleran Ketapang tak diikuti oleh kondisi jalan yang nyaman buat pengendara. Jalan berlubang menjadi santapan sehari-hari pengguna kendaraan bermotor yang melintas dari Ketapang ke Kendawangan, begitu juga sebaliknya. Jalan berlubang ini semakin luar biasa karena beberapa lubang jalan sangat dalam sampai harus dibentangkan beberapa balok kayu yang diikat oleh rantai motor. Orang Ketapang menyebut balok yang dibentangkan di jalan berlubang  dengan Miting.
[caption id="attachment_314920" align="aligncenter" width="448" caption="Kondisi jalan rusak di jalur Ketapang - Kendawangan (dok. pribadi 19-2-2014)"]
![13938070111451766216](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/03/13938070111451766216.jpg?t=o&v=770)
[caption id="attachment_314921" align="aligncenter" width="448" caption="Kondisi jalan rusak yang dipasang balok kayu (Miting) di jalur Ketapang - Kendawangan (dok. pribadi 19-2-2014)"]
![13938070451072304361](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/03/13938070451072304361.jpg?t=o&v=770)
"Dari Ketapang ke Kendawangan ada sekitar 20 Miting, Pak. Setiap lewat Miting kami harus mengeluarkan Rp. 2.000,-. " Kata sopir mobil carterran yang dipanggil Bang Itay.
"Kalau gak mau ngasih gimana, Bang?" saya mulai penasaran.
"Mitingnya bisa diambil, Pak, dan kami bisa terguling bila maksa lewat jalan yang lubangnya dalam."
"Kalau truk berapa, Bang? Tanya saya lagi
"Kalau kosong biasanya dia ngasih Rp. 5.000,-, kalau sedang ada muatan, bisa ngasih Rp. 20.000,- sekali lewat miting." Jawab Bang Itay.
"Wah, tekor, dong." Kata saya.
"Iya, Bang. Banyak juga sopir truk yang gak mau ngangkut lagi lewat jalur ini karena ongkos Mitingnya mahal."
"Sudah berapa lama kondisi jalan rusak seperti ini, Bang?"
"Ada setahun lebih, Pak." Bang Itay menjawab sambil sibuk menyodorkan uang dua ribuan ke penjaga Miting
"Kaya juga tuh yang buat miting di Jalan." Kata teman saya yang lain.
[caption id="attachment_314922" align="aligncenter" width="448" caption="Anak-anak penjaga Miting di Ketapang Kalbar (dok. pribadi 19-2-2014)"]
![1393807076301793151](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/03/1393807076301793151.jpg?t=o&v=770)
[caption id="attachment_314923" align="aligncenter" width="448" caption="Sopir membayar uang untuk melewati Miting (dok. pribadi 19-2-2014)"]
![13938071151946500020](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/03/13938071151946500020.jpg?t=o&v=770)
Dialog tentang Miting antara Bang Itay dan saya terus berlanjut sampai akhirnya kami berhenti untuk rehat makan di tepi pantai di daerah Pesaguan.
Jalan rusak parah penuh Miting ini membentang panjang dari Kota Ketapang ke Kota Pelabuhan Kendawangan. Jarak Kota Ketapang dan Kota Kendawangan sejauh 92 Km, dan hampir 60 persennya rusak parah. Jarak 92 km yang normalnya hanya 1.5 jam, kini harus ditempuh selama 4 jam lebih dengan bergoncang-goncang. Kepala saya beberapa kali terbentur kaca mobil Xenia yang dibawa oleh Bang Itay.
"Wah, harus pake helm nih, kalau ke Kendawangan. Biar kepala gak benjol." Kata saya.
"Oh ya, Bang, Abang harus selalu nyiapin uang 2000 an banyak dong kalo mau ke Kendawangan."
"Bener Pak, disini sampai krisis uang 2000 an." jawan Bang Itay sambil tertawa.
Semua penumpang di mobil Xenia tertawa. Tak terasa perjalanan kami penuh dengan goncangan berakhir karena Kota Kendawangan sudah di depan mata. Badan rasanya pegal dan perut habis dikocok-kocok oleh jalan berlubang di tempat kelahiran Hamzah Haz ini.
Semoga Pak Hamzah Haz dan pejabat daerah di Kota Ketapang segera bisa berbuat untuk memperbaiki jalan rusak sehingga pengendara tidak perlu membayar ongkos Miting yang sangat mahal dan kecelakaan bisa diminimalkan.