Mohon tunggu...
Achmad Rafif
Achmad Rafif Mohon Tunggu... Penulis - Begitu menyedihkan jadi anak bangsa merdeka | aku, sederhana namun berirama.

Novel "Intuisi" sedang dalam proses penulisan. Blog Lama : https://www.kompasiana.com/achmadrafif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dalam Iring-iringan Seorang Laki-laki Tua

4 Maret 2022   10:09 Diperbarui: 4 Maret 2022   10:48 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empat Puluh tahun umurnya waktu itu. Kulit putih kehitaman. Tubuh gemuk pendek. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan ia kelahiran Sunda. Jadilah ia seorang laki-laki yang gigih dalam mendidik dan melatih siapapun yang ia rasa harus dibimbing. Salah satu potensi yang ada dalam dirinya menjadi cikal bakal perjalanan hidupnya semasa pengasingan di dalam Penjara Pondok Rajeg.

Pertemuan saya dengan Laki-laki Tua itu terjadi pada saat kami berada dalam satu kamar di dalam Penjara Pondok Rajeg. Laki-laki Tua itu seorang ketua dalam pergerakan kemanusiaan yang ada di dalam penjara ini. Dan saya mulai bergabung pada saat itu juga menjadi relawan pendidikan di dalam penjara. Sesuatu yang belum pernah terlintas dalam benak saya bisa menjadi salah satu bagian dari relawan pendidikan di penjara ini.

Suatu tantangan menjadi relawan di dalam penjara adalah; menghadapi para napi yang ikut dalam program belajar mengajar di dalam penjara adalah ketika psikologi mereka sedang mengalami kejenuhan. Seperti pada saya dan rekan relawan lain yang sering mengalami kejenuhan di penjara.

Memang sesuatu yang datang dari niat kebaikan selalu punya tantangan tersendiri. Saya dan Laki-laki Tua sering berbincang sepulang kami dari masjid. Sesuatu yang selalu ia katakan kepada saya selalu membuat suasana yang jenuh menjadi seperti aliran air yang deras membias dalam perasaan saya. Pada suatu waktu kami berdua berjalan dari masjid menuju blok kamar, dan Laki-laki Tua itu berkata kepada saya.

"Menjadi relawan, Dek. Harus penuh rasa legowo. Tahu kau arti dari legowo? Bahasa Jawa itu. Artinya; ikhlas, lapang dada. Apalagi menjadi relawan di dalam penjara gini. Kau harus memahami betul kondisi ini. Jangan kau harapkan suatu apapun kecuali bermanfaat bagi orang banyak."katanya. Saya diam mendengarkan.

Laki-laki Tua itu seorang yang memiliki karakter yang tegas. Itu jelas dilakukan untuk membentuk saya dan para teman relawan lain yang masih terbawa suasana malas. Sesekali sesuatu yang ia ucapkan suka membesit hati diantara saya dan rekan lain, tapi begitulah Laki-laki Tua itu bersikap pada saya dan rekan lain.

Setiap hari saya dan rekan yang lain menjemput siswa di blok masing-masing. Hal ini yang selalu menjadi kendala kami; hampir seluruh siswa yang mengikuti program pendidikan di dalam penjara ini merasa dirinya yang dibutuhkan oleh saya dan rekan relawan lain. Dan, hal ini juga menjadikan saya merasa tidak bersemangat dan ingin mengurungkan niat mundur dari program ini. Karena saya berpikir percuma, semua yang dilakukan hanya menguras tenaga dan otak saya.

Tapi Laki-laki Tua itu lain. Ketika tidak ada satu pun siswa yang hadir di ruang kelas, Laki-laki Tua itu menghampiri para siswa yang malas belajar. Saya diajak untuk menemani Laki-laki Tua itu. Sambil melihat daftar nama dibuku panjang, saya katakana kepada Laki-laki Tua itu bahwa saya belum cukup mampu membujuk orang untuk belajar dan masuk ke kelas. Apalagi, ini di dalam penjara. Semua saya curahkan kepada Laki-laki Tua itu dan ia bilang kepada saya bahwa itu sudah menjadi konsekuensi menjadi relawan apalagi di dalam penjara begini.

Kemudian kami sampai di blok hunian, segera mungkin Laki-laki Tua itu menghampiri nama siswa yang bergabung dalam program belajar ini.

"Bangun, bangun, Umam heh. Sekolah kau! Atau saya laporkan ke depan bahwa kau malas sekolah, malas belajar dan tidak menunjukan sikap berubah lebih baik. Dengan begitu pengurusan pulang bisa dipersulit. Mau kau?"katanya mengancam di depan pintu kamar D.1.7 dan saya diam memperhatikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun