Empat Puluh tahun umurnya waktu itu. Kulit putih kehitaman. Tubuh gemuk pendek. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan ia kelahiran Sunda. Jadilah ia seorang laki-laki yang gigih dalam mendidik dan melatih siapapun yang ia rasa harus dibimbing. Salah satu potensi yang ada dalam dirinya menjadi cikal bakal perjalanan hidupnya semasa pengasingan di dalam Penjara Pondok Rajeg.
Pertemuan saya dengan Laki-laki Tua itu terjadi pada saat kami berada dalam satu kamar di dalam Penjara Pondok Rajeg. Laki-laki Tua itu seorang ketua dalam pergerakan kemanusiaan yang ada di dalam penjara ini. Dan saya mulai bergabung pada saat itu juga menjadi relawan pendidikan di dalam penjara. Sesuatu yang belum pernah terlintas dalam benak saya bisa menjadi salah satu bagian dari relawan pendidikan di penjara ini.
Suatu tantangan menjadi relawan di dalam penjara adalah; menghadapi para napi yang ikut dalam program belajar mengajar di dalam penjara adalah ketika psikologi mereka sedang mengalami kejenuhan. Seperti pada saya dan rekan relawan lain yang sering mengalami kejenuhan di penjara.
Memang sesuatu yang datang dari niat kebaikan selalu punya tantangan tersendiri. Saya dan Laki-laki Tua sering berbincang sepulang kami dari masjid. Sesuatu yang selalu ia katakan kepada saya selalu membuat suasana yang jenuh menjadi seperti aliran air yang deras membias dalam perasaan saya. Pada suatu waktu kami berdua berjalan dari masjid menuju blok kamar, dan Laki-laki Tua itu berkata kepada saya.
"Menjadi relawan, Dek. Harus penuh rasa legowo. Tahu kau arti dari legowo? Bahasa Jawa itu. Artinya; ikhlas, lapang dada. Apalagi menjadi relawan di dalam penjara gini. Kau harus memahami betul kondisi ini. Jangan kau harapkan suatu apapun kecuali bermanfaat bagi orang banyak."katanya. Saya diam mendengarkan.
Laki-laki Tua itu seorang yang memiliki karakter yang tegas. Itu jelas dilakukan untuk membentuk saya dan para teman relawan lain yang masih terbawa suasana malas. Sesekali sesuatu yang ia ucapkan suka membesit hati diantara saya dan rekan lain, tapi begitulah Laki-laki Tua itu bersikap pada saya dan rekan lain.
Setiap hari saya dan rekan yang lain menjemput siswa di blok masing-masing. Hal ini yang selalu menjadi kendala kami; hampir seluruh siswa yang mengikuti program pendidikan di dalam penjara ini merasa dirinya yang dibutuhkan oleh saya dan rekan relawan lain. Dan, hal ini juga menjadikan saya merasa tidak bersemangat dan ingin mengurungkan niat mundur dari program ini. Karena saya berpikir percuma, semua yang dilakukan hanya menguras tenaga dan otak saya.
Tapi Laki-laki Tua itu lain. Ketika tidak ada satu pun siswa yang hadir di ruang kelas, Laki-laki Tua itu menghampiri para siswa yang malas belajar. Saya diajak untuk menemani Laki-laki Tua itu. Sambil melihat daftar nama dibuku panjang, saya katakana kepada Laki-laki Tua itu bahwa saya belum cukup mampu membujuk orang untuk belajar dan masuk ke kelas. Apalagi, ini di dalam penjara. Semua saya curahkan kepada Laki-laki Tua itu dan ia bilang kepada saya bahwa itu sudah menjadi konsekuensi menjadi relawan apalagi di dalam penjara begini.
Kemudian kami sampai di blok hunian, segera mungkin Laki-laki Tua itu menghampiri nama siswa yang bergabung dalam program belajar ini.
"Bangun, bangun, Umam heh. Sekolah kau! Atau saya laporkan ke depan bahwa kau malas sekolah, malas belajar dan tidak menunjukan sikap berubah lebih baik. Dengan begitu pengurusan pulang bisa dipersulit. Mau kau?"katanya mengancam di depan pintu kamar D.1.7 dan saya diam memperhatikan.
Cara dia menjemput siswa memang terksean berbohong. Tapi saya memaklumi perbuatannya itu demi ada siswa yang masuk ke ruang kelas dan mau belajar.
Pada setiap hari sabtu pagi kegiatan saya dan rekan relawan lain menyediakan taman baca disetiap blok hunian Warga Binaan dengan menggunakan gerobak dan gerobak itu telah dinamai oleh para senior yang lebih dulu berada dalam pergerakan ini dengan nama Gerobak Pintar.
Pagi-pagi sekali kami bangun dan menyiapkan segala kebutuhan untuk gerobak pintar. Seluruh buku berada dalam sebuah box besar dan saya angkat itu bersama kawan lain menuju gerobak cadong yang sudah parkir di depan pintu porter. Lalu saya angkuti semua barang yang diperlukan untuk menggelar gerobak pintar. Regu kita bagi menjadi beberapa tim, ada yang mendorong gerobak pintar yang berisi buku-buku edukasi dan sejarah. Kemudian pada box besar buku yang dibawa adalah buku fiksi dan lainnya.
Beberapa rekan lain mendorong gerobak cadong yang bermuatan box besar dan segala keperluan lain; seperti meja dan kursi serta formulir peminjaman dan pengembalian buku.
Setelah sampai di blok hunian yang kebagian jadwal gerobak pintar, segera mungkin aku melihat Laki-laki Tua itu memasuki aula blok dengan pengeras suara ditangannya. Langkahnya cepat dan mantap. Dari lapangan blok suara lantang Laki-laki Tua itu terdengar oleh kami. Sesuatu yang selalu diucapkan olehnya di sabtu pagi.
"Selamat Pagi Charlie. Sabtu ini gerobak pintar ada di Blok Charlie. Bagi siapapun yang ingin meminjam buku harap menuju lapangan blok dan memilih buku yang akan dipinjam. Bagi yang ingin mengembalikan buku harap menuju meja pengembalian buku di samping gerobak pintar. Temen-temen, membaca adalah suatu hal yang dapat meningkatkan kualitas cara berfikir kita. Dan bagi siapapun di dalam penjara ini yang ingin melipat waktu, membaca buku lah kalian. Temen-temen terima kasih, sehat selalu dan saya tunggu kehadiran kalian di gerobak pintar."begitulah selalu yang Laki-laki Tua ucapkan ketika sabtu pagi. Saya melihat setiap minggu minat baca di dalam penjara ini kian meningkat. Para napi suka meminjam buku-buku fiksi dan tidak sedikit mereka yang meminjam buku tentang edukasi atau sejarah. Dan, setiap sabtu pagi begini saya selalu merasa semangat saya kembali karena melihat banyak dari mereka yang mulai menyukai kegiatan membaca. Selain kegiatan gerobak pintar di setiap hari sabtu kami mengganti konten mading.
 Malam harinya kami selalu adakan forum dikamar. Laki-laki Tua itu yang memimpin jalannya forum mengevaluasi kegiatan perminggu.
 "Saya berharap temen-temen bisa terus konsisten dalam mempertahakan pergerakan ini, minimal pertahankan deh supaya kita bisa melipat waktu didalam penjara ini. Dan ketika kita keluar nanti kita semua sudah siap menghadapi kehidupan. Tempat belajarnya ya, disini. Orang bilang kita anak Bangsat dan bukan anak Bangsa. Mereka keliru! Dan kita harus tunjukkan bahawa kita juga Anak Bangsa yang bisa sukses dan berguna." Katanya pada sabtu malam lalu.
Pada saat ini kami masih berada dalam iring-iringan Laki-laki Tua itu di Penjara Pondok Rajeg.
Cerpen ini pernah diikut sertakan dalam Event Lomba Menulis Kerelawanan di Sekolah Relawan dengan Tema "Synergies Humanity Competition 2022"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H