Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pancasila dan Ujian Menjadi Manusia yang Waras

31 Mei 2020   22:39 Diperbarui: 31 Mei 2020   22:37 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta mengikuti Ngabuburit Mural Pancasila di Stadion Kridosono, DI Yogyakarta, Minggu (18/6). Ngabuburit Mural Pancasila yang diikuti puluhan perupa Yogyakarta dan mengusung tema Pancasila Jiwa Bangsa tersebut untuk menggelorakan semangat Pancasila kepada masyarakat. Sumber: ANTARAFOTO.com/ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Tidak ada yang menempatkan diri paling pintar atau paling bodoh. Semuanya lebur dalam kesetaraan sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa.

Dialektika sebab akibat ini kerap tidak disadari sehingga sila Pancasila diperlakukan sebagai kepingan puzzle yang tidak saling mengikat.

Ketika kinerja komunikasi publik pemerintah menangani pandemi disoroti oleh berbagai pihak, hal ini bukan saja terkait dengan hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Problem komunikasi publik itu merupakan kontinuasi dari akumulasi persoalan sila ketiga, sila kedua dan sila pertama, yang berakibat pada output keadilan sosial sila kelima.

Lemahnya komunikasi publik disebabkan aplikasi sila ketiga belum berjalan. Koordinasi antar pejabat silang sengkarut. Belum terikat dalam persatuan irama komunikasi untuk bersama-sama mengatasi pandemi.

Hal itu bisa disebabkan oleh kadar kemanusiaan yang kian menipis akibat ditindih oleh kepentingan politik, ekonomi dan kekuasaan. Para pejabat yang digaji rakyat kehilangan pertimbangan kemanusiaan sehingga akar kejujurannya rapuh.

Budaya korupsi merupakan tontonan paling telanjang manakala akal jernih dan logika sehat yang membedakan manusia dengan hewan tidak berlaku lagi.

Pada taraf yang sedemikian rendah manusia mengalami problem ketuhanan yang serius. Mungkin secara formal ia meyakini agama, namun secara substansial belum terbimbing. Pertimbangan untuk menentukan salah atau benar, baik atau buruk, indah atau tidak indah sangatlah pendek langkahnya.

Apa akibatnya? Baju keadilan sosial sila kelima dalam hal keselamatan dan kesehatan rakyat saat menghadapi pandemi jadi compang camping.

Hari Kelahiran Pancasila dapat dimaknai sebagai hari kelahiran cara berpikir. Atau dalam situasi yang kontekstual kekinian kelahiran itu direfleksikan sebagai new normal bagi cara berpikir yang utuh, padu, dan seimbang.

Setiap langkah keputusan dibimbing oleh kesadaran ketuhanan, kesetaraan kemanusiaan, kebersamaan persatuan, kepentingan kerakyatan dan kebahagiaan keadilan sosial.

Lima pilar itu mesti ditegakkan untuk menghadapi berbagai tantangan, mulai disintegrasi, pengetasan kemiskinan hingga persiapan memasuki pola hidup baru di tengah pandemi.

Sayangnya, setiap pilar dari lima sila Pancasila masih tersekat-sekat oleh sempitnya cara pandang dan kakunya sikap pandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun