Energi kekuasaan yang seharusnya dioptimalkan untuk efektivitas dan efisiensi mesin birokrasi malah disia-siakan untuk ngurusi wilayah di mana kecerdasan komunal masyarakat masih cukup tinggi.
Akibatnya, kerja melayani rakyat terhambat oleh aturan saklek birokrasi.
Gusti Allah...
Fakta tersebut, sekali lagi, menunjukkan gerakan sosial yang masif digalang masyarakat justru karena peran negara yang lemah.
"Bisa berarti ketidakpastian pemerintah menjadi basis atau dasar pengambilan keputusan masyarakat. Karena tidak ada informasi yang jelas bagaimana cara melakukan proteksi terhadap komunitas dan menangani masalah, maka masyarakat mengambil inisiasi spontan," ungkap Fina Itriyati, dosen Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
Minimnya edukasi dan informasi, silang sekarutnya mekanisme jaminan sosial dan ketidakpastian turunnya bantuan membuat masyarakat mencari sendiri cara untuk bertahan di tengah pandemi.
Menurut survei Alvara Research terhadap 1.223 responden menunjukkan, 50,4% dari mereka menyatakan pemerintah lamban dalam merespons COVID-19. Bahkan 60% dari responden survei juga merasa informasi yang diberikan oleh pemerintah tidak jelas.
Pemerintah pusat perlu melakukan koordinasi dengan departemen, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, komunitas dan paguyuban warga agar misi menghadapi pandemi ini berjalan menuju satu visi yang sama.
Energi kebaikan kita jangan sampai sia-sia akibat gosong dibakar api amarah. Selebihnya, seberat apa pun ujian ini, sebagai pribadi, kita perlu melanggengkan jihad akbar hingga bulan Ramadan selesai.
Adakalanya negera lemah, rakyat kuat. Semoga kita segera mengalami negara kuat rakyat pun lebih kuat.[]
Jagalan, 050520 Â