Entah berapa kali dalam sehari rumah saya menjadi "posko curhat". Mulai anak-anak muda, teman-teman alumni sekolah dan Ketua RW di kampung saya. Belum lagi cerita dari istri tentang warung temannya yang sepi pembeli sejak anjuran "Di Rumah Saja" diterapkan.
"Monggo, Bu, menawi ngersaaken rujak. Tahu lontong dan bakso juga ada," tulisnya melalui pesan Whatsapp. Ia mulai menjual barang-barang rumah tangga untuk bisa makan.
Beberapa hari lalu, saya juga mengikuti pertemuan di Balai Desa. Erwin Pribadi, Kepala Desa Kepatihan Kab. Jombang, sudah sangat puyeng kepalanya. "Maaf, selama tiga hari ini saya sering ngamuk," ucapnya. "Saya harus nglembur dan bolak-balik merevisi data penerima bantuan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Datanya silihgenje."
Ia juga menjelaskan selisih bantuan yang diterima antarwarga besarnya tidak sama. Selisihnya terlalu jauh, antara 600 ribu dan 200 ribu. Ringkasnya, aturan birokrasi pemerintah terlalu sklek, panjang dan berbelit-belit.
"Pemerintah Kabupaten (Pemkab) harus melihat realita di bawah. Saya memohon kepada Bupati dan Sekda tolong lihat keadaan di bawah. Kita dipaksa mengikuti Pemkab. Tapi kalau begini caranya, pemerintah desa yang disalahkan masyarakat," tegas Erwin Pribadi.
Febi Dwirahmadi, peneliti kesehatan dari Griffith University, Australia, menyatakan, "Bantuan yang diberikan pemerintah juga hanya berupa bantuan sosial yang dipukul rata, padahal seharusnya keadilan itu dilakukan dengan memberikan bantuan sesuai kebutuhan setiap orang. Uang bisa menjadi solusi tapi juga bisa menjadi sumber masalah,"
Jihad Akbar di Tengah Pandemi
Ancaman kemiskinan akibat pandemi ini diperkirakan meningkat. Dikutip dari Kompas.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam situasi yang sangat berat, akan terjadi peningkatan jumlah angka kemiskinan hingga 3,78 juta orang.
Gusti Allah...
Fakta, cerita dan realita keadaan warga miskin yang megap-megap bertahan hidup memenuhi ruang batin kesadaran kita. Rakyat di bawah sudah lapar.
Sementara, di sisi yang lain, kita berhadapan dengan aparat pemerintah yang mental birokrasinya berlindung di balik pembenaran "sesuai instruksi atasan".