Sangat ingin marah tapi jangan sampai marah-marah. Sangat ingin mengumpat tapi jangan benar-benar mengumpat. Sangat ingin memaki tapi tahan diri agar tidak memaki-maki.
Ini semua ujian. Apalagi, sekarang bulan puasa ketika kita tengah berperang tidak melawan orang lain melainkan menaklukkan diri sendiri. Sungguh berat perang melawan nafsu diri sendiri.
Nabi Muhammad pernah mengingatkan dahsyatnya perang Badar baru sekadar perang kecil (jihadul ashghar). Puasa bulan Ramadan adalah medan perang besar (jihadul akbar).
"Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran akbar. Lalu sahabat bertanya, "Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu, wahai Rasulullah? Rasul menjawab, "Jihad (memerangi) hawa nafsu."
Amarah mudah menyala manakala menyaksikan aparat pemerintah yang belum beres melayani rakyat. Padahal rakyat adalah juragan mereka. Jihad akbar saya adalah mengendalikan amarah itu, mengelolanya menjadi energi kebaikan, lalu mempersembahkan kebaikan kepada orang lain secara bijaksana.
Negara Lemah, Rakyat Kuat
Untunglah, saya memiliki banyak teman dan sahabat yang "senasib". Mereka memiliki kepedulian, sikap berpikir kritis, daya juang menemukan solusi. Kami pun bergerak.
Pembuatan alat pelindung diri (APD) yang dibagikan langsung ke rumah sakit, pemberian masker secara cuma-cuma, pendistribusian bahan kebutuhan pokok kepada masyarakat kurang mampu menjadi gerakan sosial untuk mengisi peran yang seharusnya dilakukan pemerintah.
Fakta tersebut menunjukkan gerakan sosial yang masif digalang masyarakat justru disebabkan peran negara yang lemah.
Pada konteks yang demikian, lagi-lagi saya harus menahan rasa kecewa yang amat sangat. Bahkan, aslinya, sangat ingin marah. Alih-alih melakukan reformasi kerja birokrasi supaya efektif dan efisien menghadapi pandemi, Pemkab Jombang melalui Bupatinya malah meluncurkan gerakan Bahagia Bersama Tetangga.
Itu gerakan yang salah fokus. Tanpa digerakkan pun masyarakat sudah tandang, biskolobis kuntul baris, menghimpun kekuatan untuk saling menyelamatkan.Â