Selain kematian sebagai keniscayaan, kita dibekali harapan. Seorang penjual bakso bersama gerobaknya menyusuri jalanan karena didorong oleh harapan dan keyakinan bakal bertemu pembeli. Tukang tambal ban di tepi jalan punya harapan ada orang datang bersama ban sepeda motornya yang bocor.
Pagi hari seekor burung pun terbang meninggalkan sarang lalu kembali ke sarangnya sore hari karena ada "harapan" akan mendapat makanan.
Hidup bergerak dan siklus kehidupan berjalan karena ada harapan, semoga, cita-cita, asa, atau la'aallakum.
Demikian juga penghambaan kita kepada-Nya tidak mengenal garis finis. Kita berada pada posisi la'alla atau semoga. Kualitas muslim yang dimiliki seseorang pada dasarnya berposisi "semoga". Muslim, mukmin, orang bertakwa bukan pencapaian final. Ia bersifat dinamis.
"Semoga kita menjadi seorang muslim dan mukmin," demikian ungkapan verbalnya. Pada kata "semoga" terkandung dinamika perjuangan sekaligus aktualisasi yang dikerjakan secara terus menerus untuk tiba di cakrawala kualitas muslim dan mukmin.
Kata "semoga" juga merupakan sikap rendah hati bahwa kita belum seratus persen baik dan sempurna di mata Tuhan.
Memang Enak Tidak Puasa, Tapi...
Itulah sebabnya di awal tulisan ini saya berusaha jujur dan terbuka bahwa romantisme budaya selama bulan Ramadan lebih kuat mengisi kenangan saya. Bahkan kalau disuruh memilih enak mana puasa dan tidak puasa, pilihan saya jatuh pada enak tidak puasa.
Namun, hidup tidak hanya berurusan dengan enak dan tidak enak atau suka dan tidak suka. Terdapat dimensi kesadaran kualitatif selain enak dan tidak enak, yakni baik dan tidak baik, benar dan tidak benar, indah dan tidak indah.
Kalau berhenti pada enak dan tidak enak, kita akan terkurung pada kedewasaan yang semu, karena anak kecil pun memiliki pertimbangan itu. Kedewasaan dan kebijaksanaan seseorang ditentukan oleh kesungguhannya menjalani laku yang tidak disukainya hingga tiba di batas kesadaran apa yang tidak disukainya ternyata memberinya manfaat.
Jangan-jangan apa yang engkau senangi itu sesuatu yang buruk bagimu. Sebaliknya, apa yang engkau benci, justru itu baik bagimu.