Zaman dahulu, langgar, surau, mushola atau masjid menjadi salah satu pusat pendidikan. Anak-anak belajar mengaji, cara wudu dan shalat, serta perilaku andhap asor ya dari pendidikan di surau.
Apalagi pada malam hari selama bulan Ramadan anak-anak tidur di mushola atau surau. Belum ada Pesantren Kilat yang diselenggarakan sekolah. Di surau anak-anak belajar tentang bekal hidup: ilmu dan perilaku menjadi manusia.
Jam sepuluh malam. Lampu mushola dipadamkan. Gelap gulita. Hanya suara jangkrik yang terdengar. Sepi dan syahdu. Seorang anak yang sudah senior mulai mendongeng. Tidak ada yang berkomentar atau clometan.
Dongeng Kasan Kusen, Tongkat Nabi Musa, Perahu Nabi Nuh, Dramatisasi Munculnya Dajjal, atau kisah misteri dan horor, seperti Kuntilanak, Ndas Glundhung, Sundel Bolong, Jari Jempolan dan Pocong mengisi malam-malam menjelang tidur di mushola.
Imajinasi terasah. Kepekaan bahasa terbentuk. Empati terhadap tokoh cerita meresap dalam batin. Bangunan moral terbangun. Dan kelak, semua software kesadaran itu masih cukup aktual sebagai pemandu nilai di zaman yang katanya serba digital ini.
Kini, sastra surau diambil alih oleh televisi dan media sosial. Di waktu prime time anak-anak tidak lagi berkumpul di surau, melainkan duduk manis di depan televisi. Sebagian yang lain "khusyuk" menatap layar HP.
Selalu Ada Harapan, La'allakum...
Zaman sudah berubah. Namun, kerinduan terhadap suasana bulan Ramadan yang polos, magis dan syahdu masih saja menusuk-nusuk dinding kenangan.
Apa boleh buat. Memutar mundur jarum jam menuju dua puluh tahun silam juga tidak mungkin. Yang bisa kita kerjakan saat ini adalah mengendapkan setiap pengalaman agar tersaring nilai-nilai kebijaksanaan. Apa itu?
Tidak ada yang pasti dalam hidup ini kecuali kematian. Apalagi di tengah wabah Covid-19 kematian hadir begitu dekat. Padahal, ada wabah atau tidak, sakit atau sehat, kaya atau miskin, kematian tidak memandang bulu dan tidak memilih orang.
Namun putus asa juga bukan sikap yang tepat. Selalu ada harapan, doa, cita-cita. Kepada orang yang berpuasa Tuhan membentangkan harapan: la'allakum tattaquun. Semoga kamu menjadi orang yang bertakwa. Ya, semoga, atau bahasa Arabnya la'alla.