Dalam lingkup emosi-batin kesenjangan itu kadang menggelisahkan, seperti yang dialami sahabat saya. Kegelisahan yang sama sekali tidak bermuara pada kepentingan pribadi. Justru sebaliknya, ia sedang menggelisahkan kehidupan orang-orang di sekitarnya. Kegelisahan yang juga dirasakan oleh Soekarno, Chairil Anwar, Nelson Mandela, Muhammad Ali, dan tokoh perubahan lainnya.
Kegelisan yang wajar dirasakan setiap manusia yang hidup matanya. Siapa tidak gelisah saat menyaksikan neraka dikenalkan sebagai surga, panas dikampanyekan sebagai dingin, kemunafikan dipoles sebagai ketulusan?
Justru yang perlu dicermati adalah bagaimana menyikapi kegelisahan yang secara psikologis bersifat krusial? Wejangan bermakna datang dari Ki Ageng Suryomentaram.
“Sebagai pribadi, semua orang hendaknya jangan sampai mengikuti apa dan siapa pun selain bisikan kata hati terdalamnya. Karena niat apa pun selain yang berasal dari kata hati terdalam, meski dengan dalih mengikuti ajaran dari para guru, pasti keliru. Saya dapat pastikan, fatal sekali kesalahan para guru yang ajarannya dibiarkan diikuti oleh orang banyak dengan cara seperti itu.” (Dikutip dari terjemahan Muhaji Fikriono dalam Surat Ki Ageng Suryomentaram untuk Para Pembelajar).
Bisikan kata hati terdalam adalah suara yang dititipkan Tuhan. Idealisme menapaki sense of purpose untuk menjadikan hidup lebih bermakna, akan selalu terbimbing oleh suara hati nurani. Dengan demikian, orang yang memiliki character strength adalah orang yang suara hatinya lantang bersuara dari balik lorong jiwanya. Suara hati itu didengarkan dan diikutinya.
Akhirnya, saran yang saya berikan kepada sahabat saya adalah dengarkan dan ikuti bisikan suara hati terdalam.
“Kamu pernah mencobanya?” tanya sahabat saya enteng. []
Jagalan 27 06 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI