Cak Siman mengapresiasi hasil temuan mereka. Tidak berlaku hukum salah benar. Setiap anak memiliki minat dan kecenderungan yang tidak harus sama dan tidak wajib disamakan.
Untuk apa hasil temuan mereka? Cak Siman bersama anak-anak membedah satu temuan yang ditemukan setiap anak. Dafa yang terganggu oleh sampah yang menggunung diajak “mendalami” fakta itu. Pelan-pelan, Cak Siman dibantu anak-anak yang lain, mencermati mengapa sampah menumpuk di pasar. Apa akibatnya? Mengapa petugas kebersihan tidak segera mengusungnya ke tempat pembuangan akhir? Apa yang harus kita lakukan agar lingkungan bersih? Bagaimana mengolah sampah? Dan seterusnya.
Semua pertanyaan itu tidak perlu dijawab tuntas. Cak Siman memancing, menggugah, menumbuhkan kesadaran, menyelami lebih dalam – dengan kapasitas khas anak-anak – untuk melengkapi informasi dan menemukan solusi terkait dengan sampah dan pengelolaannya.
Hasilnya? Dafa dan teman-temannya sepakat mereka harus membaca buku atau mengkases internet untuk belajar lebih lengkap lagi tentang sampah. Minggu depan mereka akan membawa buku, majalah, koran yang berkaitan dengan sampah. Bahkan gerakan suka membaca bisa dimulai dari pasar.
***
Bergeser sedikit ke arah gerakan literasi yang akhir-akhir ini ramai digalang. Nampaknya, gerakan membaca buku lima belas menit sebelum pelajaran cukup efektif untuk mewujudkan gerakan membaca itu sendiri. Conditioning khas pemerintah, terstruktur dari atas ke bawah, dengan kekuatan regulasinya untuk “memaksa” siswa membaca.
Mengapa conditioning gerakan membaca buku tidak didorong dari dalam diri siswa dengan menciptakan atmosfer pembelajaran yang menggugah minat baca? Mengapa gerakan membaca buku tidak diawali dengan menumbuhkan self-motivation mengakses buku? Mengapa siswa tidak dilibatkan dalam atmosfer pengalaman nyata di lingkungan untuk memantik minta baca?
Mengapa gerakan membaca buku tidak integratif dengan misalnya, proses belajar di kelas yang berbasis buku dan menantang sikap berpikir yang mengakrabkan siswa dengan buku yang bukan sekedar teks pelajaran?
Mengapa membaca buku dimaknai sebatas membaca teks dan tidak menukik lebih dalam ke makna subtansial aktivitas membaca? Mengapa makna subtansial membaca tidak menjadi akar yang menumbuhkan minat baca, berdaun suka baca, berbunga haus baca, berbuah aktivitas membaca sebagai sikap belajar seumur hidup?
Mengapa oh mengapa? []
Achmad Saifullah Syahid