Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Latihan Dasar Kepemimpinan, Berbagi Harapan di Dusun Bajulmati

18 Januari 2016   01:00 Diperbarui: 18 Januari 2016   01:20 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kegiatan Greenleaders menjadikan kita mengerti dan memahami pentingnya menghormati dan menghargai sesama makhluk. Pantang menyerah dan pantang putus asa. Senantiasa bersyukur akan nikmat sekecil apapun yang telah diberikan kepada kita. Kami ingin menyuburkan tanah kami, memperbanyak pembibitan tanaman yang sangat kita butuhkan dalam kehidupan kita,” tulis Dimas Vega siswa kelas 9.

Beragam ekspresi dan ungkapan siswa yang tertulis di lembar kerja mereka. Semuanya sepakat bahwa merusak lingkungan merupakan tindakan bodoh orang yang terpelajar. Mengecam dan memaki bukanah tindakan yang bijaksana . Harus ada perilaku nyata berkasih sayang dengan lingkungan – sekecil apapun itu tindakanya. Berkontribusi nyata bagi lingkungan seraya menebar manfaat bagi orang lain bukanlah mimpi. SMP Al Karamah Peterongan Jombang sudah melakukan dan sekaligus membuktikannya.

Apa yang digagas dan dikerjakan oleh SMP Al Karamah melalui LDK bertema Greenleaders sungguh indah. Sangat indah bahkan. Memang, sekolah bukanlah penjara, di tengah praktek pendidikan yang justru memenjara. Sekolah bukan tempat anak-anak bodoh yang dididik agar menjadi pintar. Juga bukan ruang-ruang kelas eksklusif yang mengurung siswa dan menggiring atmosfir sikap berpikir bahwa dirinya lebih unggul, lebih maju, lebih wah, lebih hebat daripada siswa lainnya. Bila hal ini terjadi, sungguh, bukan sikap percaya diri namanya. Itu kesombongan di tengah pluralitas makhluk-Nya.

Mata pelajaran di sekolah yang selalu diberikan secara formal apalagi untuk sekedar mengejar KKM akan menyisakan jiwa-jiwa yang kering dan dahaga. Siswa yang cara berpikirnya nyaris linier total. Maka, menjadi begitu indah tatkala siswa diajak turun ke bawah, memegang tanah, mengaduk lumpur, mandi keringat bersama warga desa dalam kebersahajaan komunikasi, memaknai hidup secara apa adanya.

Sekolah tidak boleh tercerabut akarnya dari lingkungan tempat dimana ia berpijak. []

(Pong Sahidy)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun