Mohon tunggu...
Achmad Jaini
Achmad Jaini Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Mahasiswa Studi Agama-Agama UIN Antasari Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memetakan Sumber Kekerasan Atas Nama Agama (Antara yang Profan dan Sakral)

24 Mei 2019   17:54 Diperbarui: 24 Mei 2019   20:15 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gagasan tentang dorongan orang berbuat tindakan kekerasan atau terorisme, ada tiga faktor menurut Noor Huda Ismail, yang dikutip oleh Haidar Baqir dalam bukunya Islam Tuhan, Islam Manusia, yakni dengan apa yang disebutnya lethal coctail (campuran mematikan) ialah: seseorang yang terpinggirkan, memiliki kelompok yang menampung dan memberikan sarana, serta mempunyai ideologi yang menganggapnya benar.

Sedangkan kekerasan yang berupa kerusuhan-kerusuhan antar agama, biasanya terjadi karena permasalahan-permasalahan kecil yang kemudian membesar. Kerusuhan tidak le pas dengan namanya pengorganisasian oleh pelaku yang memiliki kepentingan. 

Kerusuhan terjadi menurut Donald Horowitz dan Paul Brass yang dikutip oleh Dave McRae dalam bukunya mengenai kerusuhan di Poso. Adapun menurut Horowitz kedalaman perasaan pada peristiwa awal merupakan hal yang penting sebagai sebab meningkatnya skala kekerasan.

Horowitz beralasan dari peristiwa kekerasan awal suatu kerusuhan yang nantinya akan memicu pengorganisasian oleh kaum elite. Berbeda dengan Horowitz, Paul Brass menurut penelitiannya tentang kerusuhan Hindu-Muslim di negara India, pengorganisasian oleh aktor tertentu adalah sebagai pemeran utama dalam menentukan muncul atau tidaknya sebuah kerusuhan. 

Peristiwa yang dijadikan pemicu kerusuhan yang bisa jadi sangat sepele dan di bingkai dengan rumor-rumor, seperti pihak agama lain telah melakukan tindakkan ekstrem.

Demikian, misalnya mengenai peristiwa awal kerusuhan Desember 1998 di Poso, yakni diawali dengan perkelahian yang merambat ke pengumpulan dan pembakaran minuman keras, sampai tersebar rumor bahwa kediaman bupati Petanga yang beragama Islam akan diserang, dapat dilihat ketika tersebar rumor akan diserangnya kediaman bupati tersebut, sudah mulai kelihatan muncul kepentingan politik disitu.

Dalam peristiwa awal, perkelahian terjadi antara seorang pemuda Kristen dan pemuda Muslim di sekitar masjid Darusalam. Seorang Muslim, Ahmad Ridwan yang menderita luka tusuk ditangan oleh Roy Runtu Bisalemba pada malam natal. Walaupun pejabat pemerintah dan aparat sudah menyanggah kesan berbau agama atas peristiwa yang terjadi, dan memberitahukan bahwa peristiwa tersebut adalah "kriminalitas murni".

Namun, biarpun sudah ada sanggahan-sanggahan detail perkelahian tersebut, hal ini tidak terlalu mempengaruhi rumor-rumor yang telah menyebar, dan perkelahian antara kedua orang berbeda agama ini dapat dengan mudah ditafsirkan secara kasat mata sebagai serangan yang bermotif agama. 

Selain itu, ada bentuk kekerasan atas nama agama yang ditujukan untuk melawan pemerintah yang sah atau karena ingin mengubah sebuah tatanan masyarakat, negara, bangsa, atau agama secara ekstrim karena rasa kecewa terhadap keadaan sosial, ekonomi, politik di wilayahnya, di kancah dunia bentuk kekerasan ini sering disebut Radikalisme dan aksinya bisa disebut Terorisme.

  • Radikalisme

Radikalisme adalah suatu kepercayaan yang teramat kuat kepada suatu cara pandang dan juga menyangkal gagasan yang lain, tidak terbuka dan komunikatif, dan memahami agama cenderung secara tekstual tanpa mempertimbangkan tujuan hakiki dari ajaran agama tersebut. Kemudian, kenapa adanya radikalisme? ada beberapa faktor yaitu: 

  1. Doktriner dalam belajar pengetahuan agama yang hanya setengah-setengah.
  2. Memahami agama terhenti pada teks-teks agama saja, dan juga kurang wawasan tentang hakikat agama
  3. Lemah dalam wawasan sejarah dan sosiologis agamanya.
  4. Radikalisme kadang muncul sebagai reaksi dari bentuk-bentuk radikalisme yang lain.
  5. Radikalisme biasanya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik. Berkeinginan untuk menegakkan hukum agama, karena hukum yang berlaku di negaranya dinilai gagal menegakkan keadilan.

Oleh karena itu, seperti yang dikutip oleh M. Alie Humaidie dari Sydney Jones "Jaringan Bom Bali I" dalam Internasional Crisis Group Paper, 2004 dan artikel Kompas, 6 Oktober 2004, tentang kelompok Imam Samudra cs yang menjadi pelaku bom Bali, yaitu penyebabnya selain karena jihad membela agama, juga karena himpitan dan ketidakadilan sosial-ekonomi dan politik di daerah asalnya, yaitu isu tentang Amrozi yang tiga kali tidak lulus dalam seleksi CPNS dan dia kecewa karena panitia menetapkan harga tertentu untuk sebuah jatah CPNS.

Adapun praktek kekerasan atas nama agama kerap disebut radikalisme agama, cara-caranya yang dipakai terbilang revolusioner lewat aksi ekstrem. Kejengkelan mendalam yang menyakitkan, menurut Sigmund Freud disebut melancholia, ini adalah faktor yang mendorong radikalisme. Dalam hal ini, agama bisa menjadi alasan yang potensial untuk membakar fanatisme untuk memulai konflik dan kekerasan.

  • Terorisme

Terorisme merupakan media komunikasi politik untuk mengirimkan pesan kepada masyarakat dan pemerintah dalam bentuk kekerasan, dengan tujuan untuk memancing masyarakat dan pemerintah untuk mengubah pandangan politiknya agar mendukung apa yang mereka lakukan.

Kekecewaan politik dan ekonomi adalah yang menjadi penyebab utama terorisme, serta simbolisasi agama dipandang menjadi cara yang efektif untuk menjadikannya sah dan mendapatkan dukungan dari umat.

Pembenaran yang memberikan kewajiban moral dan imbalan surga, dengan kerelaan berjuang dan mati dalam kesyahidan.Biarpun demikian, para pelaku terorisme global memandang peran agama secara berbeda-beda.

Sebagian benar-benar beriman dan rajin ibadah, ada juga yang tidak begitu taat, menganggap agama adalah bagian dari identitas nasional, mereka bertindak karena merasa terjajah, terkepung atau terancam oleh gaya hidup dan peradaban yang datang dari luar, bisa juga karena banyak sumber daya yang penting di negaranya dikuasai oleh bangsa asing. 

Adapun terorisme sebab utamanya ialah kekecewaan politik dan ekonomi, juga pada umumnya para teroris dipahami secara rasional, hidup terpencil dan berpendidikan rendah. Namun, profil sebagian teroris semata-mata bukanlah orang yang tidak berpendidikan dan sulit secara ekonomi, melainkan adalah orang-orang yang cerdas dan berpendidikan, yang bersemangat serta bereaksi terhadap ketidakadilan politik, sosial, dan ekonomi. 

Sebagian memang bukan belajar di sekolah yang berbasis agama, tapi berlatar belakang pendidikan umum, misalnya seperti Bin Laden belajar manajemen, ekonomi, dan perekayasaan, Al-Zahiri adalah dokter bedah. Bahkan, semua pemimpin Al-Qaeda lainnya, contohnya Muhammad Atta, adalah profesional kelas menengah.

Adapun motivasi-motivasi penting kebanyakan orang-orang yang melakukan aksi terorisme itu karena hasrat balas dendam dan terhina karena pendudukan serta penguasaan bangsa asing tadi, merosotnya nilai-nilai keagamaan, atau karena ada anggota keluarga yang terbunuh, dan pengalaman mengerikan lainnya, yang bisa secara langsung atau melihatnya melalui berita-berita di media seperti televisi dan internet.

Kemudian selanjutnya orang-orang ini akan berusaha mencari teologi-teologi yang dapat memberinya pembenaran, terutama kepada teks-teks agama yang mengandung ungkapan - ungkapan keras, tanpa melihat jiwa agama itu pada umumnya.

Spirit atau jiwa dari semua agama tidaklah mengajarkan kekerasan. Semua agama pada akhirnya berujung pada usaha untuk menciptakan kebaikan untuk manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam setiap agama, masalah yang paling dasar dan tidak bisa diganggu gugat adalah perkara iman atau kepercayaan, karena ini merupakan hubungan diri pribadi dengan Tuhan.

Namun, faktanya agama bukan hanya menyangkut iman saja, tapi juga menyangkut perkumpulan umat yang harus ada organisasinya. Agama tidak akan bertahan dan menyebar, kalau agama hanya berupa perkara iman dan kepercayaan saja. Oleh karena itu, untuk menjalankan dan melindungi missi iman, diperlukan suatu wadah atau suatu organisasi.

Disamping itu, agama memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bentuk-bentuk organisasi atau perekat sosial lainnya di dalam kehidupan manusia: yaitu, agama sebagai sarana manusia untuk mengaplikasikan spritualitasnya kepada Tuhan, agama pasti mempunyai doktrin dan aturan yang mutlak bagi para penganutnya, yaitu kewajiban mengamalkannya dalam kehidupan individu manusia. Selain itu, pastinya masing-masing pemeluk dari berbagai agama akan menyatakan kebenaran mutlak ada pada agama yang dianutnya.

Oleh sebab itu, agama adalah suatu organisasi atau perekat sosial dalam kehidupan manusia yang sangat potensial dalam menggerakkan massa (para penganut agama tersebut). Kekerasan atas nama agama merupakan akibat pembaharuan tafsir atas ajaran agama, yaitu untuk mengesahkan tindakannya yang cenderung mengarah kepada pola-pola radikal.

Kekerasan yang dilakukan oleh beberapa penganut-penganut agama, seperti yang biasa terjadi. Dari perspektif Durkheim, yaitu dikarenakan agama yang berada di wilayah sakral, yakni setiap tafsirnya itu bersifat suci atau hak, Kekerasan atas nama agama biasanya dilakukan dengan alasan berupaya melindungi keberadaan ajaran atau kehidupan keberagamaan mereka.

Adapun berdasarkan menurut para ahli fenomenologi agama, ada dua cara dalam mengamati dan memahami agama, yakni agama berbicara tentang aturan-aturan dari Tuhan yaitu kaitanya dengan pahala dan dosa serta agama berbicara tentang kasih sayang.

Oleh karena segala teks bentuk aturan-aturan agama adalah sakral dan mutlak, tetapi menafsirkannya ialah merupakan ranah manusia, hal itu tergantung cara pandang dan kecenderungan keilmuannya, ini nantinya membentuk tafsiran-tafsiran yang terkandung dalam teks-teks keagamaan, dan yang akan membentuk gagasan atau doktrin-doktrin. Bentuk-bentuk doktrin tersebut ada yang mengarah kepada kekerasan dan ada doktrin yang condong kepada kasih sayang dan toleran. 

Oleh sebab itu, tergantung seseorang atau kelompok dengan kecenderungannya kemana, dia bisa melihat agama sebagai sesuatu yang keras dan tertutup atau sebagai bentuk kasih sayang dan kedamaian.

Sebenarnya ada tindakan-tindakan kekerasan yang dianggap sah-sah saja bagi para pemuka agama. Demikian, seperti perjuangan melawan ketidakadilan, perang-perang kemerdekaaan dan apabila suatu kelompok atau bangsa diserang serta di aniaya.

Namun, kadang hal ini lah yang di putarbalikan oleh kelompok-kelompok seperti disebutkan sebelumya,[17]seperti dalam Islam: Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizhalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.( Q.S Al-Hajj: 78).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun