Roda roda terus berputar
Tanda masih ada hidup
Karena dunia belum henti
Berputar melingkar searah
Film Indonesia bertajuk Kucumbu Tubuh Indahku kurang mendapat perhatian dari para penonton bioskop. Jumlah penonton yang menyaksikan film ini dalam format layar lebar hanya berkisar 8.082 orang (data Forum Film Indonesia per tanggal 22 April 2019).Â
Jumlah tersebut paling rendah diantara film-film Indonesia lain yang sedang naik layar. Para penonton lebih memilih genre film horor dan komedi yang mungkin menjadi opsi hiburan sambil menunggu keputusan hiruk pikuk Pemilu yang telah usai.
Tema film Kucumbu Tubuh Indahku yang diangkat memang memicu kontroversi. Pengumpulan tanda tangan secara daring masih terus dilakukan sampai hari ini.Â
Ada oknum yang ingin memboikot film dengan mengajukan petisi pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, dalam petisi tak tersebut rinci seperti apa bentuk pelanggaran yang dilakukan atas film ini.
Untuk bertahan di bioskop, film Kucumbu Tubuh Indahku juga mulai diserang dengan hadir film asing yang berjudul Avengers End Game. Dipastikan semua penonton justru menaruh lebih perhatian terhadap film fiksi dari luar tersebut. Seharusnya mereka bisa lebih memilih untuk menonton film lokal terlebih dahulu apalagi film Kucumbu Tubuh Indahku memiliki kisah nyata dengan kualitas internasional.
Kucumbu Tubuh Indahku jadi film layar lebar yang disebut sebagai film festival. Sebelum pemutaran di bioskop untuk publik pada 18 April 2019 lalu, film yang penuh dengan dinamika sosial politik ini telah berhasil meraih berbagai penghargaan. Misal, Bisato D'oro Award Venice Independent Film Critic (Italia, 2018), Best Film pada Festival Des 3 Continents (Perancis, 2018), Cultural Diversity Award under The Patronage of UNESCO pada Asia Pasific Screen Awards (Brisbane-Australia, 2018), dan film Pilihan Tempo 2018. Sebelumnya film ini juga telah diputar pada Jogja-Asia Pacific Film Festival (JAFF). Terakhir, film ini mendapat Jury Prize dari Premio Maguey (Mexico, 2019).
Film Kucumbu Tubuh Indahku mencerminkan budaya Indonesia yang kental. Diversitas gender nyatanya sudah ada sejak dahulu kala. Film ini mengulas kaum marjinal yang sering diperolok padahal kedudukan mereka sama dengan kita yaitu makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.
Keunggulan sinematik Film Kucumbu Tubuh Indahku layak diapresiasi seiring dengan kerja keras tim produksi yang mengemas film penuh esensi apik. Ada sisi maskulin dan feminin yang jarang terkuak dalam diri sehingga membawa film ini pada segmentasi penonton berusia 21 tahun ke atas. Bersiaplah melihat realitas spektrum seksualitas yang penuh sensualitas.
Latar belakang sebagai seniman teater, Garin Nugroho membawa film Kucumbu Tubuh Indahku dengan format semi-dokumenter. Ia membawa karakter seorang koreografer bernama Rianto yang nyata menjadi peran Juno (Muhammad Khan). Juno harus hidup berpindah dari satu desa ke desa lain semasa hidupnya.
Masa kecil, remaja, dan dewasa yang dilalui membuat Ia bertemu dengan orang-orang yang memberi perhatian dan kasih sayang. Ada guru tari di sanggar Lengger, bibinya yang menjadi penjual ayam, pamannya yang berprofesi penjahit, seorang petinju bayaran, dan Warok (penari dalam seni reog). Perjalanan hidup Juno tentu menjadi pengalaman berharga yang memberi pembelajaran bagi semesta.
Kisah Juno kecil dimulai dari ketertarikannya menjadi penari lengger  lanang (tarian yang identik dengan perempuan, tapi dibawakan penari laki-laki). Ia sudah merasa ada sisi maskulin dan feminin yang merasuk dalam tubuhnya. Apalagi Ia pernah melihat kekerasan yang dialami oleh seorang lelaki yang berani meniduri penari lengger wanita. Â
Juno memiliki trauma. Dari kehidupannya yang serba sendiri memaksa dia untuk berperan sebagai sosok bapak atau ibu untuk dirinya sendiri. Konflik batin terus bergejolak saat Ia harus bertemu dengan orang-orang disekitar. Orang-orang yang ditemuinya hampir sama, mereka haus akan kasih sayang.
Terik embun sejuta sentuhan
Pahit mengajuk pelengkap
Seribu satu perasaan
Bergabung setangkup senada
Namanya juga hidup. Pisah, pindah, dan mati itu biasa.Â
Kehidupan ini harus disikapi dengan filosofi bijaksana. Begitu juga saat kita melihat kaum yang memiliki orientasi seksual berbeda. Sensitif memang rasanya terutama saat bicara topik ini di Indonesia. Sesungguhnya jika kita mau berkaca alias sadar, mereka seperti tak ingin terperangkap dalam tubuh yang menyimpan kenangan luka.
Kotak-kotak pada kaum yang termarjinalkan dalam film ini membedah stereotip awam. Mereka bilang wanita harus selalu feminin dan tampil gemulai dengan jari-jari lentiknya. Sementara lelaki harus terlihat berotot kuat supaya terkesan macho atau maskulin. Fix, Indonesia akan darurat edukasi mengenai toleransi jika hanya berpikir denial saja.
Dibalik pilihan masing-masing individu tersebut, tersisa dan tersirat trauma. Ada hal yang tak bisa dijelaskan bahwa sisi maskulin dan feminin terperangkap dalam jiwa. Ada yang merasa itu sebagai tantangan. Ada pula yang menyebut sebagai suatu keadaan yang tak bisa dipaksakan. Bagai duri dalam daging.
Dari situ, para pemeran dalam film Kucumbu Tubuh Indahku layak mendapat apresiasi. Olah tubuh yang menyatu dengan minim dialog mampu menunjukkan ekspresi serta penjiwaan kuat secara natural. Nyaris semua pemeran bermain dengan indah.
Visualisasi film Kucumbu Tubuh Indahku begitu memanjakan mata. Eksplorasi adegan begitu kaya mengisi setiap simbol cerita. Dengan tone warna sephia atau preset mampu menembus waktu dahulu kala. Departemen suara dan musik memberi sentuhan memukau yang berbeda. Sebagai komposer, mereka menghidupkan ritme film menemani perjalanan hidup dari masa ke masa.
Tubuh menjadi entitas yang sangat bernilai. Dalam setiap lekukan tubuh Juno tersirat suka dan duka yang menimbulkan rasa trauma. Dalam setiap gerakannya, terpancar perjalanan hidup manusia biasa yang mencari jati diri. Berarti, dalam setiap hidup yang terjadi pada kita akan memiliki cerita tersendiri dalam tubuh. Semua dipertentangkan dengan emosi dan ambisi tanpa ada yang empati.
Garin Nugroho telah berhasil membuat film arthouse intim dengan penonton. Kontruksi makna tubuh dibangun intens melalui para pemeran yang memiliki olah vokal, olah tubuh, dan olah rasa menjiwai. Film mampu menjembatani serba-serbi dinamika yang terjadi dekat di sekitar kita sehingga  membuka mata hati dan telinga.
Dilematis yang dialami Juno akan tubuhnya menjadi perspektif para LGBT yang selalu memiliki konflik dalam hidup . Pribadi dan hati mereka berkecamuk seiring pandangan sekitar yang sulit menerima keberadaan kaumnya untuk membumi. Hidup mereka sudah kelam, tapi semua itu dilalui dan berhasil membentuk jati diri meski seringkali terasa tak utuh.
Don't judge a book by its cover. Film Kucumbu Tubuh Indahku mengajak kita peduli bahwa mereka tak layak mendapat diskriminasi. Film Kucumbu Tubuh Indahku mengingatkan kembali terhadap keanekaragaman budaya dalam negeri serta keragaman perspektif manusia dalam memandang kehidupan dengan akal sehat dan bagaimana pengalaman membentuk pribadi seseorang.
Selamat Memerdekakan Pemikiran!!
Sudah lahir sudah terlanjur
Mengapa harus menyesal
Hadapi dunia berani
Bukalah dadamu
Tantanglah dunia
Tanyakan salahmu wibawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H