Dari proses kreatif akan terungkap makna filosofis yang terkandung dalam setiap motif, desain, dan teknik pewarnaan. Saat ini, proses kreatif tersebut juga harus melibatkan generasi milenial agar kearifan lokal bisa dikenal dengan baik.
Untuk itu, Badan Ekonomi Kreatif telah merancang keberlanjutan Program Direktorat Edukasi Ekonomi Kreatif Terkait Subsektor Desain, Fashion, dan Kriya. Mulai dari ORBIT (Seleksi Desainer Indonesia), IKKON (Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara), KOPIKKON (Koperasi Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara), dan CREATE (Creative Training & Education).
Program-program tersebut harus didukung oleh generasi milenial sebagai ajang kolaborasi penggabungan ide yang akan menghasilkan karya yang lebih baik dan tentunya lebih kece. Kebetulan saja, penulis juga sedang mengikuti tahap seleksi untuk Program IKKON 2017.
Program tersebut merupakan sebuah program live-in yang menempatkan seseorang atau sekelompok pelaku kreatif pada suatu wilayah di Indonesia yang bertujuan untuk mendorong dan membentuk pengembangan potensi ekonomi kreatif lokal. Dalam pelaksanaannya diharapkan para peserta program IKKON dan masyarakat lokal dapat saling berbagi berinteraksi, bereksplorasi dan berkolaborasi sehingga masing-masing pihak yang terlibat dapat saling memperoleh manfaat secara etis (ethical benefit sharing) berkelanjutan. Setelah hasil karya berhasil dibuat, maka karya akan langsung mendapat perlindungkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Tantangan tersebut harus disikapi oleh generasi milenial dalam mengungkap pesona batik khas Indonesia. Melalui ide-ide baru tentang batik yang memperkaya motif dan warna yang sebelumnya ada semua harus mampu dikreasikan agar menjadi tren busana global.
Keterlibatan generasi milenial juga akan dimulai sebagai konseptor di desa-desa terpencil. Mereka akan merumuskan karya hingga packaging (pengemasan) sebagai nilai tambah untuk produk batik yang mendunia. Inisiatif ini dirumuskan langsung dengan pembentukan Ekosistem Desa Kreatif yang diusung BeKraf dan Desa Wisata Binaan yang diusung BCA.
Secara konkret, BCA telah peduli terhadap budaya bangsa dengan meresmikan Kampung Batik Gemah Sumilir, Wiradesa, Pekalongan dan bekerja sama dengan para pengrajin batik di Pekalongan untuk memproduksi Batik Hoko BCA yang digunakan lebih dari 23.000 karyawan BCA di seluruh Indonesia. BCA berkomitmen bahwa sehelai kain batik bisa menjadi karya budaya yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran. Produk batik akan menjadi komoditas yang patut diperhitungkan sebagai aset berharga sehingga bisa mencerminkan identitas bangsa Indonesia.
“Semoga saja Indonesia bisa bersaing di pasar global. Misalnya dengan Negara Jepang yang menjadi negara terdekat untuk pemasaran karena motif batik di Indonesia yang berwarna alam diminati oleh penduduk di sana. Bisa juga dengan negara-negara Eropa yang lebih mengutamakan produk berbasis go green” tambah Ibu Nita Kenzo selaku Ketua Yayasan Batik Indonesia.
Ibu Nita Kenzo dari kecil sudah dibiasakan mengenakan batik dalam setiap perayaan acara-acara di rumahnya. Tren berbatik pun mulai mendapat antusias yang sangat bagus dari masyarakat. Perancang busana berlomba-lomba membuat gaya pakaian berbahan batik yang beragam, unik, fashionable dan bisa digunakan untuk segala suasana.