Gangguan ingatan yang dialami Jane tak berhenti sampai disitu. Jane mulai mencari tahu motif tindak kriminalitas yang pernah terjadi dalam keluarganya di rumah tua. Tak ada jalan lain untuk memulihkan ingatannya, Ia merasa bahwa Ia pernah menjadi saksi hidup atas kasus kejahatan yang pernah menimpa keluarganya.
   Adegan demi adegan pun menguak tabir pelaku kejahatan tersebut di rumah tua itu. Tidak ada yang mendebarkan, namun ingatan Jane kembali mengungkap bahwa sosok pembunuh di tahun 1985 tersebut yaitu pamannya sendiri yang bernama Patrick (Dermot Mulroney).
   Paman Jane merupakan sosok pedofil yang telah merenggut keperawanan adik dari Jane yang bernama Susie (Sarah Abbott). Tingkah cabulnya diketahui oleh ibu mereka dan si ibu langsung memukulkan palu untuk melawan Patrick.
   Patrick lepas kendali dalam suatu kondisi yang mencekam. Ia pun membunuh satu per satu anggota keluarga tersebut. Ibu dan Ayah Jane serta Suzie menjadi korban kebiadaban sosok sadis tersebut. Jane sempat menjadi korban selanjutnya, namun tanpa disengaja Ia justru membunuh kakak laki-lakinya yang ditusuk menggunakan senjata tajam. Jane sempat mengira bahwa adiknya tersebut ialah Patrick.
   Ingatan Jane telah kembali menuju masa lalu. Anggota keluarganya yang telah menjadi arwah-arwah penasaran seolah menghantui Jane dan menuntut balas dendam atas apa yang pernah terjadi begitu kejam menimpa semuanya. Akhir cerita film, Jane menuntaskan dendam terhadap pamannya agar bertanggung jawab atas aksi kejahatan yang pernah dilakukan terhadap keluarganya di masa lalu.
*****
   Sekilas cerita Film Lavender mirip dengan kisah Film The Conjuring dibeberapa bagian untuk pengemasan adegan. Ada peran keluarga dan anak-anak yang mendukung unsur cerita misteri menjadi lebih dekat ruang lingkupnya twistnya. Hal yang membuat beda, film Lavender menitikberatkan pada kasus masa lalu yang dialami oleh tokoh utamanya itu sendiri.
   Menurut penulis, film Lavender hanya bisa dikategorikan ke dalam genre thriller. Unsur horor atau misteri tak mampu dibentu tim produksi karena tak ada hal-hal yang menakutkan dalam film ini. Film ini pun tampak kurang berisi karena sekumpulan adegan hanya berada pada batas menegangkan.
   Film Lavender memiliki benang merah yang begitu lurus dengan alur maju mundur. Tidak ada kekacauan atau konflik yang bertubi-tubi. Semua adegan berusaha bertahan pada konsistensi yang rapi.
   Salah satu adegan yang penulis suka yaitu saat Alice harus bicara sendiri seolah ada yang mengajaknya bicara. Ia begitu menjiwai setiap perkataannya, meski tak ada visual siapapun lawan bicaranya.
   Roh-roh penasaran yang gentayangan dalam Film Lavender masih berwujud manusia tanpa ada special effect tata rias dan wajah karakter hantu. Penampakan-penampakan tersebut hanya berusaha mengganggu ingatan Jane agar Ia mencari tahu sesuatu yang pernah terjadi di masa lalu.